Ryan membuka matanya melihat sekeliling kalau dia sedang berada di atas ranjang, dia menguap dan beranjak turun dari ranjangnya tersebut. Matanya melirik sekitarnya kalau ini adalah kamar tamu di rumah Rani, secara mengejutkan gadis itu memintanya untuk tinggal di sini dan menghabiskan waktunya bersama.
Empat belas hari lagi itulah yang ditakutkan gadis itu akan kematian orang yang dicintainya, hanya saja saat ini sedang melupakan sejenak dan sedang memasak untuk sarapannya. Widya hanya diam bersama Alia sedang menyuapi anaknya, si ayah membaca koran dengan wajah yang begitu suram.
Adly tersenyum jahat, "akhirnya dia mati!"
"Jangan mengatakan hal sadis lagi. Alia meniti kamu bukan ?!"
"Eh ? Ah ya itu kebiasaan.. dan ya bagaimana, Alia ?"
"Kalau musuh ayah mati kenapa gak dipanggang terus dikasih ke hewan buas ?" Tanya Alia dengan berani. Menanggapi saran dari anaknya itu walau itu kedengarannya bukan suatu saran atau apapun, dia hanya menghela napas dan tetap menyuapi Alia dengan sesendok makan.
Dalam beberapa saat Ryan keluar dari kamar dan melihat keluarga yang sedang bersiap, kedua gadis yang ada di ruang tengah sama sekali tidak bersiap untuk sekolah. Saat itu mata Rani melihat ke arah Ryan segera datang padanya, tangannya yang masih ada sarung tangan memegang tangan lelaki itu.
Dia dibawa olehnya ke dapur dan ada banyak hidangan yang ada di depan mereka, Rani duduk di kursi bersama Ryan. Kedua orang itu bersama berdua dan Ryan tahu kalau Rani hanya sedang bersandiwara atau mungkin mengharapkan, dia berharap bisa melakukan ini.
Berkeluarga bersamanya dan melakukan aktifitas ini bersama, walau sesuatu membuat pandangan Ryan terarah ke sebuah lemari yang tidak tertutup. Sadar akan hal itu Rani mendatangi pintu lemari dan menutupnya, dia tersenyum masam pada Ryan.
Ryan menghela napas, "kamu kenapa masak sarapan ? Ini sudah telat buat sekolah, loh."
"Aku mau sama kamu!" Jawab Rani dengan mata yang berkaca-kaca. Lihat hal itu Ryan menelan ludahnya dia belum pernah melihat Rani yang begini, dia langsung mengangguk tanpa sadar. Serentak Rani sangat senang dan melompat kegirangan.
Tidak lama mengeluarkan sebuah tiket dari sakunya pada Ryan, tangannya menerima tiket itu dan melihat kalau ini untuk pergi ke sebuah taman hiburan. Namun, wajah Ryan begitu menandakan tidak ingin pergi ke sana tapi karena itu dia terpaksa.
Mengambil sepiring hidangan dari atas meja, Ryan memasukan nasi ke piring untuk Rani dan dirinya hanya saja saat terpikir sesuatu. Kalau ada sesuatu ada dalam nasi, dia mengambilnya dengan sendok kalau ada sesuatu.
Ryan mengambilnya lalu bertanya, "kenapa ada obat pil di dalam nasi ?"
"Itu.. rancun ?"
"Hah ?!" Kaget Ryan mendengarnya. Mereka berdua sempat terdiam dengan apa yang terjadi, tetapi Rani merasa pusing kemudian terjatuh ke lantai dan langsung tertidur. Ryan berdiri menghampiri gadis itu kemudian menggendongnya dan melihat kalau orang-orang yang berada di rumah susah tergeletak di lantai, kecuali Adly yang sedang tegap berdiri.
Menurunkan Rani, dia mendatangi lelaki itu dengan wajah yang heran karena dia tidak bergerak sedikitpun. Tidak lama... Keluar dua orang yang memakai seragam Belati Putih yang sama dengan Adly, Ryan menatap mereka dengan curiga.
Dalam beberapa detik kemudian tubuh Adly dipenuhi listrik dan dia seakan tidak berefek apapun padanya, dia hanya terdiam dengan wajah yang kalem. Kedua orang itu menatapnya dengan penuh ketakutan, Adly mengeluarkan sebuah pisau.
Dia berlari dengan cepat menuju mereka, tidak lama menjauhkan sesuatu dan itu meledak menciptakan asap. Ryan menutup mulutnya, ada suara teriakan dan langkah kaki. Hentakan terdengar membuat Ryan sangat tegang, asap setelahnya menghilang menampakan Adly sedang berdiri.
Kedua orang itu sudah terkapar di lantai, mereka memiliki luka tetapi tidak kehilangan nyawa. Ryan mendatangi Adly lalu dia menepuk pundaknya sadar akan itu matanya menoleh ke Ryan, dia tersenyum masam dan menggaruk kepalanya.
Adly masih berekspresi sama, "maaf ya.. karena aku kabur dari penjara pasti mereka mencariku, aku begini karena Alia sendirian. Tapi.. sekarang sudah ada ibu--- maksudku Widya, dia tidak akan sendirian."
"Aku paham akan hal itu dan ya kamu memang seorang ayah ya," ujar Ryan dengan senyum. Mendengar hal itu Adly memerah, dia mengambil masker hitam dari sakunya dan memakainya. Wajahnya jadi sendu dan dia menghembuskan napas, kedua orang itu berbisik satu sama lain.
Terkadang di saat pembicaraan wajah Ryan sangat terkejut dan tegang tapi itu semua sangat membuatnya sedih, dalam beberapa saat Adly berlari dan melesat dengan kecepatan tinggi. Ada sebuah jarum menusuk tangannya Ryan, tidak lama lelaki itu pingsan dengan senyum terukir. Pada akhirnya pembicaraan selesai.
Melompat dari atap ke atap wajah orang itu sangat sedih dengan air matanya, itu mengalir ke maskernya dan ada sebuah senapan MP5 di punggungnya. Pinggang ada sebuah pedang dan tangannya ada sebuah pistol kail untuk memanjat, dalam suratnya dia menitipkan pesan untuk anak sekaligus calon istrinya walau entah bisa menikah dengannya atau tidak.
Walau zaman sekarang teknologi tidaklah secanggih seperti dunia fantasi dalam film atau cerita, tapi itu hanyalah di mata masyarakat beda lagi dengan pemerintah. Itulah saat pertama kalinya... Seseorang berteleport ke tempat yang jauh, dia meninggalkan orang-orang yang disayanginya.
Menjemput sahabat tentu saja lebih penting, terlebih lagi dia adalah seseorang yang sangatlah berharga baginya. Saat melompat ada sebuah cahaya bercampur dengan listrik, tidak lama tubuh Adly mulai dikelilingi cahaya dan menghilang dalam sekejap hanya meninggalkan sebuah kertas.
Wajah Adly sebelum pergi menandakan cemas, "jaga diri kamu sendiri...sebelum aku sampai."
"Ah ya tentu saja dia pasti akan baik-baik saja aku yakin itu," jawabnya. Lelaki itu sampai di tempat tujuannya disambut oleh ratusan pasukan yang berjejer, keberadaannya sudah diketahui dan banyak yang datang padanya. Lihat hal itu dia menarik napas lalu berlari.
"Kemarilah! Kalian...!!" Teriaknya sambil berlari dan menembak dengan senjatanya. Saat berlari dia berpikir sambil menyerang musuh, alasan negara sampai membunuh orang sebanyak ini dan kenapa mereka melakukannya. Itu yang sedang ada dalam pikirannya, bersamaan dengan teriakan dan cipratan darah yang terkena ke wajahnya.
Lelaki itu menatap kebencian pada orang-orang yang menghalanginya, pistol kail itu meluncurkan tali baja dan kail diujungnya. Meluncur dan menancap ke dahan pohon, menarik tubuh Adly untuk mencapai pohon. Sambil terbang ditarik pistol kail, dia menembaki musuh dan pelindung yang ada di depannya sudah mau hancur.
Hanya saja kelemahan pelindung hanyalah satu, yaitu senjata api dan saat itulah ada banyak senjata penyembur api.
Adly memasang wajah memelas, "mampus inimah.. terlalu banyak lagi.."
"Tidak apa, kau pasti bisa."
"Ah, aku akan mencobanya! Terobos lalu bunuh!" Seru Adly dengan semangat. Sekali lagi tangannya memegang pedang dengan erat, melepaskan kail dan melompat ke arah mereka semua. Dia menebas leher hingga tubuh mereka, menodai tangannya dengan darah.
Pembantai yang sedang bertarung itu dengan sikap ganas, seringai jahatnya, dan kekuatan tempurnya sedang mengamuk. Memporak-porandakan musuh ratusan sedangkan dia sendirian. Itulah semenakutkannya ketua organisasi Belati Putih yang kejam di mata masyarakat dan senjata makan tuan bagi pemerintah saat ini, bukan sebelumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments