Ryan sedang diborgol oleh polisi untuk memintanya menjelaskan apa yang terjadi, mau bagaimana sekalipun tetap saja Ryan yang menolak semuanya. Ayahnya yang berkuasa, mau bagaimana sekalipun menurut hukum Ryan yang paling bersalah.
Hanya saja Rani terpikir sesuatu. Diapun bertanya pada polisi, "anu! Apa tidak ada pengecualian untuk pengidap heartlosive ?!"
"Heartlosive ?"
"Ya.. saya punya penyakit itu dan tidak usah dipenjara juga, dua Minggu lagi juga saya akan mati."
"Kamu kenapa tidak mengatakannya..." Ucap polisi dengan pelan. Dia menghembuskan napas sembari membebaskan Ryan dari borgol itu, mereka bertiga merasa heran karena polisi membiarkan Ryan begitu saja. Tidak lama kemudian polisi menatap sinis pada para penagih hutang, mereka juga kelihatan bingung.
Tidak lama kemudian seseorang keluar dari mobil dan Ryan langsung mengepalkan tangannya ketika melihat pria itu datang padanya, seseorang yang dipanggil oleh dia adalah ayah. Walau hanya status semata baginya.
"Kenapa kau ada di sini ?" Tanya Ryan dengan geramnya minta ampun. Ayahnya hanya tersenyum, dia memberikan sebuah surat pada Ryan dengan senyuman. Namun, Ryan sadar kalau itu bukan sebuah surat melainkan undangan pernikahan.
Dia menyobek kertas itu hendak memukul ayahnya tapi dadanya mulai sakit, jantungnya berhenti berdetak dan tiba-tiba Ryan terjatuh lemas, dia memegang dadanya sambil berkeringat dingin. Mereka yang berada di tempat itu terdiam kecuali Rani dan Vina yang membantu Ryan berdiri, mereka sangat ketakutan dengan kematian Ryan yang sudah dekat.
"Ya! Karena pernikahannya seminggu lagi, kukira anakku ini keburu mati."
"Bisa-bisanya kau mengatakan itu ? Dia anakmu, mau bagaimana sekalipun darah dagingmu sendiri."
"Tidak, saya tidak pernah menganggapnya sebagai ayah. Rasanya menjijikan kalau saya sedarah dengan lelaki ini!" Teriak Ryan dengan lantangnya. Dia sekarang sangat merasakan amarah yang begitu dalam pada ayahnya, polisi yang mendengar jawaban dari Ryan juga ketakutan.
Sedangkan disebuah rumah sakit Adly sedang terbaring di ranjang dengan tangan dan kaki yang terikat pada ranjang, Widya berada di sampingnya. Mereka saling menatap dengan sinis.
Adly membentak, "Lepasin!"
"Gakkan!" Jawab Widya dengan tegasnya. Sebelumnya setelah pengobatan, Adly memang terkena tembakan peluru tetapi pengobatannya cepat dan hanya membutuhkan waktu satu jam saja. Bahkan dokter juga merasa aneh padanya saat mengobatinya.
Begitu juga dengan gadis yang bersamanya saat ini, dia sangat begitu bingung dengan apa yang terjadi pada lelaki yang dicintainya. Namun, saat melupakan itu dia bersyukur karena orang ini bisa bertahan dan tidak meninggalkannya. Walau Adly merasakan sakit untuk pertama kalinya. Dia cemas.
Ketukan pintu terdengar seseorang masuk bersama kedua orang pria berjas hitam, Adly menggunakan kekuatannya dan melepaskan ikatan Widya. Sontak Widya kaget karena dia bisa lepas, walau terpikir. Kenapa dia tidak melepaskan diri dari tadi ?
Dia melambaikan tangan, "Yo! Adly gak usah baikan!"
"Mau apa kau kemari !?" Tanya Adly dengan marah. Orang itu menunjuk pada Widya, tentu saja Adly melindungi gadis itu. Walau perban menghalangi dirinya untuk bergerak maju, namun setelah melihat siapa yang sedang berdiri di hadapan mereka.
Kedua lelaki berjas hitam itu atau bodyguardnya terdiam dengan ketakutan, mana ada yang berani dengan seorang psikopat yang terkenal dibeberapa daerah kumuh. Jika membuat masalah dengannya berarti membantai keluarga sendiri dan menyiksa diri sendiri, itu yang dikatakan banyak orang ketika bermasalah dengan orang itu.
Tidak lama Adly melepas sepatunya, ada sebuah pisau dan dia mengambilnya membuat kedua orang itu kaget...
"Kenapa kamu selalu membawa senjata."
"Apa kamu tahu organisasi belati putih ?"
"Itu bukannya organisasi yang berada dalam naungan pemerintah."
"Ah, aku wakil ketuanya... Jadi membawa senjata adalah hal yang wajar. Walau dibeberapa tempat aku disebut penjahat atau semacamnya," ucapnya dengan senyum masam. Dia mengambil dompetnya kemudian menunjukan sebuah kartu pada Widya, sontak wajahnya kaget sekaget-kagetnya melihat kartu identitas itu.
Jujur saja pantas di manapun Adly berada dia akan selalu ditakuti karena gelarnya, organisasi Belati Putih biasanya akan membunuh seseorang yang berbuat jahat tanpa pandang bulu. Namun, banyak juga yang mengatakan kalau mereka membunuh orang yang menginap penyakit heartlosive dan banyak juga gosip tentang mereka.
Gadis itu menghela napasnya merasa kalau pertemuannya dengan Adly saat jadi tamu ayahnya adalah hal yang wajar, karena ayah yang menaungi mereka atau organisasi itu.
Adly mengacungkan pisaunya dengan wajah dingin, "Sekarang kau bawa kedua bodyguard kamu dan pergi.."
"Kau begitu sombong sekali hanya karena wakil anggota organisasi sampah."
"Berisik kau!" Bentak Adly dengan wajah penuh kemarahan. Mereka pergi dengan membanting pintu, tidak lama setelahnya Adly terjatuh dan lukanya kembali terbuka. Entah kenapa rasanya dingin dan membuatnya ingin merasakan sakit lagi, jujur baginya kalau sakit itu mungkin sesuatu yang paling berharga baginya.
Dari lahir dia belum pernah merasakan bagaimana sakit itu dan walau dia mengatakan kalau tidak punya perasaan tetap saja, dia seseorang yang bisa dikatakan gila saat sekolah. Sekarang remaja itu berdiri dengan bantuan Widya, saat melihat wajah seorang gadis yang cemas padanya.
Dia teringat soal beberapa Minggu yang lalu, mungkin akan dia berikan jawaban sekarang juga karena mau bagaimanapun juga tetap saja nantinya dia harus menikah...
Wajah Adly memerah dan ketahuan oleh Widya sempat menebak apa yang ingin dikatakan oleh Adly dengan wajah memerahnya, "apa kamu masih punya rasa padaku ?"
"Heh ?! I-itu benar! Memangnya kenapa ?!" Tanya Widya dengan nada setengah membentak. Wajahnya begitu merona merah apel, mereka saling memerah satu sama lain dan tidak lama wajah Widya mendekat pada wajahnya Adly. Mereka berjarak hanya beberapa inci saja, napas juga terasa oleh mereka berdua.
Namun... Suara pintu terbuka membuat mereka menjauh kembali, Widya menatap sinis pada siapapun yang masuk. Zian yang sedang berdiri dengan wajah yang kelihatan heran, dia tidak lama mulai bertanya," kalian sedang apa ? Kenapa memerah gitu ? Ini rumah sakit loh... Nafsu kalian tahan dulu lah."
"Kubunuh loh."
"Maaf.. maaf.. aku cuman kemari karena khawatir pada Adly, kau jangan begitu, Widya Ardianty!"
"Huhh ada apa ?" Tanya Adly dengan wajah yang tidak peduli. Dia tahu alasan apa yang ingin dibicarakan oleh Zian, karena mereka satu organisasi dan sekarang mungkin Widya akan diminta untuk keluar tapi Adly punya saran untuk misi mereka.
Mereka bicara satu sama lain dengan seorang gadis mendengarkan mereka, hendak bicara tapi mengurungkan niatnya karena mereka berdua kelihatan sangat serius. Tapi mana ada yang menyangka kalau Zian dan Adly adalah anggota organisasi itu, mereka sangat berjasa pada negara.
Namun, yang paling dikhawatirkan oleh Widya hanyalah kalau ada peperangan nantinya mereka akan yang ada paling depan. Itu membuatnya takut orang dicintai olehnya pergi ke tempat yang tidak bisa dijangkau olehnya.
Beberapa saat setelah membicarakan soal strategi yang akan mereka lakukan, Widya ikut dengan mereka karena dia adalah kunci keberhasilan dari rencana mereka berdua. Dalam tim Zian adalah pendekar dan Adly adalah senjatanya, membuat mereka berdua disegani banyak orang dalam organisasi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Zahra Fitria
4
2021-05-25
0