My Last Kiss
Namaku, Nat. Gadis tomboy yang cantik. Dengan rambut ikal hitam pendek, kulit putih, bibir tipis, hidung mancung, muka lonjong. Bayangkan saja, seorang gadis tomboy yang cantik. Hobiku sedikit berbeda dengan gadis zaman sekarang. Aku lebih suka dan tertarik berbaur dengan alam. Benar, hobiku adalah 'travelling'.
Pagi ini, aku berada dalam sebuah kapal yang menuju ke sebuah pulau 'Kunen' dengan segala budaya tradisionalnya. Kapal mulai mendekati pelabuhan pulau itu. Tak hanya aku yang berada dalam kapal itu, namanya juga kapal penumpang. Ada banyak sekali penumpang lain.
Aku menggendong tas ranselku yang cukup penuh dengan barang-barang lain, karpet gulung yang berbaris di belakangku dan barang lainnya.
Tuuuuuut.... Tuuuuut.... Tuuuuuut....
Bunyi kapal membuatku terkejut seketika. Kapal pun bersandar di pelabuhan. Aku turun dari kapal lalu melihat kesekitarku. Aku berusaha menemukan seseorang yang akan memandu perjalananku, namun aku tidak menemukannya.
"Waduh. Kok guide-nya gak ada sih? Kemana dia?" Aku memperbaiki tasku yang bergeser karena disenggol oleh penumpang yang turun dari kapal. Aku berjalan mendekati sebuah kapau (rumah makan ) lalu memesan makanan.
"Ini, dek nasinya. Selamat menikmati ya," ucap seorang ibu yang menyuguhkan pesananku. Aku menyantap makanan itu dengan lahap.
Bruk!!!!
Gelas plastikku terjatuh. Seseorang dengan terburu-buru baru saja menyenggol meja tempat aku makan. Aku menoleh ke arah orang itu.
"Mas! Hati-hati dong." Aku menarik lengan pria itu dengan berani. Dia menoleh.
"Waduh, maaf mbak." Pria itu mengatupkan tangannya lalu meraih gelas plastik yang jatuh kemudian meletakkannya kembali di meja.
"Yah sudah mas." Aku kembali duduk dan lanjut menyantap makananku.
"Berapa, Bu?" Aku meraih beberapa uang dari dompetku.
"Lima belas ribu, dek," jawab pemilik warung.
"Terima kasih ya, Buk." Aku berjalan meninggalkan kapau itu usai membayar makanan tadi. Aku berjalan ke arah jalan raya, berusaha mencari tumpangan. Sebuah motor berhenti di depanku setelah beberapa lama aku berdiri. Aku tak melihaht jelas wajah orang itu karena dia memakai helm.
"Nunggu siapa, mbak?" Pria itu melepas helmnya.
"Oh, mas tadi. Ini saya mau nunggu angkot."
"Hahaha, mbak ini baru ya disini?" Pria itu menyodorkan helm ke arahku. Aku menjadi bingung. Aku pun meraih helm itu lalu memakainya.
"Gak enak kalau ngobrol sambil berdiri mbak. Mending kita cari teman untuk ngobrol deh. Ayok naik!" Pria itu menepuk tempat duduk di belakangnya.
Aku naik di motor pria itu. Pikirku dia orang yang baik. Kami tiba di sebuah taman yang cukup indah dan bersih. Kamipun duduk di bawah pohon rindang taman itu.
"Nama saya, Vinsen." Pria itu mengulurkan tangannya.
"Hm..., Nat." Aku menjabat tangannya.
"Soal tadi maaf ya, Nat."
"Iya, Vinsen. Lain kali hati-hati dong. Untuk aja..., cuma gelasnya yang jatoh.... Coba misalnya tadi aku nelan tulang, kan bahaya," ucapku.
"Hahahaha.... Iya, Nat. Habisnya, aku laper banget tadi, suer." Vincen mengangkat dua jarinya. Aku hanya mengangguk.
"Oh ya, dari tadi, aku kok gak lihat ada angkot ya?" Aku menunjuk ke jalan.
"Hahaha.... Nat, di desa kayak gini, mana ada angkot." Vinsen menatapku sambil tertawa geli.
"Masa, sih?" Aku melihat sekitarku. Dengan tampang tolol, aku memandangi sekitar jalan, berharap sebuah angkot lewat. Tak satupun yang lewat. Setelah itu, aku menepuk keningku dengan kesal dan sedikit rasa malu.
"Hm..., kamu mau kemana, Nat?" Vinsen menunjuk ke arah tas dan barang-barangku yang lain.
"Oh iya, aku mau jalan-jalan aja sih, di pulau ini. Aku dengar, di sini banyak destinasi wisata yang keren abis." Aku tersenyum ke arah pria itu.
"Oh.... Trus, kamu sendiri aja? Emang kamu dari mana?"
"Sebenarnya gak sendiri. Kayaknya aku ketinggalan deh sama tour guide tadi. Mana aku lupa lagi namanya. Aku dari kota seberang sana tuh." Aku menujuk ke arah daratan yang sebenarnya tidak terlihat sama sekali.
"Nat, Nat. Aku serius tau!" Vincen memperlihatkan kekesalannya.
"Sebut saja kota 'Monga'. Pernah dengar gak nama kota itu?"
"Iya, kota yang maju itu kan?"
"Yep.... Betewe, kamu sendiri mau kemana?"
"Aku biasa jalan-jalan sih. Sekalian cari kerja."
"Maksudnya gimana?"
"Aku suka travelling. Kadang, aku sering jadi tour guide para turis luar negeri. And you know..., mereka membayarku cukup mahal, cuma nemenin mereka jalan-jalan doang."
"Enak, ya.... Trus sekarang, gak jadi tour guide?"
"Tadi sebenarnya ada, cuma..., aku pengen free aja dulu. Mau jalan-jalan."
"This is your first time here?"
"Nope. The second time. But..., aku udah hafal banget tempat disini."
"Waw.... Keren banget tuh. So, bisa dong..., kamu jadi guide aku."
"Hm.... Berani bayar berapa?"
"Um..., Maunya berapa?"
"Berapa, ya...."
"Berapa sih?"
"Aku mau-mau aja sih. Just free. Karena aku juga lagi pengen jalan-jalan dan..., dan kali ini gak sendiri. So, let's go together."
Kami tiba di sebuah 'Home Stay' dekat dengan sebuah pantai yang luar biasa indah. Ombaknya yang tinggi. Tak heran jika banyak para peselancar lokal yang ramai-ramai berselancar di sana.
Aku dan Vinsen memutuskan memesan satu kamar untuk berdua. Masalah tidur dan sebagainya akan diatur sedemikian rupa. Tujuannya..., kalian tahu sendiri. Untuk berhemat.
"Udah berapa lama jadi traveller?" Vinsen menyodorkan sebotol jus jeruk.
"Sejak umur tujuh belas sih. Hm..., udah enam tahunan lah." Aku mengambil jus itu.
"Masih baru ya.... But i think, kamu sudah menjelajahi separuh bumi ini."
"Hahaha.... Jangan ngeledek deh." Aku menepuk pundak Vinsen. "Belum lah. But, udah banyak sih."
"Hahaha. Iya iya. Misalnya, kamu dikasi kesempatan untuk jalan-jalan..., bakal kemana?"
"Actually, aku lebih suka ke daerah-daerah terpencil sih. Because, alamnya masih banyak yang belum dijamah gitu," jelasku.
Hari sudah sore. Usai mandi, aku duduk di teras home stay, sambil memandang ke arah pantai. Seorang pria datang menghampiriku.
"Permisi, boleh saya duduk di sini?" Dia menunjuk ke sampingku.
"Oh, ya. Silakan." Aku menggeser sedikit. Kamipun berbincang-bincang.
Pria itu ternyata turis luar negeri yang sudah lama pindah ke tempat itu.
Beberapa lama berbincang, pria itu membawa dua botol minuman. Kami menikmati minuman itu sambil membicarakan sesuatu yang menarik.
Malam ini, aku duduk di atas kasur. Vinsen juga duduk dalam kamar itu namun di sofa. Aku sibuk memandangi ponselku. Meski demikian, masih kusadari bahwa sesekali Vinsen memandangku. Aku berusaha mengabaikannya. Kemudian, pandangan kami bertemu. Kami saling menatap.
Vinsen berdiri lalu berjalan mendekatiku. Malam sudah mulai larut. Vinsen duduk di sampingku.
"Kenapa belum tidur?"
"Eh..., anu..., itu...,"
Vinsen mendekat ke arahku. Wajahnya semakin dekat ke wajahku. Dengan rasa takut, aku memejamkan mataku. Bisa kurasakan, bibirku dikecup olehnya. Saat itu, jantungku berdetak sangat kencang. Nafasku seketika sesak. Aku mendorong tubuh Vinsen. Masih dengan nafas yang terputus-putus. Vinsen menatapku menambah ketakutanku.
Aku perlahan bernafas tenang. Meski sebenarnya jantung masih berdetak sangat kencang. Vinsen kembali mengecup bibirku. Akhirnya akupun menanggapi kecupannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
AvinkaMutiaraAprillia
semangat thor
salam dari #Terjebakcintakakaktingkat
2021-06-05
1
Ayu Maulida
loh cewek tomboy kok mau dicium seharusnya ad penolakan dlh donk
2021-06-01
1