Aroma sosis goreng menyeruak ke dalam kamar dan berhasil buat perut Aruhi berbunyi keras. Gadis kecil itu tersenyum senang. Andaikan selalu ada Ayah tiap pagi begini. Hidupnya pasti tak melulu kelabu. Penuh semangat Aruhi turun dari tempat tidur. Dia mengintip dari balik pintu. Ruang tengah sudah rapi dan bersih, tidak seperti semalam. Aroma rokok dan alkohol telah hilang berganti aroma lime segar. Sedangkan Ayah terlihat sangat tampan dengan celemek jeans biru tua, sibuk mengatur makanan ke atas meja makan.
Wajah Benn terangkat saat mendengar bunyi gesekkan pintu.
"Ruhi???"
"Ayah!!!"
Aruhi setengah berlari dan melompat ke dalam pelukkan Benn. Dia tenggelam dalam dekapan erat sang Ayah sangat lama, seakan tak ada hari esok.
"Pagi, Tuan Puteriku yang cantik. Ayah buatkan nasi goreng, sosis panggang dan ayam panggang kesukaanmu. Bagaimana?"
"Hore ...."
Ruhi segera duduk di meja makan. Sarapan Ruhi tiap pagi, biasanya cuma roti panggang atau sandwich. Pagi ini sungguh spesial, bikin liurnya meleleh. Aruhi hendak menyentuh makanannya, tetapi ....
"Eitttt tunggu dulu! Sebelum itu, pergilah mandi dan sikat gigimu, yah!"
"Ah, Ayah. Nanti saja! Aku sangat kelaparan. Coba Ayah dengar ini! Perutku berteriak minta makan," jawab Aruhi bersungut manja sambil menepuk perutnya.
"Baiklah. Sekali ini saja, yah. Lain kali tak ada kompromi. Apalagi jika tak ada ayah, kamu harus mandi dan sikat gigi sebelum sarapan!Sekarang cuci tanganmu dulu, Nak."
"Baiklah, Ayah."
Aruhi mengangguk patuh, cepat-cepat pergi cuci tangan dan mulai makan dengan lahap. Apa karena ini masakkan Ayah? Rasanya luar biasa lezat. Benn tersenyum lebar pada Aruhi sebelum kembali sibuk dengan piring-piring kotor.
Aruhi makan empat suapan penuh, mengunyah pelan lalu minum seteguk air. Sebelum lanjut makan, dia bertanya, "Ayah, tidak bekerja hari ini?"
"Ayah baru akan pergi siang nanti!"
"Tapi ini hari Sabtu. Mengapa tak tinggal saja? Kita bisa pergi ke Wahana Dream Land. Teman-temanku pergi ke sana bersama orang tua mereka. Kita bisa ajak Ibu dan bersenang-senang."
Berkhayal menggandeng tangan Ayah-Ibu di jalanan menuju wahana berhasil buat Aruhi berbinar-binar. Pasti sangat mengasyikkan.
"Sayang ..., ayah adalah seorang asisten selebriti terkenal dan beliau itu orang sibuk. Jadi, ayah harus selalu siap sedia didekatnya, menyetir untuknya dan pastikan semua urusan berjalan lancar."
"Oh ... baiklah Ayah. Kita mungkin bisa pergi di lain waktu." Aruhi sedikit kecewa tetapi tak bisa paksakan kehendak.
"Habiskan sarapanmu sebelum dingin! Kamu bisa tersedak jika makan sambil bicara."
Nasi goreng di piringnya hampir habis. Tersisa dua suap lagi ketika Ibu keluar dari kamar sembari mendorong koper pakaian. Ayah sibuk bersihkan dapur dan cucian kotor hingga tak melihat Ibu.
"Ibu, mau kemana?" tanya Aruhi pelan. Benn berbalik mendengar pertanyaan Aruhi dan menatap nanar pada Salsa.
Pertanyaannya sama seperti Aruhi.
"Kamu mau kemana, Salsa? Apakah kamu akan keluar kota?"
Salsa bekerja sebagai akunting di garmen pinggir kota. Salsa tak begitu suka pekerjaan itu, tetapi tetap pergi bekerja untuk mengisi waktu.
"Maafkan aku, Benn. Harus berakhir seperti ini. Aku sungguh tak tahan. Jadi, sebaiknya aku pergi, kembali pada keluargaku. Aku mungkin akan berakhir di pusat rehabilitasi jika tak segera melakukannya."
Benn kemudian menjadi waspada. Segera ia lepaskan celemek dan putari meja makan. Kedua tangan meraih bahu Salsa dan pegangi erat.
Wajah wanita itu ... tetap cantik ... sekalipun tampak tak bergairah. Mata Salsa pancarkan kesedihan.
"Sayangku. Salsa ..., bukankah kita sudah bicara semalam? Jika ingin kuliah dan ke kampus, pergilah! Aku akan mencari ua ...."
"Maksudmu, kampus untuk kalangan biasa di jalanan kumuh depan?" potong Salsa muak dan jijik. "Maafkan aku, Benn. Ibuku benar. Aku tak bisa hidup tanpa harta dan kekayaan sebab aku terlahir untuk miliki itu semua. Cintaku begitu buta padamu hingga rela lepaskan hak-hak istimewa yang diberikan cuma-cuma padaku. Aku masih muda, jalanku masih panjang. Aku hanya perlu merangkak dan minta ampun pada kedua orang tuaku. Mohon maafkan aku."
"Mari kita bicarakan ini baik-baik. Ingat tempo dulu, saat pertama kali kita pergi dari rumahmu? Kamu yakin akan hidup bersamaku, apapun keadaannya. Pertimbangkan itu, Sayang."
Salsa menggeleng, "Maafkan aku, Benn."
"Kamu akan tinggalkan aku dan Aruhi?"
Salsa berkaca-kaca. Benn mundur perlahan, tahu bujuk rayu sia-sia. Salsa jelas tak bahagia, sinar mata itu sangat redup. Salsa melangkah dekati Aruhi, berlutut di depan Puterinya.
"Aku bukan Ibu yang baik. Maafkan aku. Kamu bisa hidup bahagia bersama Ayahmu dan segera lupakan aku ...."
Aruhi menahan luapan air mata yang akan tumpah. Melihat Ibu mendorong koper sudah buatnya cukup sedih.
"Tolong, jangan pergi Ibu! Aku berjanji, tidak akan nakal atau cengeng. Tak akan buat Ibu marah." Tangis Aruhi akhirnya pecah juga. Anak malang itu meraih tangan mulus Salsa dan menciumnya hangat. Menahan tangan itu di dadanya. Tak apa dipukuli atau tak dipedulikan, Aruhi akan sanggup semua rasa sakit itu.
"Aku tak akan terlihat, jika itu mau Ibu. Tolong jangan pergi, Ibu. Apa yang bisa buatmu bahagia? Ibu boleh merokok dan minum-minum, asal Ibu tak pergi!" katanya lagi mulai berlinang air mata.
Salsa menggeleng, menarik tangannya dari genggaman Aruhi.
"Jika nanti kamu dewasa dan bertemu denganku, berpura-puralah, tak mengenalku. Itu bisa buatku bahagia."
Salsa bangkit berdiri, menghapus air mata dan menarik kopernya. Dia bahkan tak mengecup kening Aruhi. Sementara Benn berdiri tertegun. Aruhi melompat turun dan menyusul Ibunya hingga ke pintu keluar.
"Ibuuuuuuu!!! Tolonglah ... jangan tinggalkan aku. Ibu boleh menamparku sesuka Ibu. Aku tak akan menangis. Tolong jangan pergi!"
Tangannya menarik ujung mantel Salsa. Wanita itu terpaku sejenak. Dia mendongak ke langit-langit rumah, menahan air mata sebelum mengibas tangan kecil Aruhi.
"Maafkan aku, Ruhi!"
"Ibu ... maafkan aku jika membuatmu kesal. To - long, jangan pergi!"
Dia berbalik pada Ayahnya yang berdiri tak berdaya.
"Ayah, kenapa diam saja? Ibu akan pergi, aku mau Ibuku!"
Aruhi makin menjerit saat melihat sebuah sedan mewah berhenti di depan rumah sederhana mereka. Seseorang keluar dari mobil dan membungkuk memberi hormat ketika Salsa melangkah keluar dari pekarangan.
"Nona Salsa, Tuan dan Nyonya Besar menanti kedatangan anda."
"Aku hanya pernah menikahi Benn Amarante tetapi tak pernah punya anak dengannya."
"Jangan kuatir, Nyonya. Selama ini anda hidup dengan nama dan identitas palsu. Jadi, anda tetap single sampai hari ini. Bahkan pernikahan anda dan Ben, tidak sah di mata hukum."
"Baiklah. Mari kita pergi!"
Aruhi menangis hebat dalam dekapan Benn melihat kepergian Ibunya. Ini sungguh buruk. Ibu benar-benar pergi. Benn mengecup puncak kepala Aruhi memberi penghiburan.
"Aruhi, Ibumu punya alasan. Jangan menangis lagi dan jangan membencinya, yah!"
Aruhi terus menangis berderai air mata hingga mengundang perhatian tetangga. Mereka melongok ingin tahu dan mulai bisik-bisik. Aruhi tak sanggup hidup tanpa Ibu. Tak mampu pula hadapi teman-temannya nanti saat sekolah dimulai. Mereka pasti akan bicara tentang sikapnya yang aneh hingga tak ada seorangpun bertahan di dekatnya.
"Bisakah Ayah tak pergi hari ini? Aku tak ingin ditinggal, Ayah?"
"Sayang, pengasuhmu akan segera datang. Ayah mengganti dengan seseorang yang baru. Namanya, Danish."
"Apakah Ayah akan pergi lama?"
"Emm .... Ayah akan kembali secepatnya, yah. Mau makan ice cream?"
Aruhi menggeleng masih sesegukkan. Semakin dihapus, semakin banyak air matanya mengalir.
"Aku ingin Ibuku, Yah. Mengapa Ibu tak suka padaku? Aku sangat sayang padanya."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Resti Yuliani
hehhh baru baca bab 2 udah nangis.....kebayang gitu ya sedihnya....
2024-04-27
0
She Imoed
😭😭😭 nyesek banget
2023-08-12
0
Fifit Holida
😭😭😭😭
2023-06-23
0