Alena terlihat sedang menikmati sarapan paginya.Hari ini dapat dipastikan akan manjadi hari yang paling membosankan bagi Alena.Dimana hari ini dia akan menghabiskan waktu seharian di rumah, karena Daven melarangnya untuk kembali bekerja di perusahaannya.
"Hmm, lebih baik hari ini aku belajar buat kue.Aku sepertinya sudah lama tidak melakukannya " gumam Alena sambil menyunggingkan senyuman di bibirnya.
Suara sepatu yang berbenturan dengan lantai, mengalihkan perhatian Alena. Dia melihat Daven turun dengan gagah.Tubuhnya terbalut dengan kemeja berwarna biru muda yang dipadu padankan dengan jas berwarna navy. Walaupun Alena sudah biasa melihat Daven,tapi tidak bisa dipungkiri,kalau dia akan selalu kagum dengan ketampanan yang di miliki oleh Daven.
Daven menghampiri meja makan dan dia melihat, hanya ada sepiring pasta di atas meja,dan itupun punya Alena.
"Hei, kamu buat pastanya,cuma buat dirimu sendiri? untuk ku mana?! "
"Ta-tapi Tuan,bukannya anda sendiri yang mengatakan kalau aku hanya perlu masak untuk diri sendiri? Tapi kenapa anda....."
"Intinya, ada tidak buat aku?!" bentak Daven.
"Ma-maaf Tuan,tidak ada! karena aku pikir ...."
"Ya udah, kalau tidak ada,kamu tidak perlu bicara lagi. Sekarang kamu buatkan aku kopi saja !" perintah Daven .
" Dasar gila, psikopat. Kemarin dia sendiri yang bilang kalau gak mau makan masakan ku.Sekarang malah marah karna gak dimasakin. Maunya dia ini apa sih? Bisa gila aku lama-lama! " Alena mengumpat sekaligus menggerutu di dalam hatinya.
"Hei! Kamu dengar gak aku bilang apa?" bentak Daven merasa kesal,melihat Alena yang tidak langsung melaksanakan perintahnya.
"Ba-baik Tuan! " Alena berdiri lalu beranjak untuk membuat yang diminta oleh Daven.
"Ini kopinya Tuan. Apakah anda mau aku buatkan sesuatu untuk sarapan? " Alena bertanya dengan hati-hati.
"Tidak usah! Kamu buatkan aku roti bakar saja!" ucap Daven tanpa menatap Alena sama sekali.
" Itu mah sama aja bikin sarapan! seandainya aku bisa, ingin rasanya aku menimpuk kepalamu itu pakai batu,biar waras! " lagi-lagi Alena hanya berani mengumpat di dalam hati.
5 menit kemudian Alena meletakkan roti bakar buatanya di depan Daven.
"Ini rotinya Tuan?"
"Emm"
"Cih, apa susahnya sih bilang terima kasih aja?. Umurmu tidak akan berkurang kalau hanya mengucapkan terima kasih saja" . batin Alena.
"Oh, ya, untuk yang tadi malam aku minta maaf" nada suara Daven terdengar sangat pelan. Sehingga Alena tidak bisa mendengar dengan jelas.
" Apa Tuan ?" Alena menyipitkan matanya dengan kening yang berkerut.
"Sudah lupakan saja !Tidak ada pengulangan !" tegas Daven merasa kesal. Dia sudah berusaha menjatuhkan harga dirinya untuk meminta maaf, tapi Alena tidak mendengar .
"Dia beneran tidak mendengar atau pura-pura sih? " batin Daven sambil mengunyah roti yang ada di depannya dengan cepat.
"Dasar aneh!" Alena kembali menggerutu di dalam hatinya.
"Aku mau ke kantor sekarang! " ucap Daven.
" Oh iya Tuan. Hati-hati " Alena bingung kenapa Daven pagi ini pamit lagi.
"Kamu dengar tidak?! Aku mau pergi ke kantor sekarang! Daven mengulangi ucapannya dengan sedikit membentak.
"Ta-tadi aku kan sudah bilang iya tuan!" Alena sudah mulai merasa kesal. Akan tetapi dia masih berusaha menahan kekesalannya dengan menghembuskan nafas nya dengan cepat.
"Kamu tidak lihat, kalau aku belum pakai dasi? " ucap Daven ambigu.
Alena semakin bingung dengan ucapan Daven. " Apa kaitannya dia tidak memakai dasi denganku? Dia tidak sedang menyuruhku memasang dasinya kan?" gumam Alena.
"Kamu pasangkan dasiku sekarang! biasanya Mommy yang masangin, sekarang ini tugas kamu! Lekas! "
"Bisa tidak Tuan meminta nya dengan sopan? "
"Aku tidak sedang meminta. Tapi aku sedang memerintahmu! "
Alena menarik nafasnya dalam-dalam, mengembuskan pelan-pelan, beranjak dari tempat dia duduk, menghampiri Daven lalu meraih dasi dari tangan Daven.
Tubuh Daven yang tinggi membuat Alena sedikit berjinjit untuk bisa meraih bahu Daven. Akan tetapi, walaupun dia sudah berjinjit tetap saja Alena mengalami kesulitan.
"Bisakah anda menunduk sedikit Tuan? Aku cukup kesulitan memasangkan dasinya untuk anda."
"Makanya kalau punya tubuh itu jangan pendek! " ucap Daven sedikit mengejek.Tapi dia tetap membungkukkan tubuh jangkungnya juga.
Alena hanya mendesah,tidak mau meladeni ejekan Daven. Karena menurutnya percuma saja meladeninya.
Hembusan nafas ber-aroma mint yang keluar dari mulut Daven membuat tubuh Alena sedikit meremang.Sehingga kedua tangan Alena sedikit gemetaran saat memasangkan dasi itu.
Bukan hanya Alena yang merasakan getaran, Daven juga merasakan sesuatu yang berbeda. Karena jarak mereka yang terlalu dekat, kedua mata Daven tidak lepas dari bibir merah chery milik Alena. Bibir Alena yang sedikit terbuka itu, seakan memiliki magnet.Daven semakin menunduk ingin segera ******* bibir milik Alena.
"Su-sudah selesai Tuan! " Suara Alena,membuyarkan keinginan Daven yang hampir saja tidak bisa menahan hasratnya.
Daven gelagapan, dan berdehem untuk menetralkan perasaannya gugupnya.
"Sial ! bisa-bisanya aku hampir mencium dia"
"Anda kenapa Tuan? " tanya Alena seraya menyipitkan kedua matanya.
" Gak usah banyak tanya! Kamu segera menyingkir dari hadapanku! " Daven mendorong pelan tubuh Alena agar menjauh sedikit dari hadapannya.
Alena mengayunkan kedua kakinya, kembali duduk di kursi tempat dia duduk semula untuk melanjutkan sarapannya yang sempat tertunda. Baru saja dia mendaratkan tubuhnya di kursi , suara Daven kembali terdengar " Tolong buatkan aku kopi lagi, untuk aku bawa ke kantor! Masukkan aja kedalam termos kecil, biar tetap hangat sampai di kantor !" Seru Daven tanpa melepaskan pandangannya dari layar ponsel yang ada di tangannya.
Alena mengepalkan tangannya dengan kencang seraya menggigit giginya sendiri. Alena rasanya juga ingin sekali menarik dan mencabuti rambut Daven dari kepalanya, lalu membenamkan kepalanya ke dalam tanah.
Karena terlalu geram, Alena bangkit berdiri dengan sedikit kasar, sehingga bunyi decitan kursi bergeser sangat kencang. Sehingga membuat Daven terjingkat kaget.
" Hei, kamu marah dan tidak suka aku suruh?! " Daven ikut berdiri sambil menggebrak meja.
"Si-siapa yang marah? Aku gak mungkin marah Tuan.Karena aku kan tidak punya hak untuk marah! "
" Bagus, kalau kamu paham dan sadar siapa dirimu. Cepat buatkan sekarang ! aku ada pertemuan penting hari ini! "
Alena menarik nafas seraya mengelus dadanya lalu mengembuskan dengan sekali hentakan.Lalu dia membuat kopi sesuai dengan perintah Daven.
"Ini Tuan kopinya. " Alena meletakkan sebuah termos kecil di atas meja, di hadapan Daven.
"Apakah ada sesuatu lagi yang perlu aku kerjakan Tuan, sebelum aku duduk kembali? " Tanya Alena.
"Tidak ada! Kamu boleh duduk dan habiskan sarapanmu sekarang!" Daven berdiri dan meraih termos kecil berisi kopi itu, lalu beranjak meninggalkan Alena yang menggerutu di dalam hatinya.
Begitu kembali ke kursinya, rasanya Alena sudah kehilangan selera makan, begitu menyentuh pastanya sudah sangat dingin. Akan tetapi dia tetap berusaha menghabiskannya, begitu mengingat masih banyak orang yang susah untuk mendapatkan makanan.
Tbc
Jangan lupa untuk tetap mendukung karya ku ini ya gais.please like, vote, rate dan komen.Thank you.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Nenk Khanaya
g kebyang dch ,smpe snyum" sendiri
2021-06-09
0
Susi Wati
lanjut thor...
2021-03-25
2
Ucy (ig. ucynovel)
3 like mendarat thor 👍
2021-03-24
1