"Kak Siti!" Aku mengetuk pintu kamar pengasuhku.
Kak Siti pun membuka pintu.
"Kenapa Nat, malam-malam gini bangunin kak Siti."
"Kak, kita ke rumah sakit yok. Tadi mama nelpon aku tapi gak ke angkat. Aku udah coba telpon balik, tapi nomor mama gak aktif. Aku kwatir sama mama, papa. Buruan kak." Aku menarik tangan kak Siti.
Kami pun langsung menuju ke rumah sakit menggunakan mobil.
Setibanya di rumah sakit, aku dan Kak Siti langsung berlari ke kamar rawat papa. Aku menjadi sangat cemas ketika kulihat mama menunggu di luar.
"Ma, papa kenapa?" Aku menatap mama yang terlihat gelisah.
"Mama gak tau Nat. Papa lagi diperiksa sama dokter." Mama memelukku.
Aku pun mencoba menenangkan mama yang lebih cemas dariku.
Beberapa jam kemudian, dokter keluar. Aku pun langsung mendekati dokter untuk menanyakan keadaan papa.
Seketika, aku terkejut dan langsung syok mendengar kabar dari dokter.
Mama langsung pingsan mendengar perkataan dokter. Para perawat langsung menangani mama.
Aku masuk ke dalam ruang rawat papa dengan tangis yang tak bisa terbendung lagi. Aku menangis sejadi-jadinya.
Malam itu adalah hari terakhir aku melihat papa. Papa pergi meninggalkanku dan mama.
Detik itu juga, aku menjadi merasa menyesal telah meninggalkan papa dalam keadaan sakit.
Aku menyesal tidak mendengarkan kata-kata mama. Aku benar-benar menyesal.
Air mataku masih mengalir deras sambil menatap wajah papa. Aku memeluk erat tubuh papa.
Air mataku menetes jatuh mengenai papa. Aku benar-benar sangat terpukul karena kepergian papa demikian dengan mama.
Setelah pemakanan jenazah papa, aku dan mama kembali ke rumah. Aku masuk ke dalam kamar.
Aku Termenung memandangi foto papa. Aku lagi-lagi menangis membayangkan semua tentang papa.
Mama masuk ke dalam kamar lalu memelukku dengan berderai air mata.
"Ma.... Maafin aku ya. Aku gak ngederin kata mama waktu itu. Aku menyesal ma." Aku masih dalam pelukan mama.
"Iya sayang. Bukan salah kamu kok papa pergi ninggalin kita. Tuhan lebih sayang dia kan," ucap mama mengusap air mataku. "Kita harus merelakan kepergian papa. Mama yakin, papamu pasti sudah tenang di sana." Mama keluar dari kamarku usai mengecup keningku.
Pagi ini, suasana menjadi berbeda. Canggung tanpa kehadiran papa.
Biasanya mama akan masuk ke kamarku untuk membangunkanku kemudian menyuruhku mandi laku sarapan bersama dengan papa.
Aku berada di meja makan, sambil menikmati sarapan yang sudah disiapkan oleh Kak Siti.
Mama terlihat sibuk mempersiapkan diri pergi ke kantor untuk menggantikan posisi papa.
Tanpa sempat sarapan, mama berangkat usai mengecup keningku. Sedangkan aku, aku berjalan ke garasi untuk memanaskan motor, karena aku harus kembali ke kampus.
Ketika hendak berjalan ke garasi, aku terbayang keadaan dimana papa dulu memanaskan mobil sambil menungguku yang bangun kesiangan.
"Pa, aku kangen," ucapku.
Aku pun berangkat ke kampus.
Setelah hampir setahun mengambil cuti, aku pun kembali ke kampus.
Menjadi seorang gadis yang tomboy, membuatku memiliki banyak teman pria dibandingkan teman perempuan.
"Hai Nat!" Seorang pria setengah wanita itu mengagetkanku.
"Eh, hai Gus." Aku berbalik ke arah pria itu.
"Ih, apaan sih Nat. Nazkal deh dibilangin.... Namaku itu Chi-ress, bukan Bagus. Ih.... Kesel deh." Bagus mengibaskan rambut pendeknya.
"Ha ha ha. Maaf Gus.... Eh, Chiress." Aku tertawa melihat tingkah lucu pria setengah wanita itu.
Aku dan Bagus alias Chiress pun berjalan menuju kelas. Kelas masih kosong dan berantakan.
"Gini amat kelas selama aku gak masuk ya." Aku menggeser meja yang menghambat jalanku.
Dengan berinisiatif, aku dan Chiress merapikan kursi-kursi dalam kelas itu hingga terlihat sangat rapi.
"Wih.... Kayaknya Miss Lingkungan Kelas udah masuk nih...." Seorang laki-laki bernama Jobes datang.
"Betul banget nih." Bryan menepuk pundak Jobes.
"Iya iya dungs. Chiress gitu loh." Lagi-lagi Chiress mengibaskan rambutnya.
"BUKAN LO, JANGAN GE-ER!" teriak Jobes dan Bryan serentak.
Aku tertawa melihat ulah mereka.
"Apa kabar Nat?" Jobes mengelus rambutku.
"Kabar baik. Kalian apa kabar?" tanyaku.
"Kok, kalian sih, orang aku doang yang nanyain kabar kamu. Tanyain dong kabar aku."
"Hahaha. Jobes, apa kabar?" Ledek Bagus.
Kami pun menertawakan Jobes. Dia hanya mampu menggaruk kepalanya yang benar-benar tidak gatal sama sekali.
Usai mengikuti perkuliahan hari itu, aku dan kawan-kawanku pergi bermain basket di lapangan SMA kami, karena lapangan di kampus sedang ada renovasi.
Setibanya di lapangan, aku dan yang lain meletakkan tas di pinggir lapangan. Lapangan sudah diisi oleh anak-anak SMA yang sedang asyik bermain.
Bola mengelinding di bawah kaki Jobes. Seorang siswa dengan tubuh berisi mendekati Jobes.
"Maaf, bang." Dia mengambil bola.
"Eits," Jobes menginjak bolanya sehingga anak gendut itu tidak bisa mengambil bolanya.
Semua terdiam melihat Jobes dengan tatapan kesal.
"Yah udah. Nih bolanya." Jobes pun melempar bola ke ring basket.
"Yey!" Teriak Jobes girang karena berhasil memasukkan bola ke ring.
"Wow." Aku menepuk pundak Jobes salut.
Melihat aksi Jobes, anak-anak SMA itupun menantang kami untuk bermain dengan mereka.
Aku dan kawan-kawanku meregang-regangkan tubuh sebelum mulai bermain sambil menunggu satu teman mereka.
Kami memasuki lapangan basket, teman merekapun datang. Permainan di mulai.
Bola di tanganku , aku melambungkannya, seseorang merebutnya dariku ketika aku hendak mengopernya ke Jobes.
Permainan berlangsung cukup menyenangkan. Di tengah permainan, aku tersandung kaki salah satu dari mereka.
Kakiku terasa sakit dan sedikit cedera, sehingga aku keluar dari lapangan di topang oleh Jobes dan kawan-kawan lain. Anak-anak yang lain masih bermain.
"Kamu gak pa pa Nat?" Jobes membantuku duduk.
"Iya gak pa pa. Cuma cedera dikit kok. Paling keseleo. Udah lanjut main aja gak pa pa kok." Aku menggerak-gerakkan kaki kananku yang keseleo.
Mereka pun lanjut bermain. Sesekali Jobes melihat ke arahku, memastikan bahwa aku baik-baik saja. Sedangkan yang lain terlihat menikmati permainannya.
"Kakak, kok gak main?" seorang gadis SMA yang masih mengenakan seragam duduk di sebelahku.
"Ah.... Ini kaki aku keseleo. Jadi istirahat bentar sih."
"Yah udah kak. Kalau kakak gak keberatan, mari sini aku pijitin. Gak pa pa kok."
"Aduh, gak usah, gak pa pa kok."
"Udah, sini deh kak. Nanti kalau di biarkan, yang ada tambah parah dan membengkak."
"Yah udah deh. Tapi pelan-pelan ya."
Gadis itu pun memijat kakiku.
"Aku Nat. Nama kamu siapa?" Pandanganku mengarah pada gadis itu.
"Namaku Cecei Kak."
"Siswa di SMA ini?"
"Iya kak. Oh ya kak.... Kakak yang itu teman kakak yah?" Cecei menunjuk ke arah Jobes.
"Iya Cei, kenapa? Suka ya?"
Cecei hanya tersenyum malu.
"Kamu kenal sama dia?"
"Kakak kelas aku kak waktu SMP."
"What? SMP?"
"Iya kak. Oh ya kak, ini nanti kakinya di kompres sama es batu aja kak, sambil di pijitin pelan-pelan. Dikit lagi mendingan kok."
"Kok kamu bisa tau yang beginian sih."
"Aku udah sering bertemu sama yang kayak gini kak. Diajarin mama juga."
"Wah, hebat ya. Oh ya, thanks ya Cei." Aku meregangkan kakiku yang sudah cukup membaik.
"Oh yah kak, aku duluan ya, udah dijemput sama kakak aku. Get well soon ya kak." Cecei berdiri lalu berjalan menyusul seorang pria yang sedari tadi berdiri dari kejauhan.
note: maaf yah rekan-rekan, lama updatenya, karena ada sedikit kendala.
#semoga menghibur ya, ceritanya. maaf kalau tidak sempurna,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments