Gadis yang bersama Fauzan dan Ryan sekarang menduduki kasurnya, kelihatan sedang memperhatikan temannya yang sedang menahan sakit dan tangisannya. Walau seperti itu kedua orang itu tidak bisa melakukan apapun, Ryan sudah kelihatan sangat menderita.
Fauzan bertanya pada hadis itu, "Widya, apa kamu tidak merasakan kalau Ryan butuh sesuatu ?"
"Aku tidak tahu pasti tapi ya Ryan perlu melawan penyakitnya itu."
Jendela yang sedang terbuka membuat angin masuk menyibakkan rambut mereka berdua, dengan rambut Widya yang panjang sampai ke punggung dan saat itu pun juga Ryan seketika terjatuh tergeletak pingsan, kedua remaja itu sadar kalau temannya pingsan dan melihat keadaannya.
Fauzan bersama Widya mengangkatnya untuk membaringkannya di atas kasur, tetapi dalam hati Fauzan dia mau berteriak dan menangis melihat temannya menderita begini. Itu sangat membuat hatinya sangat kesal.
Mereka keluar dari kamar Ryan, sekejap mata Ryan meronta-ronta di atas kasur dan mereka hanya bisa melihat saja kemudian pergi membiarkannya...
"Hei Fauzan, apa Ryan pernah mengeluh ?" Tanya Widya dengan sembari menunduk. Orang yang ditanya hanya terdiam kemudian pergi begitu saja, tanpa bicara sepatah kata sekalipun. Melihat rumah yang sepi begini sangat membuat Widya begitu merasakan begitu luasnya rumah ini, bukan ukurannya tapi suasananya.
Ryan tinggal di rumah sendirian tanpa orang tua, dia dibuang karena memiliki penyakit itu karena itulah dia dianggap sebagai seorang anak yang akan membuat malapetaka dalam keluarga.
Semua ruangan sangat luas, hanya dengan suara kecil saja sangat bergema dan begitu sunyi senyap sekali seluruh bagian rumah...
Widya melangkahkan kaki, "kuharap kamu bisa datang ke pesta ulang tahun Rani, kuharap."
Gadis itu pergi berlari keluar dari rumah Ryan sambil mengepalkan tangannya, tetap saja berat baginya meninggalkan teman masa kecilnya sendirian tapi mau bagaimana sekalipun tetap saja tidak boleh terlalu lama. Banyak juga yang mengatakan kalau heartlosive akan tambah parah jika penderita merasakan terlalu banyak emosi, seperti marah atau sebagainya.
Termasuk bahagia sampai tertawa, jika terlalu banyak tertawa maka akan kambuh dan itu akan membuatnya langsung memecahkan jantungnya. Walau kedengarannya gila tapi benar...
Setiap detak jantung para pengidap heartlosive akan merasakan tekanan, setelah mereka gugup akan merasakan seperti sesak napas dan kebanyakan saat melakukan hubungan akan membuat mereka menjadi tambah buruk, begitu lupa akan bagaimana bernapas sebentar saja akan buruk.
Banyak kasus dimana para pengidap akan lupa caranya bernapas...
"Apa kita sebaiknya tidak membelikannya makanan saja."
"Tidak usah, banyak sekali larangan untuk penyakitnya dan dia sudah mengisi kulkasnya penuh dengan makanan jadi tak usah khawatir."
"Begitu yah..."
"Kamu menyukai Ryan ?"
"Huh ?"
"Ya kau sangat kelihatan cemas," kata Fauzan sembari terus berjalan. Namun.. Widya hanya terdiam, dia melihat ke atas langit dan menendang punggung Fauzan dengan cukup keras sampai remaja lelaki itu terjatuh tersungkur.
Lelaki itu berdiri menatap gadis yang menendangnya dengan tatapan sinis...
"Dari pada itu! Bagaimana surat untuknya ?!" Tanya Widya dengan wajah memerah. Fauzan yang mendengar langsung darinya tersenyum jahil, dia menggelengkan kepalanya serentak membuat Widya begitu terdiam dan pergi menutup wajahnya sambil berlari dengan cepat.
Bagaikan jet tempur dia melesat hanya meninggalkan debu saja disepanjang jalan, membuat Fauzan merasa heran...
Dia tersenyum masam dan menggaruk kepalanya, "Dia sonik apa ? Cepet amat sih dan ya kurasa sebaiknya aku main game itu lagi..."
Dia mulai melangkahkan kakinya untuk menuju ke rumahnya walau sesekali melihat ke belakang pada rumah Ryan, ada sebuah pohon di depannya yang terlihat sangat begitu tua dan sekarang sudah tumbuh beberapa bunga warna biru. Itu pemandangan yang indah bagi Fauzan.
Malam hari datang dengan bulan yang menampakan dirinya bersama para bintang yang mengelilinginya, Ryan keluar dari rumahnya dan dia menatap pada pohon yang ada di halamannya. Dia melihat kalau sudah ada beberapa bunga, walau kebanyakan sudah mulai mau mati.
Dia duduk di teras sambil menatap pohon itu, begitulah pertemuannya dengan Rani yang mengubah hidupnya...
Kini dalam pikirannya dia memikirkan, apakah Rani ingat soal masa di mana gadis itu menyelamatkan seorang lelaki yang sudah berputus asa dan sebagainya telah hancur. Dia tidak memiliki sesuatu yang berharga lagi, tujuan hidup sekalipun tidak punya, tetapi Rani lah orang yang membukakan matanya membuatnya tersadar.
Dia membuka mulutnya, "Hey Rani, kukira aku takkan bisa ingin hidup lagi tapi cukup untuk kebaikanmu."
Remaja itu bicara sendiri sambil merenungi pertemuannya dengan gadis itu, mereka bertemu dengan pertemuan yang tidak terduga dan kesan pertama yang sangat buruk sekaligus mengerikan. Walau sangat sakit tapi hingga saat ini Ryan masih menahannya, dia hanya ingin melihat sesuatu.
Sesuatu yang diharapkan olehnya, Rani bahagia bersama orang yang dicintainya...
"Apa aku terlalu egois, ayah ?" Tanya dia pada ayahnya yang sudah tiada. Sampai saat di mana napas terakhirnya remaja itu tetap mengharapkan ayahnya pulang, sedang terdiam di teras rumah melihat gerbang rumah.
Tidak ada yang melewatinya, tidak ada motor yang masuk ke halaman, tidak ada pula orang-orang yang bicara dan membahagiakan dirinya. Menunggu saja waktu sampai ia kehilangan semuanya dan tersenyum diakhir.
Gadis itu sedang merapihkan bukunya sambil melihat keluar jendela, dia memperhatikan pohon yang sedang ditebang mengingatkan dirinya soal pertemuannya dengannya. Waktu itu bagaikan mimpi buruk, dia baru keluar rumah tapi melihat hal itu sampai tidak bisa melakukan apapun.
Bagaikan mimpi buruk yang sangat menghantui, tetapi sekarang si mimpi buruk itu berubah menjadi impian baginya untuk ingin selalu bersama mimpi buruk itu apapun yang terjadi...
"Rani, apa kamu susah selesai ?" Seseorang bertanya padanya. Rani pun membalasnya, "Ah, aku sebentar lagi selesai."
Dia menunduk, "begitu yah..."
"Ada apa ? Wajahmu sangat pucat, ada apa ?" Tanya balik Rani padanya. Gadis yang sedang bersamanya hanya terdiam dengan pertanyaan darinya, tidak lama dia berdiri dari tempat duduknya dan keluar ruangan dengan jalan kaki yang begitu manis.
Rani mengambil ponselnya dan mengirimkan beberapa pesan pada orang yang dituju. Begitulah kehidupannya, walau dia tidak meminta terkadang atau seringkali juga orang tuanya memberikan apa yang diminta atau tidak tetap saja.
Walau seperti itu Rani merasa banyak yang hampa, sebelum dan sebelum dia tidak bisa melupakan orang itu sampai sekarang. Kini Ryan juga tidak diinginkan jadi seperti orang itu, begitulah dalam pikiran gadis itu saat ini.
Rambutnya yang diikat begitu indah ditengah ruangan, tetap saja itu terurai oleh angin dan mengurai seperti rambut pada umumnya yang menyibak karena angin...
"Anak itu bodoh banget," katanya sambil tersenyum. Dia merona merah sambil membayangkan dia bersamanya, sebentar saja ingin dia bicara soal hatinya jika saja dia bisa melakukannya dan kuat untuk mengatakannya. Ia pikir hatinya memberanikan diri saja, tapi tetap saja dia masih ingin lelaki duluan bukan perempuan duluan.
Sekali saja gadis itu diterima tidak akan mengecewakan yang memilih, tetapi entah siapa yang tahu masa depan akan tercipta seperti apa dan semacam apapun, manusia hanya perlu memberikan yang terbaik untuk dirinya sendiri...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
~H∆LUsinN∆SI~
masih dalam proses memahami :v
2021-09-14
3
Zahra Fitria
1
2021-05-24
1