"Pagi Run! Bagaimana semalam?" Revan mendekati Aruna yang sedang sibuk memasak membantu Bu Ira di dapur.Aruna melirik Revan. Ia melihat tanda merah di leher Revan
Gila.Nisa kelihatannya kalem ternyata punya kemampuan juga. batin Aruna.
"Udah deh. Tuan jangan ngeledek aku." balas Aruna yang masih merasakan kesal karena semalam dibiarkan menghayal sendiri oleh Lais.
"Eh siapa yang ngledekin kamu. Aku bertanya baik-baik. Bagaimana misimu? Sukses nggak? Apa kamu bisa membangunkan singa yang telah lama bertapa itu?"
"Kelamaan bertapa dah jadi patung batu." rungut Aruna.
"Siapa yang jadi patung?" Lais tiba-tiba datang dan langsung menyambar.
Revan dan Aruna menoleh dengan kaget.
Semoga dia tidak mendengar dengan benar. Batin Revan.
"Oh itu, cerita film kesukaan Aruna yang anaknya dikutuk jadi batu." jawab Revan asal.
Malin Kundang kali. batin Aruna geli
Lais langsung duduk di meja makan tanpa menggubris jawaban Revan. Revan ikut duduk di depan Lais.
"Mana istrimu? Aku tidak melihatnya membantu di dapur. Padahal biasanya ia selalu membantu Aruna memasak kalau pagi." Lais bertanya sambil membuka surat kabar pagi dan membacanya. Aruna datang menaruh kopi di
meja depan Lais.
"Ia kecapekan." jawab Revan sambil tersenyum membayangkan bagaimana malam pertama mereka berlangsung semalam. Bagaimana Nisa kewalahan mengimbanginya hingga gadis itu mengiba minta berhenti saat hari menjelang subuh.
"Setelah menikah dia jadi pemalas. Hanya melakukan malam pertama saja sampai mengeluh kecapekan." gumam Lais dengan nada merendahkan.
Revan dan Aruna saling pandang.
"Patung." Ucap Aruna dengan gerakan bibirnya tanpa suara lalu meninggalkan mereka pergi ke kamarnya untuk mengganti bajunya dengan seragam sekolah. Revan tertawa lirih namun masih bisa didengar Lais.
"Ada yang lucu?" tanya Lais sekilas mengalihkan perhatiannya dari surat kabar yang sedang ia baca ke arah Revan. Ia menyipitkan matanya saat melihat tanda merah di leher Revan.
"Oh tidak tuan. Tidak ada." Revan menjawab dengan menahan tawa.
Lais melipat surat kabarnya,"Apa makanannya belum siap juga?" katanya dengan sedikit keras.
"Sudah, Tuan." Bu Ira langsung menata makanannya di meja.
"Mana Aruna?" Mata Revan memutar mencari keberadaan Aruna.
"Nona naik ke kamar untuk mengganti bajunya dengan seragam, Tuan."
Bu Ira melayani Revan makan. Saat ia akan mengambilkan makanan untuk Lais, pria itu menahannya.
"Biar Aruna yang melakukannya, Bu Ira."
Bu Ira mengangguk. Ia beranjak meninggalkan meja makan.
"Bu Ira duduk di sini saja. Ajak Pak Munir juga. Kita makan bareng." ajak Lais.
Aruna tiba. Ia langsung duduk di sisi Lias dan mengambilkan makanan untuk suaminya itu. Tadi ia sempat mendengar saat Lais mencegah Bu Ira melayaninya.
"Nanti aku antar." ucap Lais sebelum ia menyantap makanannya.
"Tuan Revan, mbak Nisa tidak diajak makan?" Aruna memandang Revan.
"Biar istirahat saja. Dia bisa makan nanti. Tadi bilangnya begitu." jawab Revan.
Selesai makan, Revan masuk ke kamar Nisa.
Sedangkan Lais sudah bersiap dengan tas kerjanya hendak berangkat.
"Ayo!" ajaknya pada Aruna.
Aruna mengangguk dan mulai mengekor di belakang Lais.
"Ponselmu kau bawa?" Lais bertanya pada Aruna saat mereka sudah berada dalam perjalanan ke sekolah Aruna.
"Iya, Tuan. Kenapa?"
"Nggak pa-pa. Nanti pulang tunggu aku. Tapi kalau kamu sudah keluar dan aku belum tiba, hubungi aku. Takutnya aku lupa." tutur Lais. Aruna mengangguk.
"Stop! Tuan, stop di sini." pinta Aruna.
"Kenapa?Takut dikira jalan sama om-om lagi? Bilang saja kalau om-om ini suamimu."
Suami apaan. Nggak ada suami yang ngacangin istrinya di malam pertama. batin Aruna.
"Ish..mikir apa aku ini?" gumam Aruna sambil menepuk keningnya sendiri.
"Kenapa?Ada yang kelupaan?"
"Ah, nggak Tuan. Aruna turun dulu , Tuan." Aruna mengambil tangan Lais. Lais menarik tangannya.
"Kamu mau apa?"
"Salim, Tuan. Gini nih." Aruna mempraktikkan dengan mencium punggung tangannya sendiri."Itu tandanya istri minta ijin pada suami dan suami mengijinkannya. Apa Tuan nggak pernah salim dengan kedua orang tua Tuan."
"Hem." Lais mendehem lalu mengulurkan tangan kanannya. Aruna meraih tangan itu dan menciup punggung tangan Lais.
"Selamat bekerja suamiku." Aruna turun. Setelah menutup pintu ia melambaikan tangan lalu berlari menuju gerbang sekolahannya.
Lais memandangi punggung tangannya yang barusan dicium Aruna. Dia mendekatkan punggung tangan itu ke wajahnya. Megendusnya dengan hidung lalu mengecupnya dengan bibir. Lais tersenyum kemudian mulai menjalankan mobilnya menuju perusahaannya.
Siang harinya, saat keluar dari gerbang sekolah, Aruna tidak menemukan mobil Lais. Ingat pesan Lais kalau dirinya belum datang maka Aruna harus menghubunginya. Aruna mengetik pesan dan mengirimkannya ke Lais. Ia lalu mencari tempat untuk duduk menunggu kedatangan Lais.
Saat ia asyik memainkan ponselnya sambil menunggu Lais, seorang pemuda menghampirinya.
"Kok belum pulang Run?" sapa si pemuda. Aruna mendongak dan melihat siapa yang menyapanya.
"Kamu.! Sedang menunggu jemputan." jawab Aruna dan kembali menyibukan diri bermain dengan ponselnya.
"Run, bisa kita bicara sebentar. Ada yang ingin aku katakan."
"Lha bukankah sekarang kita sudah bicara?Katakan saja apa yang ingin kau katakan." jawab Aruna masih dengan bermain ponsel.
"Di sini tempatnya nggak cocok Run."
"Emangnya kamu mau bilang apa sih? Ku kira tempat ini fine-fine aja buat ngobrol." Aruna masih tidak begitu mempedulikan orang yang mengajaknya bicara,. Perhatiannya masih pada ponselnya. itu kemudian duduk di sebelah Aruna. Aruna menggeser tubuhnya menjauh.
"Run, aku menyukaimu." kata si pemuda. Aruna yang masih sibuk dengan ponselnya tidak mendengar dengan jelas ungkapan hati si pemuda.
"Apa?" Aruna meminta si pemuda mengulang perkataannya.
"Aku.."
Tin Tin Tin
Bunyi klakson mobil. Aruna menoleh dan melihat Lais sudah datang. Ia langsung berdiri meninggalkan si pemuda.
"Jemputanku sudah tiba. Bye." Aruna berlari menuju Lais.
Pemuda itu memandang dengan geram. Ia merasa Aruna sudah meremehkan dan tidak menganggap dirinya.
"Kurang ajar. Aku akan membalas perbuatanmu ini. Aku, Angkasa, pantang direndahkan wanita."
Sementara itu di dalam mobil Lais.
"Siapa tadi?" Lais membuka suara.
"Tadi, siapa?"
"Pemuda yang duduk di sebelahmu. Pacarmu?"
Aruna terkekeh. "Apa suamiku ini sedang cemburu?"
"Aku hanya ingin tahu saja." jawab Lais yang memang belum pernah merasakan cemburu.
"Ah iya. Tuan kan tidak mencintaiku, mana mungkin cemburu. Dia Angkasa, kakak kelasku." Aruna memandang keluar jendela.
"Kenapa dia bisa duduk bersamamu." Lais melirik Aruna sekilas.
"Mungkin karena melihat aku duduk sendirian jadi kasihan. Entahlah. Tadi katanya hanya ingin bicara."
"Dia bicara apa?"
Aruna angkat bahu,"Belum sempat ia bicara, Tuan datang. Jadi aku meninggalkannya."
Mendengar jawaban Aruna Lais tersenyum. Entah mengapa ia merasa senang saat tahu Aruna lebih memilih meninggalkan Angkasa dan menemuinya. Ia merasa dirinya penting bagi Aruna.
"Tuan sibuk?" Aruna memandang Lais.
"Tidak. Kenapa?"
"Bisa kita mampir toko buku dulu. Ada yang harus saya beli."
Lais mengangguk. Ia memutar arah kemudinya menuju toko buku.
......💕💕......
Dukungan nya ya readersku
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Mama Ita
duhhh ada2 ajh tuh lais.... gak cemburu....
2022-02-19
2
Simay
lanjut Thor aq sukaa
2021-12-23
1
Neangdary Fred Rining
mantap
2021-12-20
1