Bab 11

Sudah mulai banyak orang yang datang ke tempat ini, untuk bergabung dengan Wikar. Mereka sudah tidak percaya lagi dengan pemerintahan. Karena pemerintah selalu bertindak sadis dan kejam. Siapa pun yang membantah akan disiksa hingga mati. Anak dan istri mereka akan dijadikan budak.

"Sudah ada beberapa orang yang bergabung dengan kita akhir-akhir ini. Rata-rata dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Bagaimana menurutmu?" kata Ando pada Wikar.

"Anak-anak akan dididik. Agar mereka bisa melupakan semua kekejaman ini. Kasihan mereka." jawab Wikar.

"Lalu bagaimana dengan para perempuan?" tanya Ando.

"Pertama kita harus mengolah jiwa mereka terlebih dahulu. Mereka masih trauma karena perang. Mereka bisa menjadi gila, jika hal ini tidak dilakukan." jawab Wikar.

"Benar. Aku merasa kasihan kepada mereka. Seharusnya mereka mendapatkan kehidupan yang layak. Diurus oleh suami mereka, dan mendapatkan hidup yang bahagia." kata Ando.

"Iya. Seharusnya memang begitu. Tapi kita bisa apa. Untuk sekarang ini, aku ingin fokus untuk penaklukan di semua wilayah. Setelah semua wilayah berhasil aku kuasai, aku akan mengatur dan membagi seadil-adilnya. Rakyat, harus mendapatkan hak mereka kembali. Namun yang harus kau tahu, sekarang ini aku sedang memiliki masalah."

"Apa masalahnya?" tanya Ando.

"Jika semua perang ini telah berakhir, maka akulah orang pertama yang akan dicalonkan menjadi pemimpin. Aku belum siap untuk itu. Aku orang yang kasar, dan suka bertindak seenaknya. Aku tidak bisa menjadi seorang pemimpin yang baik." jawab Wikar.

"Jika orang lain menginginkan hal itu, maka artinya kau memang pantas untuk menjadi seorang pemimpin. Mereka melihat sisi baikmu, bukan sisi jahat yang kau miliki. Semua orang memiliki sisi jahat. Kita adalah serigala bagi diri kita sendiri. Kau pun sudah melihatnya sendiri. Aku tidak terkendali saat aku sedang marah. Dan itu sangat tidak baik untuk diriku. Tapi aku memiliki dua orang sahabat yang selalu setia menemaniku. Mereka adalah contoh yang patut untuk aku tiru."

"Tony adalah orang sangat kejam. Dia membunuh siapapun yang menjadi musuhnya. Tidak peduli anak-anak, laki-laki, ataupun perempuan. Di sekolah pun, dia bukan pelajar yang baik. Dia sangat suka berbuat onar. Sudah puluhan sekolah yang menolak kehadirannya. Tapi, dia sangat setia dan jujur. Dia bahkan tidak malu untuk membuka aibnya sendiri."

"Dia juga sangat peduli dengan keselamatan rekan-rekan tugasnya. Aku juga tak pernah melihat dia bersedih, kecuali jika dia kehilangan teman-teman seperjuangannya." kata Ando.

Wikar hanya diam dan mengangguk mendengarkan semua cerita Ando tentang sahabatnya itu. Dia teringat bagaimana dia dan teman-temannya yang setia berjuang bersama. Wajah-wajah mereka tak bisa lepas dari fikiran Wikar, walaupun mereka kini telah tiada.

Kenangan bersama sahabat-sahabatnya masih dia ingat dengan jelas. Dia menganggap bahwa penyebab dari kematian mereka akibat ulahnya. Padahal, pada kenyataannya sahabat-sahabat Wikar tak pernah menyalahkan semua tindakan yang Wikar ambil.

"Aku selalu memikirkan sahabat-sahabatku setiap hari. Meskipun sekarang semua orang di tempat ini adalah keluargaku juga, tapi sahabat-sahabatku di masa lalu tak akan pernah bisa digantikan oleh siapapun. Aku merasa sangat bersalah, karena tidak bisa melindungi mereka. Saat itu kami semua terdesak. Tidak ada tempat berlindung. Kami terjepit. Dan aku tidak tahu, kalau seorang anak yang aku selamatkan ternyata dijadikan senjata oleh para tentara." kata Wikar.

"Senjata?" tanya Ando yang penasaran.

"Iya. Mereka menggunakan anak-anak untuk mengelabui kami. Anak-anak itu diberi sebuah bom dengan daya ledak yang cukup besar. Bom itu terpasang di perut mereka. Saat kami dalam keadaan terdesak, bom itu diledakkan dari jarak yang sangat jauh. Kami tidak mencurigai anak itu sedikitpun. Karena kami hanya menyelamatkan anak-anak dari kekacauan. Awalnya anak itu pun tidak ikut dengan kami, tapi aku tetap memaksa anak itu untuk ikut. Siapa sangka, ternyata seorang anak yang masih ingusan menjadi senjata yang paling berbahaya."

"Karena itulah, aku selalu memeriksa terlebih dahulu anak-anak yang aku selamatkan. Aku tidak mau kalau hal itu terjadi untuk yang kedua kalinya." kata ****Wikar****.

"Menurutku, itu bukanlah salahmu. Kau sama sekali tidak tahu kalau hal itu akan terjadi. Siapa juga yang akan menghabiskan waktunya hanya untuk memeriksa anak kecil. Kalau aku jadi kau, pasti aku juga melakukan hal yang sama." kata Ando.

"Yah... sahabat-sahabatku pun mengatakan hal yang sama. Tapi..."

"Sudahlah. Bagaimana kalau kau ajari aku cara menembak dengan senjata itu?" kata Ando memotong pembicaraan itu.

Ando tidak ingin Wikar terus menerus mengingat masa lalunya. Karena jika ada orang yang tahu mengenai hal itu, pasti banyak orang yang akan merasa kecewa.

"Baiklah. Ayo." jawab Wikar.

Mereka lalu berlatih bersama-sama. Senjata buatan Wikar memang terlalu sulit untuk Ando yang belum terbiasa.

Disisi lain, **Jendral** **Hidi** sedang adu argumen dengan salah satu utusan **Presiden**. Karena dia mendapatkan kabar bahwa sekarang **Ando** dan pasukannya telah bergabung dengan **Wikar**. **Ando** adalah anggota terbaik yang saat ini dia miliki, karena **Ando** sudah berhasil menaklukkan satu pertahanan musuh. Dan hal itu tidak pernah dilakukan oleh siapapun.

"*Sekarang aku sedang kehilangan anggota terbaikku. Perang ini harus segera diselesaikan. Karena aku tidak mau terus menerus menjadi budak kalian*!" kata **Jendral** **Hidi** dengan nada tinggi.

"*Apa maksudmu?! Ini adalah tugas seorang Jendral! Kau akan dianggap sebagai pengkhianat pemerintah, jika kau berani melepaskan semua tanggung jawabmu ini*." kata utusan itu.

Karena sudah sangat kesal, **Jendral** **Hidi** menendang orang itu hingga terjatuh dari kursinya. Lalu dia duduk diatas orang itu dan berkata,

"*Jika sehari saja kau ikut dalam perang ini! maka kau akan merasakan, apa yang kami rasakan! Pasukanku mati karena semua omong kosong ini! Dan kau justru* *menyuruhku untuk kembali melakukan serangan! Dimana otakmu*?!"

Orang itu merasa ketakutan, karena **Jendral** **Hidi** juga menodongkan pistolnya dijidat orang itu.

"*Tenang sahabatku, bukan begitu maksudku. Aku hanya pembawa pesan. Selebihnya, itu keputusanmu. Aku tidak berani menyuruhmu kalau ini bukan perintah langsung dari Presiden*." kata orang itu dengan nada gemetar.

"*Katakan pada Presiden! Ini pesan langsung dariku! Jika dia adalah pemimpin yang sesungguhnya, maka bertempurlah bersama pasukannya! Jangan hanya bersembunyi di dalam bunker! Paham*?!" kata **Jendral Hidi**.

"*Bbb.... Baiklah... Ak... uuu... akan menyampaikannya pada Presiden. Tapi tolong, jangan sakiti aku. Aku memiliki keluarga yang harus aku nafkahi*."

"*Ya! Begitu juga dengan semua orang yang ada di tempat ini, dan juga pasukanku yang mati di medan perang!" jawab* ***Jendral*** ***Hidi***.

**Jendral** **Hidi** lalu bangun dan duduk dikursinya. Orang itu pun bangun, dan membersihkan pakaiannya. Saat orang itu akan pergi, **Jendral** **Hidi** menembak salah satu kakinya, sebagai pelampiasan atas rasa kesalnya selama ini.

Orang itu keluar dengan kaki yang terluka, dia hanya bisa berteriak, tanpa bisa melakukan apa-apa. Dia masuk ke mobilnya, dan sekuat tenaga dia pergi dari tempat itu.

Tak berapa lama kemudian, dari ruangan itu terdengar suara tembakan yang begitu keras. Entah apa yang sudah terjadi. Tapi utusan itu mendengar dengan sangat jelas, dan dari kaca spionnya terlihat, kalau di jendela ruangan **Jendral** **Hidi**, terdapat cipratan darah yang sangat banyak.

Terpopuler

Comments

mr. Lucifer

mr. Lucifer

pp

2021-11-05

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!