Tidak mudah hadapi Ethan Sanchez. Seperti pagi berikutnya ....
Kelas Marya tampak hening. Pak Jerry, sang wali kelas, berdiri di hadapan mereka dengan lembaran berisi nama siswa dan skor tryout serta nilai ujian akhir. Beliau lantang bacakan nama-nama yang harus ikut ujian remidial. Abram Hartley menopang dagu di bangku paling belakang. Namanya dibacakan pertama kali untuk perbaikan di segala mata pelajaran, membuat Claire menoleh geli pada Abram seraya acungkan jempol terbalik. Abram manyunkan bibir gondok.
Kacamata Pak Jerry merosot ke ujung hidung dan ia cermati siswanya satu-persatu dari ujung atas kaca mata. Hidung kembang kempis saat menyebutkan nama-nama siswa dan liur Pak Jerry muncrat mirip serangan gerimis halus diawal musim hujan. Siswa paling depan terpaksa gunakan tas sekolah sebagai perisai pelindung kepala, kecuali jika ingin rambutnya dikeramasi mulut Pak Jerry. Beliau mulai bicara.
"Tiga siswa terakhir dari 10 besar yang tak perlu remidial, kalian tahu sendirilah ya ... saya tak perlu sebutkan nama mereka satu-persatu. Ketiganya adalah kebanggaan kelas kita. Silahkan ke perpustakaan sementara menunggu teman-teman kalian selesaikan soal-soal remidial, atau Anda diijinkan pulang sekolah lebih awal sebagai hadiah untuk ketekunan dan kerja keras Anda."
Suara Pak Jerry cempreng seperti bunyi kaleng susu digergaji. Setiap usai bicara, bibirnya mengerucut dan terdengar desisan aneh keluar dari sana diikuti kedipan mata seperti kelilipan sesuatu.
Pefff .... Pefff .... Pefff ....
Itu semacam gangguan, mungkin jaringan saraf bibirnya terjepit sesuatu di bawah kulit. Meskipun begitu, anak-anak sangat menghormati gurunya yang baik hati dan terkenal jenius itu. Ia sering disamakan dengan Jerry dari kartun Tom & Jerry sebab banyak akal untuk membuat murid-murid tertib belajar.
Reinha Durante berjalan gemulai menyusul Claire dan melangkah keluar diiringi decak kagum teman-teman sekelas. Begitupula Ethan Sanchez. Namun, alih-alih meninggalkan kelas, remaja pria itu pergi ke meja Marya Corazon.
Ethan sengaja berdiri halangi jalan membuat Marya serba salah. Anak-anak berbisik ingin tahu mengapa Ethan mengganggu Marya di hadapan guru wali dan teman sekelasnya.
"Kau akan ikut aku belajar Matematika," ujar Ethan pelan nyaris berbisik.
Marya menunduk terdiam, tak ingin tanggapi Ethan. Ia menggeser langkah mencari celah untuk lolos dari Ethan, tetapi remaja lelaki itu mengikuti gerakan kaki Marya.
"Ethan, jangan ganggu dia!"
Abram Hartley berseru tak tega melihat Marya gugup. Abram tahu Marya suka gelisah jika dijadikan pusat perhatian. Ia telah mengamati Marya selama setahun penuh.
"Hey, Ethan Sanchez?! Mengapa kamu menganggu Marya?" Pak Jerry bertanya dari podium kelas. Jika Ethan tidak segera menjawab banjir besar pasti tak terelakkan.
"Kita akan belajar di perpustakaan," bisik Ethan dengan nada mengancam. Ia berbalik dan menghadap Pak Jerry.
"Aku akan satu grup belajar dengan Marya, Pak Guru. Anda tahu, Marya menggunakan metode sederhana untuk menyelesaikan soal-soal rumit eksata. Aku akan belajar darinya," jawab Ethan Sanchez pada Pak Jerry.
"Good Boy, sungguh menarik kelas ini. Anak-anak jenius mengisi kelas ini tapi beberapa teman mereka tak belajar sama sekali. Silahkan ke perpustakaan Ethan, Marya."
"Apa aku bisa ikut Pak Guru? Aku bodoh soal Matematika dan Marya bisa mengajariku sampai aku paham." Abram mengangkat tangannya tiba-tiba. Ingin rasanya mengekor Marya.
"Pikirkan itu nanti, Abram Hartley! Nanti ... setelah lembar remidial kamu terkumpul. Dari kemarin-kemarin kamu ngapain saja, baru sadar sekarang?" Abram melorot lemas di bangkunya. Bagaimana jika Ethan Sanchez mengganggu Marya?
Sedangkan Marya melangkah gontai di koridor menuju ke perpustakaan. Ethan Sanchez mengikuti dari belakang. Tingkah mereka tak luput dari perhatian Reinha Durante dan Claire yang terlebih dahulu duduk menyesap minuman jeruk di bangku taman.
"Ethan sepertinya tertarik pada Marya."
"Yah, tertarik pada kecerdasan Marya," ralat Reinha betulkan asumsi Claire. "Aku juga tertarik pada Marya Corazon."
"Kau tak cemburu pada Marya?"
Reinha tersenyum lebar, mengangkat bahunya geli, "Apa yang harus kucemburui?"
"Benar juga. Ethan tak mungkin tertarik pada Marya. Lagipula, kau cantik, pintar dan memiliki segalanya. Sementara satu-satunya yang dimiliki Marya adalah otak cerdasnya itu. Iyakan?" Claire menyesap jus jeruk hingga tamat. Gelembung angin ujung pipet didasar gelas berbunyi pertanda minuman telah kosong.
Sementara Marya dan Ethan duduk di bangku perpustakaan dengan buku-buku Integral tingkat dua dan tingkat tiga. Marya merobek secarik kertas kosong dan menulis di atasnya. Ia mendorong kertas itu pada Ethan.
"Aku sangat sibuk. Apa yang kau inginkan?" diikuti emoticon muka marah.
Ethan membaca kertas dari Marya sejenak. Satu alis terangkat tinggi. Ia membalas tulisan tangan Marya.
"Integral Parsial dan dirimu ..." diikuti emoji ekspresi tersenyum.
Balasan Ethan mengguncang Marya. Gadis itu spontan berdiri hingga kursi berderak nyaring di lantai perpustakaan akibat bunyi gesekan.
Ssssstttttttttttt!!!
Beberapa kepala mendesis, menoleh pada keduanya. Tatapan mereka mengandung pesan, "tolong jangan berisik!".
Ethan meminta maaf, memegang tangan kanan Marya, menariknya duduk. Ia bahkan tak lepas tangan setelah Marya duduk. Terlihat bersama Ethan Sanchez cukup membuat Marya kalang kabut. Bagaimana jika fans Ethan melihat ini? Mereka mungkin akan mulai mengganggu Marya lagi. Ia tak suka itu.
"Lepaskan!" Marya tidak senang pada tingkah Ethan.
"Tidak! Kau akan kabur jika aku lepaskan."
"Aku tak akan pergi," bisik Marya berjanji.
Ethan tak menghiraukannya. Tangan bebasnya bergerak lincah membuka buku Matematika dan langsung pada soal-soal integral.
"Kamu ... sama rumitnya seperti simbol-simbol integral," bisik Ethan.
Marya tersenyum kecut. Ia ujung-ujungnya mengalah sebab takut Ethan membuat keributan.
"Selesaikan soal ini!"
Ethan mendorong buku dan melingkari sebuah nomer. Saat sadar Marya tak bisa menulis karena tangannya dipegang, Ethan berat hati lepaskan Marya.
"Ini integral lanjutan, aku tak tahu. Kau saja yang cari solusi," tolak Marya. Tangannya berulang kali meregang dan mengepal kaku di kolong meja. Sentuhan Ethan membekas di sana. Itu membuatnya gelisah.
Ethan berpikir keras. Ia menangkup tangan di atas meja lalu jadikan bantal untuk dagunya. Marya bersandar di bangku cari peluang untuk pergi. Sekarang atau tidak sama sekali.
Ethan mendadak menoleh langsung memergoki wajah Marya. Itulah mengapa remaja lelaki itu menunduk. Wajah Marya kini tak bisa bersembunyi lagi bahkan Hoodie Marya tak mampu melindunginya dari mata elang Ethan. Ia meringis senang.
"Jangan coba-coba kabur, Marya! Aku ingin lihat reaksi Reinha Durante saat tahu bahwa kamu ... "
"Baiklah ... " sahut Marya cepat. Ia menyusut di bangku perpustakaan bak remasan tisu mendengar ancaman Ethan. Sedangkan Ethan tersenyum penuh kemenangan karena berhasil taklukan Marya Corazon.
*******************************
Episode Marya Corazon didedikasikan khusus untuk sepupu saya tercinta Marya Corazon Da Gomez. Turut berdukacita yang mendalam atas kepulangan Ayahanda tercinta ke hadirat Tuhan. Semoga Beliau beristirahat dalam kedamaian bersama para leluhur kita.
Tetap Dukung Senja Cewen selalu, yah.
Like, Vote, Share, Komentar yang membangun agar tulisanku makin bagus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
✨Susanti✨
😊😊😊
2023-01-19
0
gia gigin
Ethan tahu kelemahan Marya🤔
2023-01-14
0
M akhwan Firjatullah
ngakak auto salto" aku Thor ...
2022-11-10
0