Menghitung mundur untuk mengucapkan selamat tinggal, hanya 28 hari lagi membuatnya depresi hanya mengurung diri di kamarnya. Wajahnya sangat pucat dengan mata yang memerah, semalaman dia tidak tidur dan hanya memikirkan soal apa yang akan terjadi setelah dia mati.
Waktu tersebut dipukul 06 saat matahari mulai muncul, dan sesaat setelah beberapa menit Ryan mulai mengantuk lalu tidur di ranjangnya. Tapi suara membangunkannya, seperti ada yang masuk ke dalam rumah dan saat melihatnya ada sebuah kucing.
Binatang itu kelihatan kelaparan, dia hanya kelihatan seperti tidak punya tenaga untuk berdiri sekalipun. Melihat itu Ryan beranjak turun dari tempatnya, dia mengambil kucing itu dan membawanya ke dapur.
Dia menyimpan kucing itu di atas meja makan, kucing itu hanya mengeong saja...
Dia memasukan tiga ikan dengan semangkuk nasi bekasnya semalam yang tidak habis, dia mencampurkannya dan menyimpannya di bawah meja. Kucing yang mencium bau ikan langsung turun dan memakan ikan yang ada di bawah meja, sedangkan Ryan hanya menatapnya.
Seseorang bicara dari jendela, "Yo! Ryan, apa kamu sedang luang ?"
"Kamu... Yang waktu itu..."
"Jahat, aku punya nama.. Adly tahu!" Kata dia sambil cemberut mengembungkan pipinya. Melihatnya secara langsung membuat Ryan tertawa, dia meminta Adly untuk masuk dan mengobrol bersamanya. Adly lah yang menolong Ryan saat berada di pesta ulang tahunnya Rani.
Adly duduk di teras rumah dengan menatap pohon yang ada di depannya, tidak lama Ryan datang membawakan nampan berisi camilan dan dua cangkir teh. Kedua lelaki itu saling tersenyum, namun Ryan merasa nyaman saat ada dirinya entah kenapa.
Mereka duduk bersampingan dan suara tegukan terdengar, mereka menikmati rasa teh tersebut.
Adly menatap Ryan serius, "Temui teman-teman kamu."
"Aku hanya ingin mereka melupakanku agar tidak sedih."
"Bodoh, kamu ini beruntung loh karena kita semua itu sangatlah sial apalagi aku. Kamu bisa langsung bebas tapi bagaimana denganku ?"
"Bebas ? Apa maksudmu ?" Tanya Ryan yang bingung tidak paham dengan perkataannya. Sekarang Adly hanya tersenyum dan meneguk tehnya kembali, dia memakan satu camilan lalu menekannya sambil merasai kalau tubuhnya sedang bereaksi.
"Apa kamu tahu ciri-ciri orang yang sedang mengalami kambuhnya penyakit heartlosive ?" Tanya Adly dengan wajah yang dingin. Ryan yang tau menyebutkan semuanya, salah satunya adalah dada kiri sangat dingin dan detak jantung tidak terasa bahkan bisa dianggap mati.
Saat pengidap heartlosive penyakitnya kambuh, seluruh tubuhnya akan sangat merasakan sakit dan dadanya akan sangat dingin bahkan ada juga kasus di mana seluruh tubuh dingin. Detak jantung mereka seakan lenyap, mereka yang mengalami ini akan sangat menderita.
Setelah memahami ciri-ciri yang disebutkan Ryan, Adly membuka bajunya dan memintanya untuk menyentuh dadanya. Ryan yang mulai sangat bingung pada remaja yang bersamanya saat ini melakukan apa yang diminta, namun memang benar dan detak jantungnya sangat tidak terasa.
Ryan membuka matanya lebar dan menatap Adly, sedangkan lelaki itu hanya terdiam saja...
"Setiap waktu aku akan begini dan kenapa aku tidak merasakan sakit ? Aku ini memiliki kelainan tubuh atau fungsi otak kayaknya."
"Bisakah kamu menjelaskannya padaku ?" Tanya Ryan dengan wajah yang sangat serius dan keringatnya membasahi seluruh wajahnya. Melihat keyakinan dari Ryan, Adly hanya mengangguk dan menjelaskan semua padanya.
Adly sejak lahir memiliki kelainan di otaknya yang membuat dirinya tidak bisa merasakan sakit, otaknya tidak memiliki respon terhadap rasa sakit dan itu sangat buruk bagi banyak orang. Penyakit ini umum namun hanya sedikit buang bertahan, salah satunya Adly yang sangat sial sekali.
Dia memiliki penyakit yang tidak bisa merasakan sakit dan heartlosive secara bersamaan, kedua penyakit yang sangat ditakutkan para orang tua kalau penyakit itu ada di anaknya. Itulah yang mereka takutkan...
"Jadi Adly..."
"Aku hanya ingin bilang kalau tidak ada yang namanya paling menderita di dunia ini, kamu juga pikir aku pasti berat hidupnya tapi bagaimana jika ada yang lebih dariku.. misal memiliki kedua penyakit yang ada padaku dan tidak memiliki tubuh yang lengkap ?" Kata Adly sambil tersenyum. Mendengarkan Adly bicara Ryan tersadar kalau masih banyak orang yang lebih menderita daripada dirinya, dia hanya terdiam dan berpikir kalau dialah yang paling menderita.
Mereka sekarang bicara satu sama lain tentang penyakit ini, semuanya hanya soal mental saja dan itulah yang paling dibutuhkan untuk bertahan lama menghadapi penyakit ini. Kebanyakan orang akan diambil alih kewarasannya, begitu banyak yang tidak bisa menahannya bahkan sampai bunuh diri.
Hanya sedikit orang yang bertahan seperti Adly dan Ryan, namun sekali lagi Ryan dikejutkan oleh Adly kalau umurnya itu seperti manusia normal tapi setiap waktu akan merasakan hal yang sama...
Ryan menunduk, "Kambuh setiap saat, aku tidak bisa membayangkannya."
"Akw setiap mwlam hwnya bi--"
"Telan dulu makanan kamu baru bicara, kata-kata kamu berat untuk didengar tapi kayak candaan ada sih!" Kata Ryan dengan senyum masamnya. Adly tersenyum dan melakukannya, namun beban Ryan sekarang sudah sedikit ringan dan sekarang dia memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama teman-temannya kalaupun mereka belum melupakan dirinya.
Beberapa saat kemudian ada bunyi ponsel, namun itu adalah sebuah lagu yang sangat berisik dan band rock saja yang bisa dipikirkan oleh Ryan mendengarkan lagu itu. Adly mengambil ponselnya, dua mematikan alarm itu dan berdiri dari tempat duduknya. Dia meregangkan tangan lalu menepuk pundaknya Ryan.
"Jangan terlalu memikirkannya."
"Baiklah dan makasih atas masukannya tadi."
"Ah, tidak apa dan sekarang aku ada urusan kalau begitu aku pamit!" Ucapnya sembari pergi. Mereka saling melambaikan tangannya, Ryan melihat ke langit dan merasakan kalau hari ini sangatlah bagus untuk mengajak teman-temannya berlibur.
Dia teringat akan uang yang diberikan oleh pemerintah untuknya, Ryan masuk ke dalam dan membuka lemarinya melihat kalau uangnya masih ada serta celengan masih belum pecah. Begitu juga uang untuk membayar SPP masih ada, dia mengambil semuanya dan melemparkan celengan itu sampai pecah.
Uang berhamburan dan dia menghitungnya dengan teliti, wajahnya begitu senang dengan senyum yang terukir lagi setelah sekian lama dia tidak tersenyum semenjak tiga hari yang lalu...
Dia menghitung semua uang yang ada padanya, setelahnya mendapatkan kalau ada puluhan juga membuatnya merasakan pukulan keras dalam kepalanya. Ia hanya memikirkan hal yang tidak berguna, pada akhirnya menabung uang sebanyak ini dan yang ada dalam pikirannya hanya ada teman-teman saja.
Dia tidak punya orang tua yang menganggap dirinya, ditinggalkan saja oleh ayahnya dan saat kesendiriannya hanya ada teman-temannya saja yang bersamanya. Tapi sekarang dia begitu bodoh ketika mau memputuskan hubungan pertemanan mereka, dia sangatlah sadar dengan apa yang dilakukan olehnya.
Diapun mengambil ponselnya melihat kalau nomornya belum ditendang dari grup, mengingat kalau ada liburan sekolah selama empat hari dia menggunakan kesempatan ini untuk liburan bersama semuanya sekelas. Itulah yang dipikirkan olehnya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Zahra Fitria
8
2021-05-25
0