Part 19: Alice & Alvern

Mulut bisa berucap yang tidak benar tapi perasaan tidak, perasaan selalu menyimpan sebuah kebenaran bahkan rahasia terkecil sekalipun. Namun apa yang dirasakan tidak selalu dapat diungkapkan karena banyaknya pertimbangan, entah itu baik ataupun buruk.

 ...

Sebelum Alvern menjemputnya Alice berniat akan pergi ke lokasi kerja untuk memastikan semua baik-baik saja dan memastikan jika orang yang akan menggantikannya mengerti dengan tugas-tugasnya. Dan ia masih memiliki tanda tanya di kepalanya dan terpahat dengan rapi, tanda tanya itu tidak akan hilang jika Alvern belum menjelaskan semua padanya. Alice sangat merasa tidak nyaman atas pengakuan Alvern yang terang-terangan mengatakan jika sudah memanfaatkan dirinya sehingga berada dalam bahaya. Hari ini Alice akan menuntut penjelasan dari Alvern, itu menjadi point penting saat ia nanti bertemu dengan sang CEO. Alice hanya tidak ingin ada salah paham karena Alvern belum menjelaskan apa-apa padanya, dan jika memang ia hanya dimanfaatkan ia berjanji akan menjauhi Alvern karena sudah cukup perbuatan dari bekas orang tuanya, ia tidak ingin lagi menambah daftar orang yang dibenci dan dihindarinya.

Setelah memasukkan semua barang-barangnya ke dalam mobil, Alice melajukan mobilnya ke lokasi proyek yang diawasinya, proyek yang untuk sementara ini dinamakan kawasan ramah lingkungan, mungkin akan ada perubahan karena dikatakan hanya sementara.

Dengan celana jeans berwarna hitam dan kemeja berwarna krem Alice lebih terlihat seperti anak sekolahan terlebih ia menggunakan sepatu kets dan ransel kecil yang bertengger di bahu kanannya.

Dengan mulus Alice memarkirkan mobilnya tepat di sudut kantor mereka karena entah kenapa tempat parker yang biasanya digunakan olehnya ditandai tidak bisa digunakan dan Alice tidak memusingkan hal itu.

Seperti hari biasa bahkan hari-hari kemarin dan kemarinnya lagi Alice disambut dengan senyuman lebar dari Devid dan itu selalu membuat Alice tidak nyaman.

“Hai Al, jam berapa kau akan kembali ke Midle?” Devid langsung bertanya pada Alice.

“Entahlah, aku hanya menunggu tuan Alvern menjemputku,” ucap Alice dengan santai tanpa beban sama sekali.

“Apa hubunganmu dengan tuan Alvern? Kenapa dia yang menjemputmu?” Devid semakin ingin tau.

“Kau tanyakanlah padanya apa hubungan kami, dan bisakah kau tidak bertanya lagi, aku harus menyelesaikan laporanku,” kata Alice dengan tatapan masih tertuju pada layar laptop di depannya.

“Al, penggantimu sudah tiba,” kata Devid seraya menunjuk ke arah pintu kantor mereka.

“Hai Alice!” sapa seseorang yang masuk ke dalam kantor mereka dan mendekati Alice.

“Thomas, ternyata kau yang menggantikanku, seandainya aku tau itu kau, aku tidak akan menyelesaikan laporanku,” ucap Alice seraya berdiri dan mendekati teman sekantornya itu.

Thomas adalah rekan yang sangat diandalkan Alice di setiap pekerjaan yang mereka tangani karena itu Thomas dijadikan wakil kepala perancanagan dan perencanaan dalam tim Alice. Alice senang karena Thomas yang akan menggantikannya, setidaknya ia tidak akan sulit menjelaskan tentang proyek mereka kali ini.

Setelah lebih satu jam Alice akhirnya selesai menjelaskan semua pekerjaan pada Thomas dengan laporan yang sudah dibuat oleh Alice semua akan menjadi lebih mudah. Alice, Thomas dan Devid berjalan bersama menuju pos pengawasan karena Alice ingin Thoman mengenal wilayah kerjanya.

“Alice kembalilah ke kantor lebih dulu, biar aku yang mengantar Thomas ke semua bangunan. Kau selesaikan saja laporanmu sebelum kembali ke Midle,” ucap Devid saat mereka bertiga berada di pos pengawasan.

“Apakah tidak apa-apa jika ku tinggalkan? Thomas baru di sini,” ucap Alice dengan ragu sambil menatap ke arah Thomas.

“Tidak masalah Alice, kembalilah. Aku tidak apa-apa,” kata Thomas meyakinkan Alice.

“Baiklah jika kalian memaksa.” Alice pun berlalu meninggalkan Devid dan Thomas yang akan meninjau setiap bangunan yang sudah selesai hampir 50%.

Sedangkan Alvern ia terlihat sangat tidak tenang, dengan banyaknya pekerjaan yang harus memerlukan persetujuannya, dan ia meminta sekertarisnya untuk menunda agendanya selama dua hari ke depan. Saat Alvern disibukkan dengan segala berkas yang menumpuk di meja kerjanya, pintu ruangannya diketuk dan ternyata asistennya Joe yang mendatanginya.

“Tuan, satu jam lagi keberangkatanmu ke kota Nara, dan semua sudah disiapkan,” jelas Joe setelah terlebih dahulu menyapa tuannya itu.

“Baiklah Joe, dan aku tidak akan membawa Alice ke apartemennya. Ia akan tinggal bersama granny mulai hari ini,” ucap Alvern sambil mengetuk-ngetukkan pulpennya di permukaan meja kerjanya. Suka tidak suka mau tidak mau Alvern akan membuat Alice dekat dengannya sekalipun jika ia harus dengan paksaan. Ia hanya ingin Alice aman dalam pengawasannya.

Tepat pukul satu siang Alvern tiba di kota Nara dan langsung menuju ke lokasi proyek mereka. Saat ia tiba di lokasi proyek, Alvern langsung menuju ke ruang kerja dan mendapati Alice seorang diri menatap layar komputer yang ada di hadapannya seolah tidak perduli dengan yang ada di sekitarnya, tanpa bersuara Alvern berjalan mendekati Alice dan berhenti tepat di belakang Alice yang sedang berkutat dengan komputer dan kertas-kertas yang berserakan di hadapannya. Daaaaannnnn….

“Kau sangat tidak peka Alicia,” bisik Alvern tepat di telinga Alice, dan Alice terlonjak kaget dengan kehadiran Alvern sehingga hampir terjatuh dari kursinya.

Hupp…Alvern dengan sigap meraih pinggang Alice dan menarik Alice berdiri mendekat padanya, “Selain tidak peka kau juga sangat ceroboh Alicia,” kata Alvern di depan wajah Alicia.

Mereka berdua sama-sama terpaku menatap wajah satu sama lain, saling menghirup aroma yang selama ini membuat mereka saling merindukan walaupun tak terucapkan. Alvern menatap jauh ke dalam mata Alice yang selalu mampu manarik Alvern masuk ke dalamnya dan enggan untuk keluar lagi, dan Alice dengan wajah yang memerah dan bibir sedikit terbuka karena terkejut memancing jiwa kelelakian Alvern untuk semakin mengeratkan pegangannya di pinggang Alice dan mendekatkan wajahnya pada Alice.

Ciuman lembut memndarat di bibir mungil Alice membuat Alice memejamkan matanya seolah ikut terlarut oleh ciuman yang diberikan Alvern sampai….

“Ehem…maaf jika kami mengganggu.”

Dan Alice yang tersentak kaget langsung menjauhkan wajahnya dari Alvern namun ia tidak dapat menjauh dari Alvern karena lengan kokoh Alvern masih setia berada di pinggangnya. Alvern menatap orang yang mengusiknya dengan tidak senang namun ia semakin mengetatkan pegangannya di pinggang Alice saat ia merasakan jika Alice ingin menjauhinya.

“Devid…Thomas….” ucap Alice dengan kaku sambil menatap kedua rekannya dengan tidak nyaman karena sudah memergokinya dan Alvern dalam situasi yang bisa dikatakan sangat intim, setidaknya untuk seorang Alice.

“Apakah kalian yang akan bertanggung jawab di sini sampai proyek ini selesai?” tanya Alven tnpa ada niat melepaskan tangannya dari pinggang Alice.

“Benar tuan Alvern,” jawab Devid.

“Dan dia adalah…” Alvern mengarahkan pandangannya pada Thomas.

“Dia Thomas wakilku di kantor pusat dan dia yang akan menggantikanku di sini,” jawab Alice pada Alvern.

Alvern menatap Alice saat mendengar jawaban dari Alice dan menganggukkan kepalanya tanda ia mengerti,

“Bereskan perlengkapanmu Alicia, kita akan berangkat setelah makan siang,” ucap Alvern yang akhirnya melepaskan Alice supaya dapat membereskan barang-barangnya namun ia masih tetap berdiri tegap di dekat Alice tanpa ada niat menjauh sama sekali. Setelah membereskan semuanya dan memastikan tidak ada yang tertinggal, Alice berpamitan pada dua rekannya.

“Aku pergi dulu dan tolong kabari aku jika ada masalah di sini setidaknya aku akan membantu kalian walaupun dari jauh,” ucap Alice pada Thomas sebelum Alvern meraih tangannya dan menggenggamnya.

“Kalian tau menghubungi siapa jika ada masalah,” ucap Alvern singkat dan menarik Alice keluar dari kantor mereka.

“Lepaskan tanganku Alvern, orang akan salah paham dengan sikapmu,” kata Alice sambil berusaha melepaskan tangannya dari Alvern dan itu selalu sia-sia.

“Biarkan saja Alice, sekarang masuklah. Aku sudah sangat lapar,” kata Alvern dengan wajah tanpa ekspresi dan menuntun Alice masuk ke dalam mobil dimana sebelumnya barang-barang Alice sudah berada dalam bagasi mobil Alvern.

Setelah makan siang yang sempat tertunda, akhirnya Alice dan Alvern bertolak ke kota Midle dan tiba pada sore hari. Alice kembali dibuat bingung karena jalan yang mereka lewati bukan menuju ke apartemennya.

“Kau akan tinggal bersama grannyku untuk sementara waktu,” jelas Alvern karena melihat Alice yang menatapnya dengan ekspresi penuh pertanyaan.

“Haruskah? Dan apakah kau lupa jika kami tidak saling kenal dan hubungan kita bukan hubungan yang bisa membuat aku tinggal bersama grannymu,” ucap Alice tanpa ragu-ragu dan membuat Alvern memberikan tatapan tajamnya untuk Alice.

“Apakah kau lupa Alicia berapa kali aku menyentuhmu? Untukku itu alasan kuat kau tinggal bersama grannyku, bahkan jika kau tinggal di dalam kamarku dan di atas tempat tidurku,” ucap Alvern perlahan sambil mendekati Alice yang duduk di sampingnya.

Ucapan Alvern itu membuat mata Alice membesar dan wajah memerah, dengan cepat Alice memalingkan wajahnya menatap keluar jendela karena ia tidak tau apalg yang harus dibicarakannya saat Alvern bertingkah seperti itu, Alice masih merasakan detak jantungnya yang tidak karuan sehingga ia hanya berdiam diri tanpa mau memalingkan wajahnya menatap Alvern.

Alvern terkekeh melihat tingkah Alice dan itu membuat Alice semakin menggeser posisi duduknya sampai tubuhnya menyentuh pintu mobil.

‘Ini membuatku gila, aku harus mencari cara supaya tidak sering bertemu dengannya,’ gumam Alice dalam hatinya.

“Al, jarak tempat nenekmu jauh dengan kantorku dan mobilku masih di apartemenku. Lebih baik aku tinggal di apartemenku saja supaya tidak mengganggu grannymu dengan semua pekerjaanku,” ucap Alice sambil memberanikan diri menatap mata Alvern.

Alvern terdiam saat Alice menatapnya dengan wajah memohon, dan rahangnya mengeras karena berusaha mengendalikan diri supaya tidak menyerang Alice dimana masih ada seorang supur yang bisa jadi penonton mereka. Alvern tidak ingin berlama-lama menatap Alice karena sangat mempengaruhi pengendalian dirinya, dan ia memalingkan wajahnya kembali ke arah depan.

‘Arrrrggghhh…kenapa ia tidak menjawabku? Aku benar-benar tidak bisasaaaa,’ kekesalan Alice menumpuk dalam hatinya sehingga semakin ingin membuat Alvern kesal. ia harus menolak perintah Alvern, ia tidak ingin dianggap perempuan murahan yang dengan mudahnya menerima ajakan Alvern utntuk tinggal bersama, walaupun tidak secara langsung.

“Kau tidak bisa memerintahku tuan Alvern, aku bukan karyawanmu dan kau bukan siapa siapa untukmu begitupun sebaliknya. Jika kau tidak ingin mengantarkanku kembali ke apartemenku aku bisa pergi sendiri. Asal kau tau aku sangat menolak keinginanmu untuk tinggal bersama grannymu,” kata Alice dengan lantang tanpa rasa takut sedikitpun.

Alvern yang mendengar ucapan Alice segera menarik tubuh Alice mendekat bahkan menempel pada tubuhnya, “Hentikan mobilnya dan kau keluarlah. Jangan mendekat sampai ku panggil,”perintah Alvern pada supirnya dan menghentikan mobilnya tepat di pinggir jalan yang terlihata sangat sepi.

Setelah Alvern memastikan supirnya menjauh ia menatap Alice dengan sangat tajam karena tidak suka dengan semua bantahan Alice. Alvern dengan mudahnya mendudukkan Alice di pangkuannya dan langsung membungkam bibir Alice yang akan melayangkan protes padanya. Alvern melepaskan bibirnya dari bibir Alice saat dirasakannya Alice berontak karena sulit bernafas, dan Alvern masih menahan tubuh Alice di pangkuannya.

“Kau menguji batas kesabaranku Alicia, jangan pernah membantahku lagi. Turutilah keinginanku, aku hanya ingin kau tau siapa aku sebenarnya tapi dengan perlahan Alicia,” kembali Alvern mencium Alice dan kali ini dengan sangat lembut.

Alvern seolah tidak ingin melepaskan Alice sehingga masih masih menguasai bibir Alice dengans sangat kuat dan dalam. Tapi Alice tersentak kaget saat merasakan sesuatu yang mengganjal di bawahnya, dan dengan cepat ia mendorong tubuh Alvern dan berpindah ke tempat duduknya semula, dengan wajah yang bersemu merah karena ia tau apa itu. Walapupun ia masih seorang gadis perawan tapi ia adalahs eorang yang dewasa, setidaknya itulah pikiran seorang Alice.

“Kini kau tau Alicia seberapa besar pengaruhmu padaku. Jangan lagi membantahku, kau tidak akan suka dengan resikonya,” bisik Alvern di telinga Alice yang nyaris berupa geraman dan sebelum menjauhi Alice dengan cepat dan ringan Alvern mengecup pipi Alice tentu saja tanpa seijin Alice.

Alvern memanggil supirnya untuk kembali dan mereka pun melanjutkan perjalannya. Seolah tidak terjadi apa-apa Alvern duduk dengan tenang tanpa menghiraukan Alice yang masih salah tingkah karena perbuatannya.

‘Kau tidak akan bisa menjauh Alicia. You’re mine!’

...

...

...

...

...

bersikap lembutlah sedikit Bangs Alvern kuu 😎😎😍😍

.

next part 20

kisah cinta yang diuji yangenjaga image tapi mau mau manja

apakah mereka bisa mengungkapkan apa yang mereka rasakan?

bagaimana Alvern mengatasi Barbara dan melenyapkan kesalah pahaman nanti?

.

Okedeh pada akhir nya Vii selalu ingetin jangan lupa kasih LIKE, KOMEN, karna ini merupakan wadah aku bisa tahu di mana letak kesalahan dan kelebihan untuk mood booster aku 😁😁

Dan boleh juga kasih RATE dan VOTE di depan profil novel .. kasih 5 bintang nya donggss 😍😍

.

Thx for read and i love you so much much more and again ❤❤

 

Terpopuler

Comments

syafa

syafa

aduh bang al udah teganf gitu kwkwkw

2020-07-03

1

Violet Agfa

Violet Agfa

aduuuuhhh..... babanG aL.... gak naHan bGt yaaakkk

2020-06-07

0

Devi Rahayu

Devi Rahayu

up nya jan lma2

2020-04-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!