Hari semakin malam. Hujan baru redah. Aku melihat ke arah luar jendela. Badai pun sudah redah. Air laut menjadi tenang.
"Besok pasti jadi." Aku menutup gorden jendela lalu berbaring di atas kasur. Aku meraih ponselku yang terletak di atas meja lalu memeriksa beberapa pesan masuk.
"Nat.... Kamu apa kabar?"
Aku hanya memandangi pesan itu dengan penuh heran.
"Ini nomor siapa lagi?" Aku menanyakan siapa orang itu.
Kemudian, orang itu membalas pesan yang membuatku tercengang membacanya. Aku pun meletakkan ponselku. Beberapa kali pesan masuk, namun aku mengabaikannya.
(Ponselku berdering)
Aku mengangkat telpon itu lalu hanya mendengarkannya tanpa berbicara sedikitpun.
Panggilan berakhir setelah sekian kali ku diamkan orang itu berbicara.
"Nat, kamu mau gak jadi pacar aku?" Endru berlutut dengan setangkai bunga di tangannya.
"Hm...." Aku masih menatap Endru dengan bingung.
"Endru...!" Nadila menggandeng tangan Endru lalu pergi meninggalkanku. Aku masih menoleh ke arah
Endru yang pergi bersama Nadila. Endru juga sempat menolehku namun tetap memilih pergi dengan wanita itu.
Perasaanku menjadi sedih dan kecewa terhadap Endru. Jika dia benar-benar menyayangiku, dia tidak akan meninggalkanku lalu pergi dengan wanita lain.
"Nat?" Gerri menepuk pundakku.
Aku tersadar dari lamunanku tentang masa SMA ku dengan Endru. Orang yang dari tadi menelponku.
"Kamu gak pa pa Nat. Melamun aja dari tadi." Gerri menyodorkan secangkir kopi. "Diminum kopinya. Ntar kedinginan." Gerri duduk di sampingku.
"Thanks ya Ger." Aku melempar senyum kecil ke ara Gerri.
"Eh.... Kamu udah makan?"
"Udah kok."
"Baguslah. Lagi mikirin apa sih, murung aja nampaknya." Gerri melirik ponselku yang masih berdering.
Aku dengan perlahan meraih ponselku lalu menonaktifkannya.
Gerri menatapku dengan heran.
"Gak pa pa kok Ger. Hehehe."
Gerri hanya menatapku dengan penasaran.
"Aku tidur ya." Gerri berbaring di atas sofa sambil menarik selimutnya menutupi tubuhnya.
"Ger.... Tidur sini aja, sama aku. Gak pa pa kok." Aku menepuk kasur.
"Eh, gak deh. Gak pa pa. Sini aja."
"Gerri! Tidur di sini aja." Aku menatap Gerri sambil melambai.
"Yah udah deh, kalau maksa." Gerri berjalan mendekati ku lalu berbaring.
Aku berbaring lalu menarik selimutku. Aku berbaring membelakangi Gerri.
"Nat.... Kalau ada masalah, cerita aja. Gak pa pa kok." Gerri menghelus bahuku.
Aku hanya menepuk tangannya yang menghelus pundakku.
Aku masih terjaga di tengah malam. Gerri terlihat sudah terlelap.
Aku mengambil ponselku lalu perlahan membaca pesan dari Endru. Aku hanya terdiam membacanya.
Setelah beberapa tahun lamanya, baru sekarang dia mengabariku.
Kumatikan ponselku lalu kembali berbaring. Baru saja berbalik, Gerri memelukku. Aku mencoba memindahkan tangannya, namun dia kembali memelukku. Akhirnya aku membiarkannya memelukku.
Malam itu cukup dingin meski sudah mengenakan
selimut tebal. Maka dari itu kubiarkan Gerri memelukku. Setidaknya bisa membantuku agar tidak begitu kedinginan.
Aku memandangi Gerri. Tiba-tiba saja, Gerri menatapku balik.
Aku terkejut lalu dengan sesegera menutup mataku. Berharap Gerri tidak menyadari bahwa aku menatapnya tadi.
Gerri hanya tersenyum.
Kemudian kembali memelukku semakin erat lalu memejamkan mata. Aku pun menghela napas panjang.
Hari sudah larut. Aku pun memutuskan untuk tidur dalam pelukan Gerri.
Pagi pun tiba. Usai menelpon pemilik bot yang akan membawa kami ke pulau berikutnya, aku mengemasi barang-barangku lalu meletakkannya di teras, dibantu oleh Gerri.
Aku dan Gerri berjalan ke pelabuhan lalu menaiki bot. Bot pun berlayar dengan kencangnya. Tak beberapa lama, kami pun sampai.
Aku turun dari bot disusul oleh Gerri yang sekaligus membawa barang-barang kami turun. Usai membayar upah bot, kami pun berjalan meninggalkan pelabuhan.
Aku memperhatikan sekeliling tempat itu. Desa kecil yang indah. Sayangnya ada banyak sampah di sekitarnya.
Aku dan Gerri berkeliling desa itu. Hingga tiba di sebuah pekarangan, terlihat banyak anak-anak yang berkumpul. Terdapat pula orang dewasa di sana. Mungkin sedang ada kegiatan belajar mengajar di sana.
Anak-anak terlihat serius memperhatikan papan tulis dan mendengarkan seseorang menjelaskan di depan mereka semua.
Seorang wanita berdiri menemani pria yang menjelaskan materi kepada anak-anak.
Aku memandangi mereka. Aku terpaku pada seorang pria yang sedang memegangi kamera sambil mengambil beberapa gambar kegiatan mengajar tersebut.
"Bro, ada kegiatan apa di sini?" Gerri berjabat tangan dengan seorang pria yang berada di lokasi itu.
Aku menyusul Gerri.
"Ini ada sukarelawan dari kota yang mengajar anak-anak di desa ini mas," jawab pria itu.
"Ini sudah lama ya Bro?" Gerri melihat ke arah pengajar itu.
"Yah.... Tidak begitu lama sih mas. Baru seminggu berjalan. Mas sama mbak juga sukarelawan ya?"
Aku dan Gerri saling menatap ragu.
"Ah.... Iya Mas. Kita juga sukarelawan dari kota." Aku berkedip ke arah Gerri.
"Iya bro," dukung Gerri.
"Ya sudah, bergabung saja dengan kawan-kawan yang lain Mas, mbak."
"Iya mas." Aku berjalan mengikuti pria itu bersama dengan Gerri.
Usai perkenalan, aku dan Gerri beekumpul dengan para sukarelawan. Saling berkenalan. Dari tempat berkumpul, aku memperhatikan pria tadi.
"Itu namanya Ak Han." Deshy salah satu sukarelawan berbisik sambil menunjuk Ak Han.
"Aw.... Fotografer?" tanyaku.
"Yap. Dia mahasiswa jurusan fotografi."
"Owh."
Aku dan teman-teman yang lain berkumpul bersama anak-anak di pekarangan untuk menikmati makan siang bersama.
Ak Han terlihat sibuk memotret kegiatan demi kegiatan yang berlangsung. Aku terus-terusan memandangnya dari kejauhan.
Ak Han. Nama yang keren, gumamku. Aku masih memandanginya.
"Nat! Liatin apa sih?" Gerri menyenggolku.
"Keren yah Ger...." Aku masih menatap Ak Han.
"Oh ya dong." Gerri dengan PD nya menghelus rambutnya.
"Bukan kamu Ger. Tapi cowok itu." Aku menunjuk ke arah Ak Han.
Tiba-tiba aku tersadar. Kemudian langsung menatap Gerri yang dari tadi menatapku.
Usai makan siang, aku melihat Ak Han duduk di bawah sebuah pohon sambil melihat-lihat hasil potretannya.
"Hai...." Aku duduk di sampingnya.
"Uhm.... Hai." Dia masih asyik memperhatikan kameranya.
"Sibuk ya."
"Iya. Lagi lihatin foto-foto untuk dokumentasi."
"Yah udah, aku balik aja. Takut ganggu." Aku berdiri lalu hendak berjalan meninggalkan dia.
"Namaku Han, Ak Han."
Langkahku terhenti ketika dia justru baru memperkenalkan dirinya.
Aku kembali duduk di sampingnya.
"Namaku Nat. Bukannya kamu sibuk. Ntar kalau aku di sini, kamu bakal keganggu."
"Gak."
Nih orang dingin banget, batinku.
"Hm..., maaf kalau kamu mikir aku orangnya dingin. Lagi gak mood aja sih."
"Loh, kenapa emangnya?"
"Dari tadi aku kurang nyaman di pandang-pandang.
Emang ada yang salah dari penampilanku yah?"
Loh, dia ternyata sadar kalau aku merhatiin dia, batinku lagi.
"Iya lah, aku sadar."
"Kamu orangnya insecure-an ya."
"Bukan. Aku orangnya cuek, kata orang sih." Ak Han mengelap kameranya.
"Kelihatan kok. Agak cuek."
"Hahaha." Dia menatapku.
"Kenapa sih?" Aku menatapnya dengan malu-malu.
"Gak pa pa." Ak Han kembali memperhatikan kameranya.
Aneh banget nih orang. Pantesan gak ada yang mau deketin, batinku lagi-lagi.
"Bukannya gak ada yang mau deketin, aku aja yang ngehindar.... Aku tuh kurang suka ngumpul sama orang yang kurang cocok sama aku. Aku orangnya mudah bosan dan kurang tertarik dengan sesuatu yang menurutku, apa sih."
"Kamu bisa baca pikiran orang ya?" Aku menatapnya heran.
"Jangankan isi pikiranmu, isi hatimu pun aku bisa tau."
"Hahaha. Keren...."
Kegiatan sudah selesai. Aku dan yang lainnya berkumpul. Ternyata hari ini adalah hari terakhir mereka di desa itu.
Usai berkumpul dan berbincang-bincang. Di sana terdapat beberapa tenda. Aku dan Gerri kembali ke tenda kami.
Rencananya malam ini juga aku dan Gerri akan melanjutkan perjalanan kami mencari penginapan untuk malam ini.
"Nat, aku capek banget nih. Besok aja ya lanjutin perjalanannya. Aku mau tidur dulu." Gerri masuk ke dalam tendanya.
Sedangkan aku masih duduk di depan tendaku. Aku memandangi langit yang penuh bintang. Malam itu langit cukup terang.
"Hey. Belum tidur?" Han berdiri di depanku.
"Eh.... Belum nih. Masih belum ngantuk. Kamu sendiri?"
"Sama. Aku habis jalan-jalan tadi di sana." Han duduk di sampingku. "Mau pergi jalan dulu gak?" lanjutnya.
"Boleh. Yuk." Aku bergegas berdiri.
"Yuk."
Aku dan Ak Han duduk di sebuah pelabuhan. Tepatnya di tepi laut sambil memandangi langit. Sesekali Han memotret langit.
Aku hanya memandangnya dengan rasa kagum. Pria bule yang sepertinya sudah lama di Indonesia. Terlihat dari bahasanya.
Dia tinggi, memiliki tubuh yang kekar, kulit putih, hidung mancung, rambut yang sedikit kepirangan.
Sayangnya dia terlalu cuek. Meski begitu, aku tetap mengaguminya.
"Besok balik ke kota?"
"Yap. Kamu?" Han melihatku.
"Hm.... Aku dan Gerri ada perjalanan besok. Jadi belum bisa balik ke kota."
"Gerri itu pacar kamu?"
"Ah.... Bukan. Teman. Kita teman."
"Baguslah."
Aku hanya tersenyum mendengar responnya.
"Balik yok. Udah larut." Han berdiri.
"Yok."
Kami pun berjalan menuju perkemahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments