Bab 8

Akibat dari ujian yang telah mereka lewati selama hampir dua minggu, Ando dan kedua temannya harus dirawat terlebih dahulu, agar keadaan mereka bisa pulih kembali. Dalam situasi seperti ini, hati mereka benar-benar dalam kebimbangan. Melihat kenyataan yang sebenarnya, mereka seakan tidak percaya dengan apa yang telah mereka alami.

Dalam hati kecil, mereka bertanya-tanya,

"Inikah rasanya kelaparan dan kehausan? Inikah yang selama ini mereka rasakan?"

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu terus saja membayangi fikiran mereka masing-masing. Mulailah timbul dalam hati mereka, bahwa selama ini mereka bukan hanya ditipu, tapi juga telah diperalat untuk menutupi aib pemerintah mereka. Sudah banyak sekali orang yang dikorbankan untuk misi yang tidak jelas ini.

Sebagai seorang tentara, Ando hanya menjalankan tugasnya. Tidak lebih dari itu. Dia sama sekali tidak mengetahui, siapa yang benar, dan siapa yang salah. Yang terpenting adalah menjalankan tugas sebagaimana mestinya.

Cukup lama mereka memikirkan hal itu. Mencoba menyusun setiap detailnya satu persatu. Setiap yang mereka lakukan dari awal pertempuran, hingga mereka sampai di tempat ini. Ando tidak tahu pasti sekarang dia sedang berada dimana. Yang jelas, ini adalah ruangan perawatan untuk para pasukan.

Terlihat banyak sekali perawat yang sedang mondar-mandir membawa peralatan medis, dan juga obat-obatan.

"Selamat pagi."

Ando dikejutkan oleh seseorang, yang tiba-tiba sudah ada disampingnya. Orang itu terlihat sudah sangat tua, tapi berpakaian seperti anak muda. Dengan rambutnya yang disisir rapi, dan juga pakainnya yang mirip seperti seorang prajurit veteran. Semerbak bau wangi tercium dari pakaiannya.

Senyumnya begitu ramah dan menyejukkan. Salim, nama itu tertulis di sisi kanan bajunya. Dengan sebuah lambang harimau terlukis di sisi kiri baju itu. Ando menatap orang itu dengan penuh tanda tanya.

"Siapa orang ini?"

Orang itu duduk dengan memegang sebuah cangkir berisi kopi yang masih hangat. Aromanya tercium begitu lezat.

"Seperti yang kau lihat, ini adalah ruangan perawatan. Semua pasukan yang terluka akan dirawat di tempat ini, sampai mereka benar-benar sembuh. Tapi dari yang aku lihat, kau sepertinya sembuh begitu cepat dari pada yang lain."

Ando melihat sekelilingnya, dan melihat kalau kedua temannya sekarang dalam keadaan kritis.

"Apa yang kau lakukan pada kedua temanku?" tanya Ando pada Salim.

"Tenang saja prajurit, kami sedang berusaha keras untuk menyembuhkan mereka berdua. Tapi sayangnya, kedua anggota yang lain, tidak selamat dari kepalan tangan Wikar. Dia begitu bersemangat untuk menghabisi kedua anggota tentara yang sudah berusaha membunuhmu."

"Jangan heran. Hal itu sudah biasa kami lakukan. Dan itu sangat pantas untuk para pengkhianat seperti mereka."

"Aku yakin, kalau kau pasti sudah mengerti, apa itu lapar dan haus."

Orang itu sejenak menatap wajah Ando yang masih pucat, dan kedua bibirnya yang kering.

"Kami pernah merasakan hal itu. Tapi kami semua sanggup bertahan. Kami bertahan dan berkembang. Hingga kami semua memiliki semua ini. Itulah kami, para pejuang yang sesungguhnya. Aku, aku hanya seorang tentara veteran. Aku sudah menyelesaikan berbagai misi yang mengerikan. Sudah biasa bagiku melihat orang-orang saling membunuh satu sama lain. Tapi, pernahkah kau berfikir? apa gunanya semua ini?"

Ando hanya diam mendengarkan ucapan orang tua itu.

"Saat pemerintahan berganti, kami semua memutuskan untuk memberontak. Dan aku adalah orang pertama yang bergabung dengan Wikar, setelah semua pasukannya habis tanpa sisa. Pasukannya juga sama seperti kedua orang yang telah ia bunuh. Mereka semua hanya pengkhianat. Awalnya mereka semangat dalam berjuang, tapi saat mereka kelaparan dan kehausan, mereka menghalalkan segala cara agar dapat mengisi perut mereka."

"Salah satu hal yang menjijikan adalah, mereka tidak segan untuk memakan teman mereka sendiri. Dan kau pasti tidak tahu tentang hal itu, iya kan? Aku sudah menduga, kalau selama ini pemerintah menyembunyikan semuanya. Terutama pada orang-orang seperti dirimu. Agar mereka bisa terus memanfaatkan kalian, sebagai pemuas hasrat mereka."

"Tapi tidak apa-apa. Semuanya sudah kembali seperti semula. Kami hidup damai dan tentram. Yah, pastinya kalau para tentara seperti dirimu tidak menyerang kami. Setiap dari kalian yang datang, pasti selalu bisa kami kalahkan. Namun berbeda dengan beberapa hari yang lalu. Aku mendengar kalau salah satu wilayah sudah berhasil diduduki oleh tentara. Salah seorang dari tentara itu mendapatkan medali karena berhasil menaklukkan satu wilayah kecil. Sayang sekali, seharusnya itu untuk dirimu. Benarkan?"

Ando tetap saja diam, tak mengatakan sepatah katapun. Dia begitu menyesali tindakannya itu. Seharusnya, yang mendapatkan medali itu adalah Ando dan pasukannya. Bukan orang lain, yang hanya menikmati hasilnya saja. Ando sudah bersusah payah untuk merebut tempat itu. Tapi yang dilakukan oleh Jendral Hidi, sungguh sangat mengecewakan.

Seharusnya, para pasukan yang telah gugur dalam pertempuran itu pun, berhak mendapatkan sebuah medali, karena kerja keras mereka dalam menjalankan tugas.

"Sudahlah. Jangan terlalu difikirkan. Karena semua itu sudah berlalu, sudah tidak berguna lagi. Sekarang fikirkanlah kesehatanmu. Dan aku pastikan, kedua temanmu akan selamat. Mereka sudah berhasil melewati masa kritisnya. Mereka hanya kelaparan, jadi tidak perlu ditangisi."

"Oh ya, nikmatilah kopi ini setelah kau makan nanti. Semoga cepat sembuh."

Orang itu lalu pergi, dan meninggalkan secangkir kopi untuk Ando. Sebenarnya, Ando sangat ingin meneguk kopi itu. Tapi, dia harus menunggu sampai waktu makan tiba, baru setelahnya dia akan menikmati secangkir kopi yang lezat itu.

Di tempat lain, **Wikar** sedang bernegosiasi dengan seorang komandan militer. Dia menginginkan sebuah wilayah milik **Wikar**, yang nantinya akan ditukar dengan senjata dan amunisi dalam jumlah yang sangat banyak. Tapi **Wikar** sudah mengetahui, kalau ini hanya siasat mereka, untuk mempersempit wilayah kekuasaan **Wikar** dan pasukannya.

"*Bagiamana? Apa kau setuju? Aku bisa menjamin kemenangan kalian. Asalkan, berikan satu wilayah padaku. Hem*?"

"*Sialan*." kata **Wikar**.

"*Apa*?!"

"*Kalian hanya bajingan yang rakus dengan kekuasaan. Kalian semua serakah. Apakah kalian tidak ingat, bagaimana sikap kalian saat kami hanya menjadi sampah? Apa kalian fikir, aku melupakan semua hal itu hanya dengan pertukaran senjata? Tidak! Aku tidak akan puas, sebelum menghabisi kalian semua*!"

Orang itu lalu berdiri, dia tidak terima dengan ancaman **Wikar**. Tapi bukan karena hal itu saja. Semua itu juga karena mereka merasa malu, karena telah direndahkan. Dulu militer yang berkuasa. Namun sekarang, sebagian besar wilayah dari negara ini telah diambil alih oleh **Wikar**.

"*Kau seharusnya sadar! Kau hanyalah seorang pengkhianat! Kau menjajah bangsamu sendiri, dan menjadikan tempat ini menjadi medan perang! Aku akan memberitahukan kepada semua tentara, dimana tempat persembunyianmu ini, dan kau akan mati*!"

Saat orang itu berbalik, dan ingin pergi, tiba-tiba salah seorang dari anggota pasukan **Wikar** menyambutnya dengan sebuah senjata. Tanpa ampun, orang itu memukuli wajah tentara itu dengan senapan laras panjang yang dia bawa, hingga kepalanya hancur.

"*Bersihkan semua ini. Aku tidak ingin ada setetes pun darah mereka yang mengotori tempat kita*."

"*Siap komandan*!"

Terpopuler

Comments

mr. Lucifer

mr. Lucifer

p

2021-11-05

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!