"Jadi anda meyakini jka gadis itu memberi pengaruh positif pada penyakit anda, Tuan Lais?"
"Itu yang saya rasakan dokter. Saat melihatnya ..m..maksudku melihat ..dia..sedikit terbuka..tubuh saya tiba-tiba merasa pans dan saya sama sekali tidak merasa mual saat kami berciuman."Lais menjelaskan dengn detil.
"Ini aneh, berdasarkan sifat penyakit Anda, mestinya hanya orang yang sudah dekat dengan Anda dalam waktu lama baru bisa tidak berpengaruh pada trauma anda. Tapi kenapa gadis ini berbeda? Apa dia punya keistimewaan khusus? Atau Anda yang memandangnya dengan cara yang berbeda?"
Lais diam. Ia sama bingungnya dengan dokter itu. Selama ini ia selalu merasa tidak nyaman dengan orang-orang yang mendekatinya. Trauma masa kecilnya yang membuat dirinya menjadi seperti ini.
"Tuan, jika gadis itu mampu menyembuhkan anda, maka lanjutkan. Tuan bisa mencobanya dengan gadis itu."
"Tapi dia masih sangat belia. Masih sekolah. Aku tidak bisa menghancurkan masa depannya." gumam Lais.
"Menjadi istri Anda juga masa depan yang baik tuan." dokter itu tersenyum. Siapa wanita yang tidak mau menjadi istri pengusaha tampan nan sukses seperti Lais.
"Dia beda, dokter." Lais menjawab sambil berdiri,"Aku akan memastikan dulu, benarkah ia membawa pengaruh pada penyakitku atau tadi itu hanya kebetulan saja karena aku emosi."
Lais lalu meninggalkan ruang kerja Dokter Samy.
Di mansion Lais.
Bu Ira mengajak Aruna dan Nisa makan malam.
"Kita hanya makan bertiga,Bu?" tanya Aruna saat hanya ada dirinya, Nisa dan Bu Ira di ruang makan.
"Iya, Aruna. Memang kamu mengharapkan siapa lagi?" Bu Ira melirik Aruna dengan senyum menggoda. Nisa tertawa lirih.
"Eh..Kalian ya!" Aruna tersipu, "Maksud aku apa nyonya rumah ini tidak ikutan makan?"
"Nyonya nggak pernah makan malam di rumah. Dan Tuan Lais juga selalu makan di ruang kerjanya." Bu Ira menjelaskan.
"Jadi ruang makan ini hanya untuk Bu Ira dan Pak Munir dong?" Bu Ira mengangguk.
"Orang kaya memang aneh." gumam Aruna. Ia kemudian mulai makan.
Saat mereka sibuk makan, Lais datang. Ia masuk dan berhenti menatap ke arah ruang makan. Melihat tuannya datang, Bu Ira bangkit dan memberi hormat, pun demikian dengan Nisa. Aruna yang tidak menyadari kedatangan Lais, masih melanjutkan makannya dengan lahap.
"Aruna!" Bu Ira mengingatkan Aruna. Aruna mendongak sambil menatap Bu Ira. Mata Bu Ira bergerak memberi kode, namun Aruna tidak memahaminya.
Lais mendekat.
"Hem"
Aruna kaget mendengar deheman Lais. Ia langsung berdiri. Wajah Aruna yang kaget sangat lucu. Matanya membola dan pipinya menggembung karena mulutnya penuh makanan.
Lais ingin tersenyum melihat wajah lucu dan imut Aruna. Ia semakin mendekati gadis itu.
Aku ingin tahu apakah aku bisa tahan dengan wanita ini dan tidak terganggu sedikitpun.
Melihat Lais mendekati Aruna, Nisa dan Bu Ira segera menyingkir.
Mau apa pria tua ini? Kenapa ia semakin mendekat. Jangan-jangan ia mau menciumku lagi.
"Tuan mau apa?" Aruna membuka mulutnya. Makanan menyembur keluar saat ia bicara.
"Huek." Lais yang mulai mendekat, tiba-tiba merasakan perutnya mual. Ia segera menjauh dari Aruna dan bergegas naik ke ruang kerjanya.
"Manusia aneh." gumam Aruna. Ia membersihkan cipratan nasi yang ada di baju dan sekitar mulutnya. Aruna kembali duduk melanjutkan makannya yang belum selesai. Bu Ira muncul,
"Aruna apa yang kau lakukan?" hardik Bu Ira.
"Aku tidak melakukan apa-apa, Bu." Aruna menatap polos Bu Ira. Wanita itu menggelengkan kepalanya.
Nisa juga kembali ke ruang makan. Mereka bertiga melanjutkan makan malamnya.
Di ruang kerjanya, Lais mondar-mandir kebingungan.
"Kenapa? Kenapa aku mual?" Lais menjambak rambutnya kasar. Ia sempat merasa bahagia saat tahu penyakitnya akan sembuh. Tapi kenapa perkiraannya salah. Ternyata Aruna sama dengan wanita lainnya, tidak mampu membuat penyakitnya sembuh.
Lais menghempaskan tubuhnya di kursi. Ia duduk bersandar dan memejamkan mata. Dalam bayangannya ada tampang lucu Aruna saat kaget. Lais tersenyum. Ia mengingat sejak kapan rasa mula itu muncul. Lais melompat dari kursinya.
"Aku mula bukan karena Aruna. Aku mual karena melihat ia memuntahkan makanannya. Siapa saja pasti mual melihat orang muntah." Harapan Lais kembali muncul.
Lais menelpon Bu Ira. Ia meminta Bu Ira menyuruh Aruna membawakan makan malam ke ruang kerjanya.
"Aku akan mencobanya lagi!"
Lais menunggu dengan berdebar-debar.
tok tok tok
"Masuk!"
Aruna masuk. Dengan langkah ragu ia mendekati meja Lais. Lais menatapnya dengan pandangan tajam bagai ingin menelan Aruna mentah-mentah.
Dia menakutkan sekali.
Lais sudah bersiap saat Aruna semakin mendekat. Ia konsentrasi mencari rekasi yang kemungkinan akan muncul.
"Makan malam tuan!" Aruna meletakan nampan berisi makanan di meja Lais.
Aku tidak mual. ..Aku tidak mual. Lais bersorak gembira dalam hati.
Kegembiraan Lais terukir di bibirnya. Bibir pria tampan itu melengkung, wajahnya cerah.
Aruna mundur hendak keluar dari ruang kerja Lais.
"Temani aku makan!" titah Lais. Aruna berhenti. Ia berdiri di tempatnya tanpa bergerak.
"Kemarilah!"
Aruna kembali mendekat. Sekarang ia berdiri tepat di depan meja Lais.
"Mendekatlah!"
Aruna bingung, bukankah ia sudah dekat? Mau mendekat kemana lagi?
"Berdirilah di sampingku!"
Oooo di sampingnya.
Aruna berjalan memutar. Ia lalu berdiri di samping Lais.
"Lebih dekat!"
Mau makan saja ribet amat sih tuan. gerutu Aruna.
Aruna bergerak satu langkah ke depan.
"Lebih dekat lagi!"
Kembali Aruna mendekat satu langkah.
"Kurang dekat!"
Ini nggak bisa dibiarin. Mau sedekat apalagi. Bukankah ini sudah sangat dekat. Jika aku maju lagi, bisa-bisa aku menubruknya.
"Kau tidak dengar!" Kata Lais. Ia sangat bersemangat menikmati sensasi yang ia rasakan dalam tubuhnya saat Aruna berada di dekatnya. Rasa yang selama ini tidak pernah ia nikmati dan sangat ingin ia nikmati.
"Tuan. Aku sudah sangat dekat. Jika maju lagi. Apa aku harus duduk di pangkuan anda?" kata Aruna kesal. Bibirnya mengerucut.
Lais meliriknya.
Boleh juga di coba. batin Lais.
Lais meraih tangan Aruna dan menariknya. Dengan sekali sentak tubuh Aruna bagai melayang dan jatuh dipangkuan Lais. Mata Aruna membulat besar saking kagetnya.
"Kau mau duduk di pangkuanku kan? Sekarang duduklah dengan tenang! Aku ingin makan."
Aruna hendak bangkit tapi tangan Lais mencekalnya.
"Tuan. Apa sebenarnya mau tuan? Jika tuan menolong saya hanya agar bisa melecehkan saya, maka terima kasih. Saya menolak semua bantuan tuan!" teriak Aruna dengan mata membara. Ia menekan dada Lais agar bisa melepaskan tubuhnya dari pangkuan pria tampan itu.
"Diam!" bentak Lais keras. "Aku hanya butuh bantuanmu. Aku...aku..sakit dan sepertinya hanya kamu yang bisa membantuku sembuh."
"Tuan. Saya akan menolong tuan. Tapi tolong lepaskan saya dulu. Duduk dipangkuan tuan membuat saya tidak nyaman." kata Aruna membuat Lais tertawa. Gadis ini memang beda. Disaat banyak wanita mendambakan bisa duduk dipangkuannya, dia malah menolaknya. Tangan Lais mengendor. Aruna segera meloncat turun.
"Tetaplah di situ. Aku ingin makan!" Lais mulai menyendok makanan dan memasukkanya ke dalam mulut. Gerangkannya sangat anggun.
Cara makannya saja indah.
Aruna melihat cara Lais makan dengan terkagum-kagum. Pria itu makan dengan tempo yang pas, tidak cepat tapi juga tidak pelan. Gerakan mulutnya saat mengunyah juga indah, sehingga tidak mengurangi ketampanannya. Lais melirik Aruna yang menatapnya tanpa berkedip. Ia tersenyum.
..., 💞💞💞💞...
Akhirnya up juga.... semoga menghibur
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Sandi Kurnuawan
ini penyakit kayak ocd tu ya kak,,yg gak bisa berdekatan sm perempuan, kcuali kluarga sm orang yg dicintainya...biasany si gitu??
hihi,,,sok tau aq ya thor...
2022-03-08
2
Mama Ita
penyakit apa yah itu?
2022-02-19
3
Yoora_•sky
Semangat terus kak !!! ;)
2022-01-16
2