Aku kembali ke tenda. Dari dalam tenda, aku memperhatikan Han yang berjalan ke tendanya. Aku berbaring usai menutup resleting tenda.
Aku dan Gerri mengemasi barang-barang. Kemudian berkumpul dengan yang lain.
"Nat, aku boleh pinjam ponsel kamu gak? Hp ku hilang gak tau letak di mana," ucap Han.
"Boleh. Bentar yah." Aku merogoh ponselku dari dalam kantong celanaku.
Han mengetik nomornya kemudian memiskol nomornya.
"Suara deringnya gak jauh dari sini." Han memeriksa tasnya lalu benar saja, ponselnya berada dalam tasnya.
"Nih, Nat. Thanks yah ponselmu." Han mengembalikan ponselku.
"Iya sama-sama."
Gerri dan aku berada di sebuah warung untuk menikmati sarapan. Setelah beberapa lama, aku dan Gerri melanjutkan perjalanan.
"Nat, kita mau ke mana sih?"
"Ke pedalaman Ger."
"Oh. Oke deh. Cus."
Dengan bersemangat, Gerri mengangkat barang-barang kami.
Sebagai pendatang di desa teesebut, aku dan Gerri langsung melapor kepada yang berwenang di desa itu.
"Bakal lama kayaknya di sini?" Gerri menggarut kepalanya.
"Bisa jadi sih. Tapi kamu masih mau nemanin aku kan?" Aku menepuk pundaknya Gerri.
"Iya Nat. Kalau soal itu, kamu tenang aja. Jadi kita mau nginap lagi nih?"
"Iya Ger."
Aku dan Gerri hendak berjalan mencari penginapan. Seorang wanita mendekati kami dengan ekspresi seolah mengenali kami.
"Diah?" Gerri mendekati wanita itu.
"Yah, bener. Gerri!?" Wanita itu menatap Gerri memastikan bahwa lelaki yang bersamaku itu adalah Gerri.
Ternyata Gerri dan Diah adalah teman dekat yang setelah sekian lama baru bertemu. Bisa dibilang, teman SMA. Kebetulan, Diah adalah warga di desa itu dan memiliki rumah sendiri, sehingga kami dibolehkan tinggal di rumahnya.
Diah bekerja di sebuah kantor desa setempat, entahlah posisi apa dan dia tinggal sendiri di rumah yang cukup besar itu. Sebenarnya dia bukan warga asli. Dia pindah karena urusan pekerjaan.
"Makasih yah Yah. Udah ngasih kita tempat," ucap Gerri.
"Iya Ger. Santai aja lah. Anggap aja di rumah sendiri. Oh ya, aku ada kerjaan nih, aku tinggal dulu yah. Kalian istirahat aja dulu. Semuanya ada di rumah kok. Aku pergi dulu ya, Ger, Nat." Diah pun meninggalkan kami di rumahnya.
Sore ini, aku duduk di teras rumah sambil memperhatikan sekeliling. Udaranya sangat sejuk.
"Hai Nat." Diah melepas sepatunya sambil melihat ke arahku.
"Hai, baru pulang Yah." Aku menoleh ke arah Diah.
"Iya nih. Biasanya sih lembur. Untung aja kali ini gak ada lembur. Aku masuk dulu ya Nat. Mau mandi." Diah masuk ke dalam rumah.
"Hai. Udah di mana sekarang?" Sebuah pesan masuk.
Aku terkejut melihat nama kontaknya. Aku pun membalas pesan singkat dari Han sambil senyum-senyum sendiri membaca pesan darinya.
Aku berjalan ke dalam rumah. Langkahku terhenti, ku lihat dari jauh, Gerri dan Diah sedang mengobrol di ruang Tv. Mereka terlihat sangat senang dengan tawaan mereka. Karena tak ingin mengganggu, aku pun berjalan keliling rumah itu.
Aku menyusuri jalan kecil di desa itu. Dari seberang, persawahan terlihat hijau dan luas. Aku pun berjalan ke persawahan.
Sekelompok anak-anak terlihat bermain lumpur.
"Hei, kalian ngapain main kotor-kotor?" Aku mendekat ke arah anak-anak itu.
"Ini kak, kami lagi ngariin belut. Nih udah dapat banyak." Seorang anak perempuan mengangkat keranjang yang berisi belut.
"Wah.... Banyak juga yah."
Mereka terlihat sangat bersemangat menangkap belut dengan tangguk. Aku memandangi mereka dengan salut.
Seseorang menaiki sebuah motor ke arahku. Dia melaju dengan sangat kencang. Karena ketakutan, aku pun melompat ke lumpur. Akhirnya bajuku berlumuran lumpur.
"Aduh...!" Pengendara motor itu terjatuh ke semak-semak.
Motornya pun ikut terjatuh.
Aku melihat ke arahnya. Kaki dan tangannya terluka. Aku pun bergegas menolongnya.
"Makanya mas, jangan kencang-kencang dong. Gini kan jadinya." Aku membantu pria itu berdiri.
"Maaf neng. Saya tidak sengaja. Tadi motor saya gak biisa ngerem trus bannya licin." Pria itu meniup tangannnya yang sedikit berdarah.
"Mas gak pa pa kan?" Aku membantu pria itu mendirikan motornya.
"Iya neng, gak apa apa. Sekali lagi maaf ya neng."
Karena merasa bersalah, pria itu pun mengantarkanku ke rumah Diah.
"Iih, Nat..., kamu kenapa?" Gerri mendekatiku.
"Ini tadi ada sedikit kecelakaan sama mas mas itu." Aku menunjuk ke arah pria tadi.
Usai mandi, aku berbaring di kamar sambil mengobrol dengan Han di Whatsapp.
Seseorang mengetuk pintu dari luar. Aku pun bergegas membukakan pintu.
"Loh, mas tadi? Cari siapa mas?"
"Yah neng. Saya ke sini mau ngasi makanan sebagai permintaan maaf saya masalah tadi. Saya jadi gak enak sama nengnya." Pria itu memberikan sebuah bungkusan kepadaku.
"Loh mas. Kan saya udah bilang, gak pa pa. Ngapain repot-repot. Tapi yah udah lah mas. Terima kasih loh ya mas."
Kami pun berkenalan. Namanya Andri. Anak juragan sawit di desa itu. Namun sifatnya ramah meski anak juragan.
Beberapa hari tinggal di desa, aku dan Andri menjadi dekat. Kadang-kadang Andri mengajakku memancing di sungai tiap sore. Sedangkan Gerri dan Diah terlihat semakin akrab. Sesekali kami pergi jalan-jalan bersama.
"Nat, kamu pulang ya. Papa mu dirawat di rumah sakit. Papa koma Nat. Udah seminggu lamanya." Mama terdengar menangis.
"Yah ma. Aku akan balik." Aku menutup telpon dari mama.
Malam ini, Andri mengajakku jalan-jalan ke pasar malam. Kami pun pergi dengan 'moge' nya.
Tiba di pasar malam, Gerri mengajakku membeli beberapa barang lalu memberikannya padaku. Katanya, sebagai kenang-kenangan.
"Ndri.... Besok aku harus balik ke rumah mama, papaku. Papaku lagi di rawat di rumah sakit. Papa koma." Aku menatap Andri.
"Uhm.... Yah udah, balik aja. Gak pa pa." Dia tersenyum ke arahku.
Usai makan di warung, kami pun pulang. Andri mengantarku ke rumah Diah.
Malam itu, aku langsung mengatakan keberangkatan kepada Gerri. Dia pun setuju dan ikut bersamaku, namun tidak bisa ikut sampai ke kota. Aku akan pulang sedangkan Gerri akan pulang ke rumahnya.
Pagi ini, setelah sarapan, aku dan Gerri langsung berangkat ke pelabuhan. Diah tak sempat mengantar kami karena ada pekerjaan pagi itu.
Setibanya di pelabuhan, Andri menyusul lalu menemuiku.
"Aku akan kembali ke sini lagi, kalau semua sudah baik-baik lagi." Aku tersenyum ke arah Andri.
Tiba-tiba Andri memelukku.
"Aku bakal nungguin kamu Nat." Di melepas pelukannya.
"Nat, yok." Gerri menarik tanganku.
"Hati-hati Nat." Andri meyentuh pipiku.
Aku dan Gerri pun naik ke dalam bot lalu berlalu.
Gerri sudah kembali ke rumahnya. Sedangkan aku, aku harus menaiki sebuah kapal untuk kembali ke kota.
"Ma!" Aku membuka pintu kamar.
Aku mencari ke seluruh ruang rumah, namun aku tak menemukan keberadaan mama. Aku pun langsung berangkat ke rumah sakit usai pengasuhku memberitahuku.
"Ma...." Aku mendekati mama dan papa yang terbaring.
"Nat." Mama memelukku dengan sedikit tangis.
"Papa kok bisa kayak gini sini ma?" Aku melihat papa yang sedang terbaring.
"Kata dokter, papa cuma kelelahan dan banyak beban pikiran." Mama menghelus bahuku.
Aku menciun tangan papa.
"Pa, cepat sembuh dong pa." Aku menghelus pundak papa.
"Ma, mama pulang aja. Biar aku yang jagain papa."
"Mending kamu aja yang pulang sayang. Biar malam ini, mama yang jagain papa. Kamu kan baru pulang, pasti kamu capek."
"Yah udah deh ma. Nanti aku minta tolong sama kak Siti ( pengasuh ) buat ngantarin makanan. Aku pulang dulu ya ma." Aku mencium tangan mama lalu pulang ke rumah.
Beberapa lama setelah mandi, aku menikmati makan malam di kamar sambil memandangi ponselku. Berharap pesan masuk.
Gerri menanyakan kabarku dan juga orang tuaku via sms. Disusul oleh Han dan Andri. Bergilir, mereka menelponku. Malam ini Han menelponku dengan video call.
Malam pun semakin larut. Usai mengobrol dengan Han, aku pun memutuskan untuk tidur.
Ketika aku terlelap, tiba-tiba ponselku berdering. Ketika ku periksa, mama menelponku kesekian kalinya. Aku pun menelpon balik, namun nomor mama tidak aktif.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments