Setelah mendengar penjelasan dari ayahnya Alia atau Adly sendiri, mereka memahaminya kalau hanya anak angkat saja. Tapi Adly merawatnya semenjak dia masih bayi dan menganggap kalau dia adalah anak kandung Adly, sampai sekarang mempertanyakan mana ibunya. Sampai saat ini masih ingin bertemu dengan ibunya.
Adly tersenyum masam sambil melihat anaknya yang sedang bermain dengan riang, "Widya.. kamu jadi ibunya saja. Bilang kalau kamu ibunya."
"Hah ?! Apa katamu ?! A-Aku! Malu...!" Tolak Widya dengan merona merah. Rani hanya lihat mereka berdua seperti keluarga, dia melihat Ryan yang sedang tengah tertawa dan itu membuatnya ingin merasakan bagaimana diposisi Widya saat ini.
Tak lama Ryan menarik Rani keluar dari rumahnya pergi ke halaman... Mereka duduk di bawah naungan pohon, wajah Ryan sangat begitu memelas. Dia belum memikirkan cara untuk membuat Rani bisa menerima Vina, apapun yang terjadi harus meyakinkannya.
"Kamu tahu kalau aku menyukaimu ?' tanya Rani dengan senyum sembari memperhatikan langit. Mendengar itu Ryan serentak kaget dengan apa yang didengar olehnya. Tidak salah mendengar Ryan menghembuskan napas, dia bertanya sekali lagi dan jawabannya tetap saja sama.
Ryan mengelus kepalanya, "aku sebentar lagi mati.. kau tahu itu, 'kan ?"
"Aku tahu.. tapi...!"
"Lalu kamu ini apa ? Membuatku jadi ingin terus hidup dengan alasan harus mencintai kamu ? Tidak, kurasa itu takkan mungkin."
"Bagaimana dengan kalau aku yang mati ?"
"Jangan mengatakan itu, aku ingin kamu bisa berkeluarga dan bisa bahagia. Itu saja.. jangan tergila-gila dengan cinta, memang cinta itu tidaklah berbahaya bahkan ada yang menyebutnya indah tapi keindahan itu menyeramkan loh."
"Apa maksudnya ?" Tanya Rani bingung degan perkataan Ryan yang membicarakan soal perasaan. Kemudian Ryan mengungkit soal berita tentang orang yang kehilangan istrinya jadi gila, Rani kemudian paham dengan yang dimaksudkan oleh Ryan. Memiliki rasa kasih boleh tapi jangan sampai mabuk dan tergila-gila.
Gadis itu menunduk sambil memeluk kedua lututnya sedang mencerna perkataan Ryan, dia sangat bingung dengan apa yang harus dikatakan olehnya. Tetapi saat itu juga terlintas dipikirannya... Vina, bagaimana kalau organnya dipindahkan ke ruang saja ? Tapi itu takkan bagus.
Karena golongan darah mereka tidak akan sama, terlebih lagi Ryan itu lelaki bukan perempuan. Sadar dengan apa yang di pikirkan olehnya, dia memukul kepalanya sendiri. Kalau dia sempat memikirkan hal jahat pada temannya.
Namun Rani terpikir sesuatu, "aku ingin punya anak darimu..."
"... Kau masih SMA ingat! Masa depanmu masih panjang...! Pikirkan! Kau hanya akan membiarkan bayi yang kau lahirkan menderita!" Bentak Ryan padanya. Kemarahan Ryan bergejolak pada Rani yang sedang terdiam mendengarkan, tangan Ryan memegang kedua pundaknya dan memakai tenaga sedikit mencengkramnya.
Dia bicara dengan nada tinggi betapa buruknya pergaulan bebas, membuat Rani tersadar kalau pikirannya saat ini sama sekali tidak jernih. Lelaki itu duduk kembali dan melepaskan kedua tangannya dari pundaknya, Rani hanya terdiam dengan cukup lama. Itu sangat gila baginya.
Saat itu juga Ryan terpikir sesuatu, "apa kamu mau mendengarkan aku ?"
"Katakan saja.."
"Setelah keluar dari sekolah, cari orang yang membuat kamu nyaman dan cintai dia. Buatlah keluarga yang utuh..."
"Mustahil jika bukan kamu pemimpin keluarganya."
"Itu tidaklah mustahil, kamu yang membuatnya jadi begitu. Kumohon ingatlah itu," ujar Ryan dengan wajah penuh kesedihan. Selang beberapa saat hujan turun dan gerimis mulai menjadi hujan deras, mereka berdua pun masuk ke dalam rumah.
Dalam rumah mereka sedang memperhatikan Adly, Widya, dan Alia yang sedang bicara satu sama lain. Melihat itu Ryan langsung bertanya, "ambilah nyawa Vina agar kamu bisa hidup."
Bersamaan setelah akhir kata Ryan suara petir menggelegar seakan melebih-lebihkan, lalu Rani tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh lelaki itu. Dia mengambil tangannya dan bertanya kembali dengan perkataannya, wajahnya sangat begitu terkejut.
Gadis itu terjatuh roboh dan sekarang duduk di lantai dengan cukup lama, "kenapa kamu mengatakan itu ?"
"Ok, kita pikir saja soal Vina.. ayah dan ib---maksudku orang yang merawatnya selama ini memberi tahu kalau tugasnya itu tidak lebih dari sekadar organ cadangan orang lain. Seakan didoktrin."
"Kenapa kamu bicara sekejam itu ?"
"Lalu bagaimana dengan kalau kamu mati karena menolaknya ? Ah, Vina akan merasa bersalah dan tidak ada tujuan hidup. Kau tahu bukan kalau Vina itu tipe orang yang akan langsung ke intinya, dia akan bunuh diri dan mengakhiri hidupnya."
"Itu belum tentu!" Teriak Rani mengheningkan seisi rumah. Ibunya hendak datang tapi Adly menghalanginya, ibunya menahan diri karena dia juga terlibat dalam kejahatan suaminya. Sebagai seorang yang bekerja di militer, Adly membiarkan Ryan mengurus Rani.
Setetes demi tetes mengalir air matanya jatuh ke lantai, melihat itu Ryan menyeka air matanya dan memeluknya dengan erat. Tangannya membelai rambutnya itu kemudian mendekatkan wajahnya ke telinga Rani, dia ingin berbisik padanya.
Ryan berbisik dengan suara pelan, "lima hari ini aku akan sama kamu... Aku akan mengabulkan semua permintaan kamu tapi tidak semuanya. Dan biarkan Vina serta aku bebas, jangan lupakan kami tapi relakan kami."
"Tapi...!"
"Ini kenyataan bukan sebuah sandiwara, kamu harus menerimanya dan menjalani hidupmu dengan baik bersama seseorang yang kamu cintai nanti, aku mungkin cinta pertama kamu tapi tidak ada yang namanya cinta terakhir. Kau tahu itu ? Bahkan aku kalau mendengar diriku bicara begini akan aku ejek dua karena lebay dan alay banget."
"Kenapa kamu masih bisa buat aku mau ketawa ? Padahal sedih gitu," jawab Rani dengan senyum dan menghapus air matanya. Ryan lega mendengar suara Rani yang mulai tenang, dia memeluknya dengan erat lagi dan mereka sangat begitu dekat.
Sedangkan saat itu Alia melihat mereka berdua, tidak lama.. Alia memperhatikan mereka dengan saksama, "ibu, apa mereka sedang kawin ?"
"Hah ?! T-tunggu Alia, kamu belajar kata itu dari siapa ?!"
"Ayah bilang aku gak boleh pelukan sama lawan jenis kecuali keluarga sendiri, kalau pelukan katanya berkembang biak."
"Apa yang diajarkan Adly pada anak sekecil ini, berkembang biak ? Apa maksudnya itu ? Apa untuk manusia ? Bukannya itu kasar...!" Batin Widya bicara dalam hatinya. Dia sangat kesal pada Adly yang memberikan ajaran begitu pada anaknya, walau sempat terpikir kalau menginginkan agar Alia menjauhi lawan jenis dan mulai penasaran dengan lelaki setelah berumur cukup, tapi ini terlalu berlebihan.
Menghela napas dia harus mengajarkan Alia nantinya dimasa yang akan datang, namun sesaat kemudian ada Rani yang datang padanya. Alia dipeluk olehnya, membuat anak itu menjauh dan mendatangi ibu barunya. Langsung mendekap pada Widya dengan erat.
"Ehh ? Kenapa gak mau ? Kakak bibi kamu loh!"
"Gak mau!" Tolak Alia dengan nada tinggi. Dia semakin memeluk ibunya dengan erat, Rani datang padanya dan semakin menjadi-jadi ingin menggendong Alia. Semua orang yang melihatnya tersenyum bahagia. Hanya saja hal itu hanya sementara, terkadang ada tertawa hari ini tapi bisa saja besok menangis atau sebaliknya. Tidak ada yang tahu masa depan seperti apa nantinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Hiatus
Semangat kak
2021-05-12
1