Malam merambat naik. Udara dingin menelusup ke tiap-tiap sudut ruangan. Dibalik selimut hangat, Aruhi bergelut gelisah. Wajah Ibu terus membayangi dan kepergian mendadak Ibu pagi tadi terus berulang dalam ingatan. Ayah belum pulang untuk akhiri kesepian dan menghiburnya. Sedangkan pengasuh baru, tertidur pulas di sofa ruang tengah. Sofa ... tempat Ibu biasa berkeluh kesah. Dengkuran Danish menggema dalam rumah kecil mereka.
"Ibu ... kasihanilah Ruhi ...." Aruhi mulai meratap lagi. Air mata mengalir begitu saja, tanpa mampu dihentikan.
"Ibu ... teganya Ibu pada Ruhi ...."
Bantal digenangi air mata, selimut pun ikut basah oleh lelehan ingus. Mata kecil Aruhi telah bengkak dan perih sebab terlalu banyak menangis.
Tak apa jika Ibu mengomel seperti malam - malam yang telah lewat. Atau minum-minum dan merokok sambil mengumpat, asalkan Ibu ada di rumah ini. Tak tinggalkan Aruhi seorang diri. Tak pernah ditimang dan tak dipedulikan, bukan masalah, terpenting Ibu tidak pergi. Itu saja.
"Ibu ... apa yang harus Ruhi lakukan agar Ibu mau tetap di sini?" Isak demi isak hingga tenggorokannya kering.
Benn kembali ke rumah dan langsung menuju kamar tidur Aruhi. Gadis malang itu pasti masih bersedih teringat Ibunya. Itu terdengar jelas dari tiap segukkan keras. Apa dia menangis seharian? Benn menghela napas berat dan menghembuskan perlahan. Dibelainya wajah imut kemerahan itu. Sisa-sisa air mata menempel di sana.
"Ayah???"
Aruhi bangun dan memeluk Benn erat.
"Kamu belum tidur, Nak?"
"Bisakah kita menyusul Ibu dan mengajaknya pulang? Baru sehari tetapi Aruhi sudah tak sanggup tanpa Ibu ... " ujar Aruhi mulai menangis.
"Sayang ...."
"Aku mohon Ayah. Bisakah kita mencoba?"
"Baiklah. Kamu harus tidur sekarang dan kita akan pergi menemui Ibumu besok."
"Janji?"
"Yah ... ayah janji."
Aruhi sedikit terhibur dan tidur lelap dalam dekapan sang Ayah hingga pagi menjelang.
*********************************************
Aruhi terbangun di pagi hari dengan harapan baru di benaknya, membawa Ibu kembali pulang. Aroma roti panggang dan telur dadar tercium menggoda, tak begitu ia tanggapi. Buru-buru Aruhi meloncat turun dan langsung ke kamar mandi. Dia menyikat gigi, mandi dan bertukar pakaian. Rambut cokelatnya diurai. Jepit Hello Kitty menahan poninya agar tak tercerai-berai. Ia bergegas membuka lemari pakaian. Ada banyak gaun cantik yang Ayah belikan untuknya. Aruhi memilih satu berwarna pink dan bermotif bunga sakura.
Ketika keluar kamar, Ayah menyambutnya takjub. Ayah juga keheranan.
"Ruhi??? Cantik sekali ...."
"Iyah, Ayah. Bukankah pagi ini kita akan ajak Ibu pulang?"
Aruhi berdiri ragu-ragu di pintu sebab Ayah tampak belum siap-siap, seperti lupa pada janji semalam. Benn tersadar setelah mendengar permintaan polos penuh harapan itu.
"Eh, itu ... baiklah. Kita sarapan dulu, yah."
Benn mengangguk setuju dalam hati mulai gelisah. Bukan hal mudah mengajak Salsa kembali, bahkan bisa dibilang itu mustahil.
"Bagaimana kalau kita pergi ke Wahana Dream Land? Katamu sangat ingin pergi ke sana?"
Benn coba trik lain untuk alihkan perhatian Aruhi. Disangkanya Aruhi lupa pada janji semalam.
"Itu bagus, Yah. Tapi, setelah kita ajak Ibu, ya ... " sahutnya mengambil sepotong roti dan mulai mengunyah. Mata Aruhi sedikit bengkak, mungkin karena terlalu banyak menangis. Benn tak kuasa melihat kesedihan Aruhi.
"Baiklah ... habiskan sarapanmu! Ayah akan bersiap-siap."
Benn menegakkan bahu, mantapkan hati. Jika Aruhi masih ingin berjuang untuk Salsa, mengapa Benn malah menyerah? Pria itu pergi ke kamar dan kembali 20 menit kemudian dalam balutan jas hitam, necis.
"Ayo ... Ayah, tapi apakah Ayah tahu rumah Ibu?"
"Emm ... tentu saja. Aruhi ... kemari dulu, Nak!"
Benn mengangkat Aruhi dalam gendongannya.
"Seumpama, Ibumu tak ingin pulang bersama kita, bisakah kamu tidak memaksanya?" tanya Benn hati-hati.
Aruhi berpikir sejenak sebelum menjawab, "Bagaimana kalau kita coba dulu, Ayah?"
"Iyah, tentu saja. Hanya saja ... ayah tidak mau kamu bersedih lagi setelah melihat Ibumu. Apalagi jika Ibumu menolak pulang bersama kita."
"Baiklah, Ayah ... tapi, kita harus coba dulu!"
Benn mengangguk sepakat dan pergi ke garasi sambil tetap menggendong Aruhi. Benn menciumi wajah puterinya gemas. Bagaimana mungkin Salsa menolak gadis mungil seperti Puteri dari negeri dongeng ini? Mata Aruhi cokelat bening keoranyean. Begitu memikat dengan pupil mata besar dan bulu mata lentik. Saat tersenyum lesung pipinya terbentuk di bawah haluan rahang pipi, tidak begitu dalam dan saat menangis bulu matanya jadi semakin lengkung. Benn kembali mengecup Aruhi sebelum pasangkan sabuk pengaman.
Benn menerima kabar dari teman pengawalnya bahwa Salsa berada di Paviliun Diomanta. Rumah megah yang dibeli Tuan Dio jika Salsa berubah pikiran dan melepas Benn Amarante. Itu berarti mereka masih di satu pulau walaupun berbeda distrik.
Perjalanan cukup panjang ke rumah mewah Salsabila. Letak rumah itu di distrik center dengan gerbang tinggi menjulang dan pekarangan luas. Butuh waktu satu jam untuk sampai ke sana dengan kecepatan sedang.
"Bukankah kita akan bertemu Ibu? Mengapa kita ke tempat ini, Ayah?"
Aruhi sepenuhnya heran. Rumah di depan mereka bak istana dalam film-film di Disney.
"Ini rumah Ibumu, Ruhi."
"Benarkah Ibu tinggal di sini? Mungkinkah karena rumah kita tak semegah ini."
Tak ada tandingan. Rumah kecil mereka sama dengan rumah penjaga gerbang di depan sana. Pekarangan rumah ini seluas satu kompleks perumahan mereka. Aruhi menjadi sedih. Ibu pasti tak akan mau ikut pulang.
Mobil mereka berhasil lolos berkat bantuan teman-teman pengawal Benn. Meskipun beresiko kehilangan pekerjaan, mereka tetap setia kawan. Lagipula, Benn mengendarai mobil milik Leon Durante, Bosnya. Tuan Dio sangat hormat pada Tuan Leon.
Suasana rumah megah itu cukup ramai. Beberapa mobil mewah terparkir di halaman. Mungkin, sang Ayah adakan pesta sambutan untuk kepulangan Sang Puteri tercinta.
"Benn, ini pertolongan terakhir dariku. Kamu cari mati dengan datang kemari."
Seorang pengawal kepercayaan Diomanta, teman Benn memberi peringatan. Keduanya mulai berbincang.
"Ada acara apa, Yama?"
"Nona Salsa akan menikahi William Conrad ... kamu tahukan Mr. Conrad? Pemilik saham kedua terbesar Diomanta Company?"
Benn menggangguk lesu mendengar jawaban seseorang yang bernama Yama itu.
"Sebaiknya kamu pergi sebelum Tuan Dio melihatmu."
"Ruhi ingin bertemu Ibunya ...."
Ben menyahut dilema, melirik Aruhi yang terpukau pada rumah mewah di depan sana.
"Benn, rumah ini dijaga pengawal khusus untuk antisipasi jika kamu berani masuk. Mereka sangat terlatih dan disiplin dalam bertugas. Aku hanya bisa menolongmu sampai di sini."
Saat itulah tak sengaja Aruhi menangkap sosok yang sangat ia rindukan. Salsa terlihat di balkon lantai dua, memegang gelas anggur dan sedang mengobrol dengan seseorang. Sesekali ia tersenyum lalu tertawa lepas. Bibir Aruhi mekar. Ia meloloskan diri dari sabuk pengaman, membuka pintu mobil dan berlarian sekuat tenaga ke arah rumah besar itu.
"Ibu!!! Ibuuuuuu ... " teriak Aruhi gembira dan mulai berkaca-kaca. Tangan mungilnya melambai meminta Salsa menoleh.
Teriakkan itu mengundang perhatian. Salsa membatu di atas sana, jelas tak suka dengan kehadiran Ruhi. Beberapa pria bersetelan hitam-hitam, bergegas mendekat dan menangkap tubuh mungil Aruhi.
"Ibu ... lepaskan! Aku ingin Ibuku!!!" serunya marah. Aruhi meronta-ronta, menengok ke balkon tetapi tak temukan Ibunya lagi.
"Ibuuuuuu!!!"
Benn sangat panik, keluar dari mobil dan menyusul Aruhi. Namun, sekelompok pengawal datang dan mulai menghalau Benn Amarante. Benn berhasil menaklukkan pengawal itu, satu persatu. Secepat mungkin meraih Aruhi ke dalam pelukannya.
"Ayah ... aku lihat Ibu, di sana tadi!" Aruhi melepaskan pelukan Benn dan menunjuk ke arah balkon.
"Dengar Aruhi, ini rumah orang. Jika kamu seperti ini, kita tak akan bisa bertemu Ibumu. Hmmm???"
"Maafkan aku, Ayah!"
"Ada apa ini?"
Seseorang menghardik keras. Aruhi memegang tangan Ayahnya kuat. Ketika melihat Benn Amarante, pria itu mencemooh.
"Yah Tuhan, Benn. Berani sekali kau kemari dan tunjukkan batang hidungmu ke hadapanku! Beri dia pelajaran!"
"Maafkan aku, Tuan. Aku hanya ingin bertemu istriku," jawab Benn segan.
"Ciiihhhh!!! Istrimu? Salsa tidak pernah jadi Istrimu! Jangan mimpi kamu!"
"Tuan Dio ...."
"Berhenti sebut namaku dengan lidah busukmu itu!"
Pria itu yang dipanggil Tuan Dio, tinggi besar dan menakutkan. Saat marah, wajahnya terlihat tak asing.
Tiba-tiba seseorang datang dari arah belakang. Tongkat bisbol ditangannya dan satu ayunan keras, tongkat itu mendarat tepat di belakang kepala Benn. Benn menjerit, memegangi tengkuknya, bertekuk lutut sebelum jatuh tak sadarkan diri. Itu cara terampuh sebab Benn Amarante bukan pengawal biasa.
"AYAAaaHHHHHHH?!" Aruhi menjerit histeris. Benn bahkan masih dipukuli meskipun tak sadarkan diri.
"Hentikan! Jangan pukuli Ayahku! Aku mohon ... Ayaaahhhh ...."
Aruhi memeluk tubuh Benn erat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Vivo Smart
udah paling bener nikah sama yang selevel aja ya
2024-07-09
0
bunga cinta
satu kata tragis
2024-05-23
1
She Imoed
parah kmu kak jahat bgt😭😭😭
2023-08-13
0