Daven mengayunkan kakinya hendak meninggalkan Alena.
"Anda mau kemana tuan" celetuk Alena tiba-tiba berdiri, dan sontak mendapat tatapan dingin dari Daven.
"Ma-maaf" Alena menundukkan wajahnya tidak berani membalas tatapan Daven.
Daven melanjutkan kembali langkahnya, meninggalkan Alena yang langsung melayangkan tinju anginnya ke arah Daven yang membelakanginya. Merasakan ada hal yang aneh, Daven langsung berputar dan melihat tangan Alena yang berada di udara. Alena sontak mengibas-ngibaskan tangannya seperti sedang mengusir lalat.
"Ngapain kamu?!" suara Daven, menggelegar membentak Alena.
"Aku lagi ngusir lalat tadi tuan"
"Mana ada lalat di rumah ini? kamu tadi mau memukulku kan?"
"Ti-tidak tuan, aku mana berani melakukannya.Aku masih sayang sama nyawaku tuan".
" Bagus!" Aku mau keluar dulu. Kamu di rumah, jangan macam-macam! Daven melangkah kembali tanpa menoleh lagi ke arah Alena.
"Apakah dia sedang berpamitan tadi? aku gak salah dengar kan? Alena tertegun lalu menepuk-nepuk pipinya, menguji apakah dia lagi bermimpi atau tidak. "Ternyata aku tidak lagi bermimpi " Alena melangkah kembali ke meja makan untuk mengisi perutnya yang sudah meminta di isi sejak tadi.
Daven mengusap kasar wajahnya, merasa malu pada dirinya sendiri.
" Shit! bisa-bisanya aku pamit padanya.Dia pasti besar kepala. Arghhhh! " Daven menggusak rambutnya dengan kasar.
*******
Alena berlari-lari kecil menuruni anak tangga, untuk membukakan pintu, yang dari tadi bel nya sudah berbunyi berkali-kali.
"Ngapain sih pakai bunyiin bel segala? Kan bisa buka sendiri pintunya. Kayanya dia mau ngerjain aku.Dasar sinting, gak bisa lihat orang senang dikit" terdengar gerutuan kesal dari bibir Alena, yang mengira kalau orang yang sedang menekan bel berulang kali itu Daven.
Sebelum membuka pintu,Alena memegang dadanya,berdehem sebentar, menghembuskan nafas , Lalu melebarkan senyumnya sambil membuka pintu, berpura-pura bahagia menyambut kepulangan Daven. Kedua matanya seketika membulat dengan sempurna, yang datang ternyata bukan Daven tapi kedua mertuanya Harold dan Ellen.
"Halo sayang! boleh Mommy masuk? "
"Bo-boleh Mom! " seraya melebarkan pintu mempersilahkan kedua mertuanya untuk masuk.
"Mommy sama Daddy silahkan duduk dulu ya! aku mau buatin minum dulu buat Mommy sama Daddy. Mommy sama Daddy mau minum apa? "
"Tidak usah repot- repot Alena. Kita kesini mau melihat tempat tinggal kalian saja.Daven dimana? " Harold mengitari sekeliling, untuk mencari keberadaan Daven.
" Daven tadi keluar Dad "
"Apakah dia ada pamit padamu? "
"Sepertinya sih iya Dad ".
"Kenapa pakai sepertinya? apakah kamu tidak yakin? " nada bicara Harold terkesan menyelidik.
"Tuan Daven cuma bilang, Aku mau keluar dulu, kamu di rumah jangan macam-macam! apakah itu termasuk pamit Dad? " tanya Alena dengan mimik wajah yang polos.
Harold dan Ellen saling berpandangan dan tersenyum penuh makna. Mereka paham dengan sikap Daven. Kalau Daven sampai pamit seperti itu, berarti Alena sedikitnya sudah dianggap oleh Daven. karena biasanya Daven akan bersikap apatis pada orang yang dia anggap tidak penting dalam hidupnya.
" Alena, daripada kamu sendirian di rumah, lebih baik kamu temanin mommy belanja yuk!"
"Sial, itu artinya kebahagiaan buat kalian berdua, tapi siksaan buat ku. " Harold membatin membayangkan, rasa bosan yang sebentar lagi akan menyerangnya saat menemani istri dan menantunya belanja.
"Emm, tapi Mom----"
"Mommy tidak mau mendengar penolakan! Masalah Daven, Mommy akan kasih tahu dia nanti.
"Ya, udah Mom, aku mau ganti pakaian dulu ya!" Alena segera naik ke atas, setelah Ellen meng-iyakan.
********
Sesampainya Di sebuah mall besar, Ellen begitu memanjakan Alena. Dia tidak segan-segan untuk mengeluarkan uang yang banyak untuk membelikan Alena pakaian, sepatu dan tas yang ber merek. Walaupun sebenarnya Alena sudah berkali-kali untuk menolak. Tapi, bukan Ellen namanya kalau tidak bisa membuat menantunya itu menerima semua pemberiannya.
Dari jauh ada sepasang mata yang selalu memperhatikan Alena dengan seksama. Ada keraguan yang terpancar di manik mata berwana abu-abu itu. Ragu apakah wanita yang dilihatnya kini, Alena atau bukan. Karena kini penampilan Alena sangat berbeda dari sebelumnya.
Orang itu, mengambil ponsel dari sakunya, lalu melakukan panggilan ke nomor Alena, tanpa melepaskan pandangannya ke arah wanita yang diduganya Alena.
Alena terlihat mengambil ponsel dari dalam tasnya, dan terbeliak melihat nama si pemanggil di layar ponselnya itu.Alena menolak panggilan itu dengan cepat. sebenarnya ingin menjawab panggilan itu, tapi dia tidak mau kedua mertuanya itu curiga.
"Kenapa tidak di jawab sayang? " Ellen mengrenyit kan keningnya menatap Alena dengan penuh tanya.
"Emm, nomornya tidak di kenal mom " seraya memasukkan kembali ponselnya ke dalam tasnya.
Ellen manggut-manggut tidak merasa curiga sama sekali. Dia kembali melihat -lihat pakaian-pakaian yang melekat pada patung-patung manekin yang berjejer di butik yang berada di gedung mall itu.
Alena kembali mengambil ponselnya dari dalam tas, untuk memeriksa pesan yang baru saja dikirimkan seseorang ke ponselnya.
" Aku ada di dekatmu. Aku tunggu kamu di Cafe yang berada dilantai bawah gedung ini! "
Alena sontak menoleh ke sekelilingnya untuk mencari keberadaan sipengirim pesan. Kedua netra Alena membulat melihat sosok yang tersenyum tidak terlalu jauh dari tempatnya berada.
"Sayang, sepertinya belanjanya harus diakhiri dulu sekarang !. Apakah kamu tidak ingat, kita ada janji untuk bertemu sahabat lama ku jam 4 sore ini? Ini sudah hampir jam 3.30 sedangkan untuk sampai kesana butuh waktu lebih dari 30 menit " tutur Harold mengingatkan istrinya Ellen dengan wajah masam
Ellen menepuk jidatnya sambil nyengir ke arah Harold. " Eh, iya Mommy lupa. " Ellen menoleh kearah menantunya Alena dengan ekspresi bingung mau mengucapkan apa pada menantunya itu.
"Mom, Dad, tidak apa-apa, nanti aku bisa pulang sendiri. Mommy sama Daddy pergi aja! " ujar Alena mengerti akan makna tatapan mertuanya itu.
" Betul sayang tidak apa-apa? " Ellen memastikan , dan dijawab dengan anggukan kepala oleh Alena.
"Ya udah, ini semua Mommy belikan buat kamu. Ingat tidak ada penolakan! " tegas Ellen ,sebelum Alena mengeluarkan kata penolakan dari mulutnya.
Alena menghela nafasnya, dan dengan terpaksa akhirnya dia pun menerima semua pemberian mertuanya itu.
"Terima kasih Mom! "
" Kami pamit dulu ya sayang! " Ellen memeluk Alena, lalu beranjak pergi meninggalkan Alena menyusul suaminya yang sudah terlebih dulu pamit.
Sepeninggal kedua mertuanya, Alena pun beranjak juga meninggalkan tempat itu, untuk menemui orang yang mengirimkan pesan padanya.
" Hai Alena apa kabar? kamu kelihatan sangat berbeda sekarang ! Kamu terlihat lebih cantik!."
" Ka James bisa aja! " Alena tersipu malu mendengar pujian dari sosok pria yang bernama James itu. Sosok Pria yang sudah lama di kagumi oleh Alena.
James dulunya merupakan anak yang tinggal di panti yang sama dengan Alena. James selalu menjadi sosok pelindung buat Alena, dan mereka sangat dekat. Tapi saat, orang tua kandung James yang merupakan pengusaha sukses, berhasil menemukannya, mau tidak mau James harus meninggalkan panti dan ikut dengan orang tuanya.
Sebelum James meninggalkan panti, James sempat berjanji kalau sudah dewasa akan menikahi Alena. Dan jujur Alena sangat menantikan hal itu.Akan tetapi keinginan James tidak mendapat restu dari kedua orangtuanya. Alena tidak mau membuat hubungan James dan orangtuanya hancur, makanya dengan berat hati dia pun menolak lamaran James waktu itu.
Tanpa Alena sadari, dari jarak yang tidak terlalu jauh,sepasang mata milik Daven menatap interaksi Alena dengan James dengan kilatan yang penuh amarah.
Tbc
Jangan lupa untuk like, vote dan komen. Thank you.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Nenk Khanaya
kerennnn
2021-06-08
0
Umi Asmarani
semangat up
2021-03-21
0
Elisabeth Ratna Susanti
mantap say, lanjut😍😘
2021-03-21
1