Malam hari dihari ulang tahun Rani, Ryan sedang duduk disebuah kursi taman sembari memikirkan alasan untuknya tidak menghadiri acara tersebut. Dalam hatinya sangat ketakutan, dia tidak mau sampai merepotkan semua orang maka dari itu memilih untuk tidak menghadirinya.
Walau itu akan membuat Rani sakit hati tapi lebih baik sakit dari pada minta maaf yang tidak perlu, itu sangat penting buat Ryan dan begitu pula Rani yang menunggu kedatangannya.
"Kenapa dia belum datang sih!" Ucap Rani yang sedang terdiam duduk. Matanya hanya melihat kerumunan orang yang datang, dia sangat tidak nyaman tapi tetap melakukannya karena dia pikir ayah dan ibunya sudah membuatkan pesta ini.
Seseorang datang dia bicara, "Yahh.. Rani begitu cantik hari ini."
"Heh.. memang aku sebelumnya tidak ?"
"Aku cuman bercanda, lalu Sarah juga mau datang katanya."
"Datang ? Bukannya dia harusnya bersama Fauzan ?"
"Mereka melupakanmu dan hanya mempedulikan kencan mereka," timpal Widya padanya. Melihat kerumunan kembali Widya duduk di sampingnya, mereka bicara satu sama lain sambil terus mencari dan mencari seseorang yang ditunggu olehnya.
Beberapa saat kemudian Rani terpikir untuk menelepon Ryan saja, dia sangat menginginkan lelaki itu datang ke tempatnya saat ini dan mungkin saja waktu yang tepat untuk menyatakan perasaannya. Mungkin menaruh kasih sayang pada seseorang yang paling diinginkan olehnya, walau Ryan belum tahu perasaan terhadapnya.
Memanggil nomornya Ryan, Rani terus saja menunggu dan disaat ponselnya berdering ada sebuah kontak Rani terlihat dilayar handphone membuat lelaki itu sontak terkejut. Merekapun bicara lewat panggilan telepon...
"A-Aku sedang dalam perjalanan."
"Kenapa lama ?"
"Umm.. aku membantu seseorang yang dicopet."
"Begitu yah ? Kalau begitu cepatlah!" Kata Rani setengah membentak. Setelahnya panggilan langsung ditutup oleh gadis itu sembari kelihatan murung karena dia pikir Ryan selalu saja mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri, dia sangat ingin Ryan hanya memperhatikan dirinya semata saja.
Ryan yang sedang berlari menuju ke rumah Rani yang besar itu dengan tergesa-gesa.. setelah sampai dia terengah-engah depan gerbang rumah, melirik ke sekitarnya banyak orang yang hadir.
Dia hendak masuk tapi dihadang oleh penjaga gerbang, pria itu meminta undangan dari Ryan yang belum diberi oleh Rani...
"Tidak ada tapi pribadi Rani ngundang saya."
"Jangan bohong! Cepetan kau pergi dari sini saja!"
"Hahh... Baik-baik jangan salahkan aku jika dia marah," timpal Ryan pada bentakan pria berjas hitam di depannya itu. Dia pergi ke bawah pohon dan mengirim pesan pada Rani, begitu pula di dalam Rani menerimanya dan membacanya.
Setelah membacanya dia menghela napas kemudian hendak pergi keluar ada ayahnya yang bertanya mau kemana dirinya, Rani pun jujur mengatakan mau keluar menjemput temannya karena tidak memiliki undangan. Ayahnya yang mendengar mengangguk dan memperbolehkannya.
Rani keluar bersama Widya, merekapun melihat kalau remaja itu sedang duduk diam melihat ke arah mereka dan tidak lama melambaikan tangannya. Rani menatap sinis pada kedua penjaga, mereka tidak lama sadar dan menghampiri Ryan.
Penjaga menunduk, "M-maaf... Kamu bisa masuk sekarang."
"Baiklah aku masuk, maaf untuk memanggil Rani.. aku terpaksa," jawabnya sembari masuk ke dalam. Ia disambut kedua gadis itu dan masuklah mereka berdua ke dalam rumah. Sekali lagi Ryan melihat rumah besar dan mewah ini, dia melihat banyak orang yang datang.
Namun tidak ada temannya... Zian itu dan kekasihnya, dia bertanya-tanya kemana keberadaan mereka berdua sekarang ini. Sekarang dia bertanya pada Rani, namun Rani hanya menghela napas dan dijawab oleh Widya yang kelihatan tidak peduli dengan mata yang sinis.
"Dia.. maksudku mereka sedang kencan," ucap Widya dengan helaan napas setelahnya. Mendengar perkataannya barusan Ryan hanya memelas, dia pikir hanya dia teman lelakinya Rani di rumah ini sekarang ini waktu ini.
Beberapa saat kemudian ada seseorang yang menabraknya, dia menoleh ke samping dan melihat remaja yang memiliki rambut putih platinum beserta luka di pipinya bekas sayatan pisau. Begitu pula pupil matanya yang merah membuatnya keliatan seakan penjahat...
"Ayahmu ada ?" Tanya orang itu pada Rani. Orang yang ditanya menunjuk ke sebuah ruangan, dia mengatakan kalau itu kamarnya.
"Oh iya selamat."
Rani menarik tangan Ryan, "Ah, makasih dan ini Ryan temanku."
"Ahaha.. salam kenal," balas Ryan dengan senyum masam. Dia tidak lama menatap tajam ke arah ruangan itu dengan lama hampir melamun, Widya hanya memalingkan wajahnya saja dan memerah.
Tangannya gemetaran kemudian dia menarik napas dalam-dalam dan hembuskannya...
"Anu... B-bagaimana soal... S-surat itu ?!"
"Surat apaan ?"
"Widya, orangnya sudah pergi menemui ayahku katanya..." Bisik Rani pada Widya. Gadis berparas panjang itu memerah, dia langsung pergi mengambil minum dengan napas terengah-engah.
Tapi saat Ryan tahu apa yang terjadi dia senang kalau Widya menyukai seseorang, namun itu memicu penyakitnya kambuh karena senang. Dia menekan dadanya kiat-kiat takut dia mengacaukan pesta ini, lalu dia tidak membawa obatnya.
Inilah yang dia takutkan untuk datang kemari, dia tidak bisa bicara apapun dan Zian tidak ada beserta Widya jauh dari tempatnya. Saat ini dia berkeringat menahan rasa sakit, hendak ingin berteriak tapi tidak bisa melakukannya.
Disaat sedang merasai sakit itu, remaja tadi datang dan menariknya diwaktu yang tepat ketika Rani dipanggil oleh seseorang dan diajak bicara.
Ryan dibawa olehnya ke lorong yang sepi, dia memberikan kotak obat dan Ryan melihatnya sekilas juga tahu kalau ini obat penghilang rasa sakit. Langsung sadar kalau remaja ini tahu soal penyakitnya.
Karena Ryan sudah berada dalam batasnya, dia membuka botolnya dan memakan dua obat sekaligus mengunyahnya tanpa minum setetes sekalipun. Sepahit apapun tetap saja harus diminum olehnya, apalagi dia merepotkan seseorang yang baru dia kenal bahkan namanya juga tidak diketahui olehnya.
Setelah beberapa saat akhirnya dia bisa bicara walau agak kesusahan...
"K-kamu kenapa tahu..."
"Sudahlah.. sekarang kamu masuklah ke gudang, jangan memakan obat di sini dan aku harus segera pergi, apa kamu baik-baik saja sendiri ?"
"Ah, aku baik.. makasih untuk perhatianmu dan nanti aku ganti obat ini..."
"Tidak usah, kamu sehatlah saja!" Ucapnya seraya pergi menjauh kembali ke pesta. Namun rasa sakitnya tetap ada, dia teringat akan perkataan orang tadi dan membuka pintu gudang kemudian masuk.
Melihat gudang yang bersih dia pikir kalau seluruh rumah ini terurus dengan baik termasuk tempat yang sering tidak dipedulikan, kini dia duduk dan sedang terdiam memikirkan cara agar bisa keluar dari pesta ini. Lebih baik Rani marah padanya daripada pestanya hancur gara-gara dirinya.
Walau kebanyakan orang merasa kasihan pada pengidap penyakit ini, mereka memaklumi kondisi mereka dan sebisa mungkin akan membantu jika ada yang bisa dilakukan olehnya. Ryan bisa saja meminta pertolongan, tapi yang dia pikirkan adalah Rani akan sedih bila pestanya hancur.
Dia memutuskan untuk tinggal di sini sampai pesta selesai dan berharap tidak ada yang menemukannya, dia juga berharap kalau Rani akan mencarinya. Kemungkinan kecil Rani takkan mencarinya, karena dia adalah tokoh utama dalam pesta ini. Jadi dia takkan bisa mencarinya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Zahra Fitria
2
2021-05-24
1