Ribuan mil dari Elgio Durante ....
Seorang gadis muda tergesa-gesa melewati pertokoan Canal Supernova menuju sekolah menengah atas di pinggiran sebuah distrik.
Ia sampai di gerbang sekolah dan berlarian ketika bel kedua tanda masuk sekolah berbunyi nyaring.
"Marya Corazon ... bisakah lepaskan hoodie-mu? Apa kamu kekasih Spiderman yang harus sembunyikan identitas dari dunia?"
Seorang remaja lelaki mengekor dari belakang berusaha sejajarkan langkah dengan gadis yang bernama Marya itu.
"Menjauhlah dariku, berandal!" desis Marya tidak suka.
Yang dipanggil berandal tersenyum gembira lalu cengengesan. Bukan apa-apa, Marya jarang buka mulut bahkan tak pernah bicara kecuali sangat penting. Jadi, si berandal begitu senang ketika Marya meladeninya. Sekalipun berpenampilan aneh, Marya adalah gadis terpintar di sekolah mereka. Ia selalu ada di peringkat satu papan rangking dan tak pernah bergeser dari sana. Namun, gadis itu penyendiri, tak mudah bergaul. Ia lebih suka dianggap tak ada.
Tidak seorangpun benar-benar melihat wajah Marya utuh. Ia selalu memakai sweater bertopi yang lumayan besar untuk menutupi wajah dan bersembunyi. Pendidik juga tidak keberatan pada perilaku Marya bahkan memaklumi. Lumrah saja selama ia adalah murid terpandai. Anak-anak jenius dengan IQ tertinggi kadang agak nyentrik dan satu sekolah paham serta menghormatinya.
"Hari ini hasil ujian semester dipajang. Aku tak perlu melihat papan rangking sebab aku pasti ada di urutan terakhir lagi."
Si berandal pantang menyerah dan tak malu mengekspos kebodohan. Marya tak ingin perduli, ia semakin percepat langkah menuju koridor sekolah berusaha hindari si berandal.
"Ethan Sanchez pasti akan kalah lagi kali ini. Dia berusaha keras menyamai skormu."
Si berandal masih nekat mengoceh. Kali ini membuat Marya benar-benar terusik. Gadis itu mendadak hentikan langkah membuat si berandal kaget dan kembali mundur beberapa langkah agar kembali sejajar. Marya mengatur napas sebelum berbicara pelan tapi tegas.
"Abram, tolong jangan ganggu aku!"
Si berandalan bernama Abram tercengang. Mulutnya setengah menganga, "Kamu tahu namaku?"
"Ya, Abram Hartley. Jika kamu terus menggangguku, aku akan memanggilmu 'Idiot'!"
Bukannya kesal, wajah Abram malah sumringah dan berbinar-binar. Ia terpukau pada Marya. Setelah satu tahun mengajak Marya bicara, akhirnya hari ini dia mendengar gadis itu bicara banyak padanya. Meskipun itu adalah umpatan.
"Kau boleh panggil aku 'Idiot' asalkan kau tetap bicara padaku."
Marya menggeleng dengar celotehan Abram seakan anak lelaki bodoh di depannya sungguhan idiot dan memilih lanjutkan langkah menuju ruang kelas. Ia tak perlu ikutan nimbrung depan papan rangking seperti teman-teman lain sebab sudah tahu pasti hasil ujiannya.
Sementara itu sebuah sedan hitam pekat berhenti di halaman sekolah dan seorang gadis turun dari sana. Setiap ia pergi ke sekolah, teman-teman satu sekolah akan melihat padanya. Mereka akan mulai mengagumi kecantikan natural dan kulit berkilaunya.
Reinha Durante berjalan anggun di koridor sekolah. Ia begitu percaya diri dan mengatur langkahnya menuju papan pengumuman. Anak-anak berkumpul di sana untuk melihat hasil ujian. Keberadaannya selalu menarik perhatian.
"Lihat, dia cantik, pintar dan kaya. Dia memiliki mata cantik Kendall Nicole Jenner dan wajah mungil Ariana Grande. Bukankah itu perpaduan yang indah?"
Beberapa siswi berbisik kagum. Mereka menyukai keramahan, feminim dan kepolosan Reinha Durante. Sebaliknya, Reinha Durante suka sanjungan pada kecantikan, kepintaran dan setiap prestasi yang diukirnya.
"Dia punya kakak laki-laki sangat tampan dan pernah jadi cover majalah Forbes. Elgio Durante berhasil jadi salah satu pengusaha sukses dan dia tinggal di New York."
"Woow, sempurna ... " bisik yang lain berlanjut.
Reinha tersenyum berterima kasih pada anak-anak yang terang-terangan bergosip tentang dirinya dan kakak Elgio.
Kerumunan di depan papan pengumuman segera bergeser memberi jalan ketika melihat Reinha datang. Senyum tak lepas dari bibir merona. Sesekali ia menunduk simpul mendengar celotehan memuja dari teman-teman sekelas.
"Reinha, selamat yah. Kamu berada di peringkat ketiga."
Claire menghampiri dan menggandeng tangan Reinha sama-sama menghadap papan pengumuman. Seorang remaja laki-laki paling tinggi terpaku pada papan pengumuman. Tatapannya lurus tak teralihkan.
"Marya Corazon ada di urutan pertama. Skor tryout Marya jauh dari Ethan Sanchez, padahal Ethan di urutan kedua. Hebat benar Marya."
Abram Hartley berdecak di depan papan pengumuman. Tak peduli pada wajah tak senang Ethan Sanchez.
"Dan kau ada di peringkat 100 dari 99 siswa," ejek Claire tak mampu menahan tawa.
"Nilaiku rata-rata imajiner. Itu sangat langka." Abram memuji diri sendiri.
"Yah Tuhan, namamu itu tercatat di banyak Kitab Suci sebagai Bapa Bangsa yang terberkati. Belajarlah yang rajin! Jangan bikin malu dengan menyandang nama hebat Beliau. Aku tak percaya kamu temanku? Kami bertiga ada di 10 besar dan kau berada di luar jalur sendirian." Claire mencibir.
"Jangan bawel! Aku akan minta Marya mengajariku sampai aku berada tepat di belakangmu, Claire," protes Abram.
"Kau mau ikut, Ethan? Kau bisa pelajari kelemahan dan mengalahkan Marya suatu waktu." Abram bicara pada Ethan Sanchez yang masih terpekur serius ke papan pengumuman.
"Semakin kau tatap, namamu tak akan naik ke peringkat satu. Marya itu keturunan langsung Albert Einstein," celoteh Abram lagi memuji seakan dia pacaran dengan Marya.
"Kau pacar Marya? Jika benar ... kalian seimbang. Marya pendiam dan IQ tinggi sedangkan kamu cerewet dan IQ jongkok. Cocok ... kan?" Claire mencibir geli.
Ethan menekuk wajah kesal pada teman-temannya yang bergunjing juga pada skor matematikanya. Ia merengut dan berbalik pergi menuju kelas.
"Dia tak bisa kalahkan Marya sekeras apapun usahanya. Itu memang sulit diterima." Abram mengangkat bahu masa bodoh.
Tepat sekali.
Tak ada seorangpun mampu kalahkan Marya Corazon dan otak jeniusnya. Sedangkan Marya tak ambil pusing. Ia duduk sendirian di kelas, mengeluarkan roti dari kotak bekal dan mulai mengunyah. Sekalipun Bibi Mai menyiapkan sarapan, Marya tak ingin menyentuh terlalu banyak makanan di rumah itu. Ia juga tak ingin merepotkan Bibi Mai.
Sore hari sepulang sekolah, Marya bekerja di sebuah laundry tak jauh dari rumah dan bertugas sebagai presser untuk melicinkan pakaian. Pekerjaan itu dilakukan Marya hingga menjelang malam dan baru pulang ke rumah saat makan malam usai.
Mulut Marya berhenti bergerak saat seseorang masuk ke dalam kelas.
"Bisakah kita satu group belajar? Aku tak begitu paham soal tryout matematika kali ini."
Marya tersedak sisa roti di tenggorokan saat Ethan Sanchez tiba-tiba berdiri di hadapannya.
Marya diam seribu bahasa. Ethan Sanchez - idola sekolah, mengajaknya bicara? Remaja lelaki itu selalu terlihat angkuh dan tak butuh orang lain. Ethan dan komplotannya juga diam-diam sering menjahili Marya ketika mereka masih di tingkat satu.
"Tidak bisa. Aku sangat sibuk ... " ujar Marya setelah susah payah menelan sisa roti di mulutnya. Ethan hembuskan napas kuat-kuat.
"Aku tahu di mana kamu tinggal."
Marya langsung mendongak tak percaya pada Ethan Sanchez. Topi jaket terbuang ke belakang dan kejadian langka itu seketika membuat Ethan terpana. Marya menangkap ekspresi Ethan buru-buru kembali menutup wajah dan menunduk. Mata Marya bergerak-gerak gelisah.
"Ka-mu bohong ...." Marya gagap. Nafsu makannya menguap padahal ia sangat kelaparan tadi.
"Ka-mu terlihat di sebuah tempat yang sama dengan seseorang dari kelas kita."
"Ka - mu?!"
"Aku benarkan? Aku tak akan beritahu anak-anak lain ... tetapi kamu tahu-kan ada harga yang harus dibayar untuk tutup mulut?!"
**************************
Dukung Senja Cewen selalu...
Vote, like, favorit dan berikan kritik saran yang membangun...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
gia gigin
sepertinya Ruhi ganti namanya agar tidak ada yg mengenali🤔Reinha kaget jadi adik angkat nya Sultan 😄
2023-01-14
0
M akhwan Firjatullah
ini novel semakin k sini makin lucu y...bener" menghibur...
2022-11-10
0
✨Susanti✨
next
2022-11-01
0