Menggoda

Detik demi detik, hari demi hari, hingga sampailah dimana Cahaya sudah melewati masa idahnya. Adam masih memberikan waktu pada Cahaya untuk lebih jauh mengenalnya.

Pagi pagi sekali, Cahaya sudah bersiap untuk pergi mengantar Ali ke kelasnya. Sementara Ali sedang merapihkan buku buku pelajaran nya. Tiba tiba hapenya bergetar, Cahaya melihat nama pak Anwar yang kini menghubunginya. Cahaya langsung mengangkatnya.

"Assalamualaikum pak Anwar" ucap Cahaya.

"Apa kabar mantan istriku"

Deg

Deg

Deg.

Cahaya langsung terkejut mendengar suara Saka dibalik sambungan telepon itu.

"Mas Saka????"

"Kau pasti kaget kan kenapa aku bisa. menghubungimu menggunakan nomernya pak Anwar?' tutur Saka. Cahaya sudah ketakutan.

"Kau mau apa mas. Mana pak Anwar, kenapa kau bisa menghubungi ku" ucap Cahaya. Saka malah tertawa.

"Pak Anwar ada di tanganku. Berani beraninya dia menyembunyikan mu dengan Ali. Jadi dia harus menanggung sendiri akibatnya" tegas Saka. Cahaya sudah mulai ketakutan.

"Apa yang kau perbuat pada pak Anwar?, kumohon jangan sakiti dia" Cahaya memohon. Lagi lagi Saka tertawa.

"Katakan sekarang kau ada dimana?" tanya Saka.

"Kau tidak perlu tau aku ada dimana, kita sudah tidak punya hubungan apa apa lagi. Jadi berhentilah mengganggu hidupku" tegas Cahaya.

"Kau memang bukan siapa-siapa lagi. Tapi Ali adalah putraku. Jadi kembalikan Ali padaku," ucap Saka dengan nada mengancam.

"Sampai kapanpun aku tidak akan membiarkan kau mengambil putraku"

"Kau pikir aku tidak bisa mengambil Ali darimu. Aku bisa melakukan apapun untuk mendapatkan sesuatu yang kuinginkan" tutur Saka.

"Kau sudah gila mas" gerutu Cahaya sambil mematikan hapenya.

"Ya Allah lindungi aku dan Ali, jangan biarkan Saka menemukan keberadaan kami" batin Cahaya.

Cahaya sudah ketakutan.

"Ibu kenapa?" tanya Ali. Seketika itu pula Cahaya langsung memeluk erat putranya.

"Ya Allah jangan biarkan mas Saka mengambil Ali hanya untuk kepentingannya, apa lagi menyangkut soal warisan" batin Cahaya.

"Ali dengarkan ibu ya, kau jangan keluar gerbang pesantren. Kalau ibu belum pulang, kau pergilah ke asrama putra atau main sama Tante Syifa. Ali tidak boleh sendirian, kalau ada orang yang tidak dikenal mendekati Ali, Ali harus langsung lari atau minta tolong" tutur Cahaya menjelaskan.

"Iya ibu"

"Satu lagi, Ali harus hati hati sama Ayah. Ali juga jangan mau jika Ayah mengajak Ali pergi" ucap Cahaya kembali. Ali pun mengangguk.

"Ayo Ibu antar kau ke kelasmu"

Cahaya pun berjalan bersama Ali menuju kelasnya. Cahaya sudah menggenggam lengan putranya dengan erat. Sejak mantan suaminya itu menghubunginya, Cahaya semakin khawatir, ia sudah hafal bagaimana sikap dan perilaku Saka.

Sesampainya di gerbang sekolah, Cahaya langsung menyuruh Ali untuk segera masuk. Ali pun menurut dan langsung masuk ke kelasnya dan ikut bergabung bersama teman temannya.

_ _ _ _ _ _ _

Setengah jam sebelum Ali selesai belajar, Cahaya sudah minta izin untuk menjemput putranya itu lebih awal. Cahaya sudah berhati hati, ia tidak mau Ali sampai diculik oleh Saka.

Seketika itu pula Cahaya bergegas berlari dari rumah makan nya Erika menuju pesantren. Di depan toko buku, Cahaya menabrak Ibra yang baru saja keluar dari toko bukunya.

BRUUUGH.

Cahaya terjatuh.

"Awwww"

"Astaghfirullah alazim, kau tidak apa apa?" tanya Ibra sambil membangunkan Cahaya.

"Tidak apa apa, maaf aku sedang buru buru hingga tidak sengaja menabrak bapak" ucap Cahaya. Tiba tiba Cahaya terdiam ketika melihat Ibra.

"Lain kali hati hati" ucap Ibra mengingatkan. Cahaya hanya diam saja sambil mengingat ngingat siapa laki laki yang ada di hadapannya itu.

"Sepertinya aku pernah melihatnya, tapi dimana ya aku lupa. Tapi wajahnya sedikit tidak asing bagiku. Tapi aku lupa" batin Cahaya sambil mengingat ngingat.

"Kau kenapa?" tanya Ibra.

"Apa bapak pernah tinggal di Jakarta sebelumnya?" tanya Cahaya penasaran. Ibra pun terdiam.

"Aku lahir di Jakarta, namun ketika usiaku 17 tahun, aku pindah kesini. Apa kita pernah bertemu di Jakarta?. Dan sepertinya aku pernah melihatmu di pesantren. Aku ini ayahnya AL" ucap Ibra.

"Aku pun dari Jakarta. Aku pindah ke pesantrennya kiyai Husen beberapa bulan yang lalu"

Tiba-tiba Cahaya teringat Ali, hingga kekhawatiran pun muncul kembali.

"Maaf, aku permisi sedang buru buru, sekali lagi aku minta maaf karena telah menabrak. Assalamualaikum" pamit Cahaya yang kini sudah berlari kembali. Ibra pun merasa aneh melihat kepergian Cahaya.

Ketika Cahaya sampai di depan gerbang. Dilihatnya suasana masih nampak sepi, para santri belum selesai belajar. Cahaya pun berdiri setia menunggu putranya itu.

Satu persatu para santri keluar kelas dari berbagai usia. Adam pun berjalan untuk pulang, tiba tiba ia tersenyum ketika melihat Cahaya yang sedang berdiri di depan gerbang. Sementara Ali keluar belakangan karena Ali pergi ke toilet dulu.

Adam pun mendekati Cahaya.

"Apa kau sedang menungguku?" tanya Adam sambil tersenyum senyum. Cahaya langsung mengernyit.

"Aku sedang menunggu Ali" jawab Cahaya.

"Adikmu sedang ke toilet dulu" ucap Adam sambil tersenyum senyum. Cahaya malah mengernyit.

"Ali itu putraku bukan adiku" gerutu Cahaya.

"Putra kita bukan?" tanya Adam sengaja menggoda hingga Cahaya memicingkan matanya. Adam yang melihat pun langsung tertawa.

"Tidak usah memberikan tatapan menusuk begitu, nanti aku tidak bisa mengendalikan diri" ucap Adam sambil menunduk.

"Maksudnya?"

"Kau terlihat menggemaskan. Tanteku yang selebor saja kalah menggemaskan nya darimu" ucap Adam sambil tersenyum senyum. Cahaya hanya mengernyit.

"Apa kau sedang menggodaku?" tanya Cahaya. Adam malah tertawa.

"Kalau kau merasa tergoda, anggap saja kalau aku memang sedang menggodamu kakak Cahaya yang cantik" Adam tersenyum senyum sambil menunduk. Cahaya sudah mengerucutkan bibirnya merasa aneh ketika digoda lelaki yang lebih muda darinya. Tiba tiba Ali datang.

"Ibuuuu"

Ali pun berlari mendekati ibunya lalu memeluknya. Cahaya pun tersenyum.

"Ayo kita pulang" ajak Cahaya. Ali pun mengangguk ngangguk.

"Ustad Adam, kita permisi pulang duluan assalamualaikum" ucap Cahaya.

"Panggil aku Adam saja, bukankah usiaku lebih muda darimu, setidaknya biar kita lebih akrab kedengarannya" tutur Adam.

"Bukankah kalau aku memanggilmu dengan nama saja akan terdengar kurang sopan meskipun kau lebih muda dariku"

Adam pun tersenyum.

"Ya sudah jika kau tidak mau memanggilku Adam, kau panggil aku sayang saja, insya Allah aku ikhlas lahir batin" ucap Adam sambil tersenyum senyum. Cahaya langsung mengernyit.

"Ada apa sebenarnya dengan laki laki yang ada di hadapanku ini?, apa benar dengan yang dikatakan orang orang kalau Adam terkena gangguan saraf yang diakibatkan oleh pukulanku waktu itu?" batin Cahaya.

"Apa pundakmu masih sakit?" tanya Cahaya. Adam menggeleng.

"Kenapa?" tanya Adam.

"Aku hanya takut ada efek akibat pemukulan waktu itu hingga mengganggu saraf di kepalamu. Sekali lagi aku minta maaf" ucap Cahaya.

"Aku sudah memaafkanmu. Aduuuh duh duh sakit" modus Adam hingga Cahaya terkejut ketakutan.

"Kau kenapa ustad?" tanya Cahaya khawatir.

"Pundakku sakit, sepertinya kau benar, ada gangguan saraf di kepalaku akibat pemukulan itu" tutur Adam pura pura. Cahaya malah ketakutan.

"Ayo kuantar kau ke klinik"

"Kau harus bertanggung jawab Aya" pinta Adam. Cahaya pun mengangguk ngangguk.

"Iya aku akan bertanggung jawab. Tapi aku bingung apa yang harus aku lakukan?" ucap Cahaya.

"Jika kau ingin bertanggung jawab maka jadilah kau istriku" jawab Adam sambil tersenyum senyum. Cahaya langsung mengernyit, ia baru sadar kalau Adam hanya pura pura sakit.

"Tidak lucu" gerutu Cahaya hingga Adam tertawa tawa.

"Maaf bercanda, tapi jika kau bersedia jadi istriku ya syukur alhamdulilah" ucap Adam sambil tersenyum menghadap ke arah lain. Cahaya hanya diam.

"Dengarkan aku Cahaya. Jika pernikahan yang pertama gagal, mudah mudahan Allah kasih kesempatan yang kedua. Semoga dipernikahan mu yang kedua itu kau mendapatkan kebahagiaan yang belum pernah kau dapatkan di pernikahanmu yang pertama. Dengan siapapun kau berjodoh, kudo'akan semoga kau selalu bahagia. Jika kau butuh bantuan, kau harus ingat, kalau di pesantren ini ada si berondong bersorban yang selalu siap untuk membantumu kapan saja" tutur Adam. Cahaya pun tersenyum.

"Terima kasih,,,, Adam. Assalamualaikum" pamit Cahaya kembali.

"Waalaikum salam"

Adam pun tersenyum melihat kepergian Cahaya dan Ali. Tiba tiba ada yang berdehem dibelakangnya Adam.

"Ehem ehem"

Adam langsung terdiam.

"Duuh perasaanku gak enak nih. Ini bukan suaranya pakde Usman, apalagi pakde Soleh. Ini sih seperti suara berondongnya si Umi" batin Adam.

"Adaaaam"

"Tuh kan bener si Abi, pasti dari tadi dia nguping pembicaraanku sama Cahaya" batin Adam.

Perlahan Adam pun membalikan badannya, dilihatnya Riziq sedang berdiri bersedekap dihadapannya.

"Eh ada Abi" ucap Adam sambil tersenyum malu. Riziq sudah memicingkan matanya.

"Abi dengar barusan kau menggoda si Cahaya?" ucap Riziq sedikit menyelidik. Adam sudah tersenyum senyum malu.

"Abi jangan berpikir yang aneh aneh dulu, nanti aku jelaskan di rumah. Untuk itu jangan memberiku tatapan menusuk begitu" ucap Adam sambil menggandeng Riziq pulang.

Terpopuler

Comments

Neulis Saja

Neulis Saja

😊😊😊

2022-11-17

1

ida ayu damayanti

ida ayu damayanti

mnrutku ayah nya si saka itu syabil ...

2022-05-29

1

Erna Endarwati

Erna Endarwati

Wahh pasti nanti jiwa premannya Ibra pasti berkobar lagi kl sampa berhadapan dengan Saka mantan suami cahaya

2021-06-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!