Hari sangatlah membuat Ryan tidak tenang karena gadis yang sangat dianggap olehnya seperti adiknya sendiri memiliki penyakit yang sama seperti dirinya, menambah-nambah lagi Vina adalah seseorang pengganti organnya. Itu sangat membuatnya sedih.
Mereka sekarang bicara satu sama lain membicarakan banyak hal dengan ekspresi yang berbeda, walau dalam hati ketiga orang dalam kegembiraan itu sedang mengalami kesedihan.
Adly merasakan hal itu meminta untuk pergi keluar, Fauzan menemaninya keluar dari rumah Ryan..
Diluar rumah mereka melihat ke jalanan ada preman yang sedang terdiam, Fauzanan hanya menghela napas dan menepuk pundak Adly agak keras. Lelaki itu berjalan pergi menuju para preman itu, nampak sekali kalau wajahnya sangatlah marah.
Fauzan tersenyum, "kau adalah orang paling gila yang pernah aku temui, Adly."
"Zian.. kenapa kau diam diluar ? Masuklah," ucap seseorang dari pintu dengan suara yang lembut. Menoleh ke belakang, ada seseorang yang sedang berdiri di depan pintu. Sarah adalah kekasihnya Zian, mereka saling tersenyum dan masuk ke dalam bersama. Lihat kalau Ryan sudah kelihatan membaik membuat mereka berdua senang.
Tidak lama kemudian suara tembakan pistol terdengar menciptakan suara keheningan, Ryan yang paling terdiam. Dia segera menghampiri pintu dan menguncinya, wajahnya begitu ketakutan karena mereka datang.
Orang-orang yang hendak mengambil seluruh perabotan rumah dan benda-benda peninggalan dari ibunya, wajahnya sangat ketakutan karena mana mungkin orang seperti dia bisa menangani orang-orang bersenjata dan ayahnya tidak hanya bicara saja, dia bertindak layaknya bukan seorang ayah.
Ditempat Adly, dia babak belur karena orang yang dihadapi olehnya bukan tandingannya. Tangannya berdarah, semua anak buahnya lari begitu saja tanpa sepatah katapun takut pada para pesuruh ayah Ryan.
Adly menyeringai lebar, "kalian takkan kubiarkan lewat."
"Bocah! Kurang ajar..!" Teriak salah satu dari mereka sambil menyerang. Dalam pikiran Adly, dia tidak bisa merasakan sakit dari luka yang diderita olehnya. Sungguh sangatlah menjengkelkan baginya.
Pintu yang tertutup rapat sedang didobrak oleh para anak buah ayahnya Ryan, mereka sedang mencoba masuk ke dalam rumah. Namun, Ryan sedang ketakutan dan hanya terdiam saja. Lemari yang digunakan untuk menghalangi pintu hampir terjatuh, semua teman-temannya hanya bisa pasrah diam.
Fauzan menggigit bibirnya dengan tangan mengepal, menyerahkan semuanya pada Adly bukan pilihan yang tepat. Terlebih lagi dia hanya remaja biasa, bisa bertahan sampai saat ini hanya karena penyakitnya. Memang Adly tidak bisa merasakan sakit membuatnya bisa bertahan lama dalam perkelahian, tetapi bukan itu saja...
"Nyawanya bisa terancam..!" Ucap Fauzan dalam hatinya. Tidak lama mulai bernapas menenangkan dirinya, melihat Ryan yang ketakutan itu tidak bisa dipercaya oleh Rani dan Vina karena seseorang yang kelihatan selalu akan berdiri tegak itu akan begini.
Lemari terjatuh dan pintu sudah hancur, merekapun masuk ke dalam...
Mulai hendak melangkahkan kakinya, Ryan berlari ke depan mereka dan membungkuk dengan meletakan dahi ke lantai bertelekan dengan kedua belah tangan. Melihat itu semua temannya terdiam, tidak ada yang berani bicara.
"O-oi nak.. apa yang kamu lakukan ? Angkat kepalamu."
"Hanya ini yang saya punya untuk mengenang ibu saya! Kumohon! Biarkan..."
"Apa yang kau lakukan ?!" Bentak Adly dengan wajah dan ekspresi yang sangat teramat marah. Dia datang dengan wajah penuh darah, Widya yang melihatnya sontak kaget dan meneteskan air matanya melihat luka yang diderita.
Adly membanting kedua orang itu, mengambil senjata api mereka dan melemparnya menjauh darinya, tangannya membawa sebuah belati yang sudah patah hanya tersisa pegangannya saja. Dia menghampiri Ryan yang masih bersujud.
Menatap ke bawahnya dengan tatapan sinis dan jijik pada Ryan, tangannya merenggut rambutnya Ryan menjambaknya dan melemparkannya hingga menabrak dinding. Berada di depannya, dia menghentakkan kakinya dan menginjak kaki Ryan, teriakannya terdengar hingga luar rumah.
Disaat Rani mendengar suara teriakan Ryan, hendak ingin menjauhkan Adly darinya tapi Fauzan dan Vina menghentikannya...
"Argghh!"
"Kau meminta ampunan ?! Jangan harap! Mereka ataupun aku takkan pernah mengurungkan niat kami!"
"Aku hanya ingin..."
"Orang lemah hanya akan ditindas! Tidak ada yang baik akan hal itu! Kebaikan memang bagus tapi jangan terlalu baik hingga seseorang menghina ataupun menindasmu!"
"Kenapa kamu begini ?" Tanya Ryan dengan wajah yang menahan sakit. Lelaki itu tidak menjawab, dia mengangkat kakinya dan melepaskan injakannya dari Ryan. Fauzan yang melihat itu menghembuskan napas lega, dia masih terpikir soal penindasan sewaktu Adly masih bocah.
Sekarang berbeda sekali dengan dirinya yang dulu, walau dia lemah dan kekuatannya biasa saja. Tetapi jika ada seseorang yang dianggap sebagai musuh olehnya, dia takkan segan-segan untuk membunuhnya. Mengotori tangannya itu hal biasa baginya, bahkan balas dendam susah dilakukan olehnya terhadap beberapa orang.
Adly memalingkan wajahnya ke samping, tidak lama suara tembakan terdengar dan sontak Adly tersenyum lalu berlari keluar dari rumah. Paling sadar hanya Widya seorang, dia berteriak pada Adly dan semua orang tersadar.
Kalau tembakan itu terkena ke tubuh Adly, semua orang panik dan memanggil ambulan...
Widya menarik tangan Adly langsung melihat lukanya, perutnya terkena dan Widya menggeram melihat hal ini. Dia mengambil pistol yang berada di kakinya hendak menembak orang yang menembak Adly, dia menghentikan gadis itu.
Adly menghela napas sambil tersenyum, "Luka ini hal kecil.."
"Luka kecil ?! Bodoh! Kau bisa mati!"
"Mati ? Aku tidak peduli juga.. kupikir sudah bersenang-senang!" Ucap Adly dengan semangat. Namun Widya tidaklah tersenyum atau apapun, tangannya terangkat seketika plaakk suara itu membuat Adly terdiam. Gadis itu meneteskan air matanya, mengalir dengan sendirinya.
Lelaki itu tersadar dengan apa yang baru diucapkan mulutnya, dia merasa bodoh karena mengatakan hal itu dan sekarang wajahnya memelas kemudian menghela napasnya. Kelihatan sedikit melemaskan tubuhnya, dia duduk di tanah.
Dia tersenyum masam, "Widya, maukah kamu peluk aku sampai ambulan datang ?"
"Hah ?! K-kenapa kau mengatakan itu ? Bodo amat!"
"Baiklah kalau begitu Vina..."
"Tidak, aku saja!" Jawab Widya menyela perkataan Adly yang sedang tersenyum. Hanya saja Ryan kelihatan sangat sedih dengan kejadian ini, walau Adly bisa bertahan lama tetap saja itu membuatnya begitu sangatlah sedih dengan apa yang terjadi. Andaikan dia mampu tidak sampai bersujud.
Beberapa saat kemudian suara sirene terdengar namun yang datang bukan hanya ambulan tetapi mobil polisi juga, melihat itu Adly berjalan layaknya orang yang sehat. Saat petugas rumah sakit melihatnya datang menghampiri dirinya, dia menggosok matanya beberapa kali.
Berkedip-kedip beberapa kali, membukakan pintu ambulan dan Widya ikut dengan lelaki itu...
"Apa kamu baik-baik saja ?" Tanya dokter pada Adly yang hanya terdiam. Widya menjelaskan semua padanya sambil masuk ke dalam, mereka dibawa oleh ambulan dan beberapa orang yang melihat itu sangat menganga. Kalau orang yang sedang sakit terkena tembakan peluru, dia bisa berjalan menuju ambulan dan begitu aneh, ya ?
Hanya saja setelah mereka berdua pergi, semua yang tersisa terdiam dan Ryan meminta mereka untuk pulang karena akan merepotkan jika polisi meminta mereka menjadi saksi. Terlebih lagi ini soal warisan harta benda.
Mendengar itu mereka semua pulang terkecuali Rani dan Vina yang tinggal, sedangkan Zian pergi dengan wajah kecewa pada Ryan...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Zahra Fitria
3
2021-05-25
0