...**Selamat Membaca. 🙏🙏🙏...
...Biasakan beri like dan koment habis membaca ya reders... semoga terhibur**....
...💕💕💕...
Aruna melihat ke.luar jendela mobil. Hatinya mendongkol karena pertanyaannya tidak dijawab oleh Lais. Lais dengan seenaknya menyeret tangannya sehabis makan pagi tadi. Beruntung Aruna sempat menyambar tas sekolahnya. Ya, hari ini adalah hari pertama ia kembali. ke bangku sekolah.
"Tuan akan membawa saya kemana sih? Hari ini hari pertama saya masuk sekolah. Saya nggak mau ya sampai datang terlambat. Nanti kena hukuman, malu tuan." gerutu Aruna sepanjang perjalanan. Namun Lais masih dengan santai mengemudikan mobilnya. Hari ini ia menyetir sendiri karena Revan minta cuti.
Aruna masih melihat ke arah luar jendela. Ia kaget saat mengenal jalan yang sekarang mereka lewati.
Bukankah ini jalan ke sekolahanku.
Aruna menoleh dan menatap Lais. Pria itu memandang lurus ke depan.
"Tuan tolong berhenti di sini. Jangan di depan gerbang!" pinta Aruna saat ia yakin kalau Lais mengantarnya ke sekolah.
"Kenapa?"
"Nanti saya dikira cabe-cabeannya om-om." jawab Aruna tanpa menutup nutupi kekhawatirannya.
Lais tersenyum kecut. Perkataan Aruna secara tidak langsung mengatakan kalau dirinya seperti om-om bila bersama Aruna.
Lais menghentikan mobilnya agak jauh dari sekolahan Aruna.
"Tuan lain kali kalau mau ngantar sekolah tolong bilang. Biar saya nggak ketakutan." Aruna mencoba membuka pintu mobil tapi masih terkunci.
"Tuan! Pintunya!"
Aruna mendengar bunyi kunci pintu terbuka.
"Hem!" dehem Lais saat Aruna hendak melangkah keluar mobil.
Aruna melihat Lais sambil tersenyum, "Terima kasih tuan."
Aruna kembali bergerak akan keluar.
"HEM!" Lais berdehem lagi,. Kali ini lebih keras.
"Apa lagi tuan?" tanya Aruna.
"Pulang sekolah aku jemput."
"Iya Tuan."
"HEMM!" Lais berdehem untuk ketiga kalinya saat Aruna ingin keluar.
"Sekarang apa?"
Lais melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
Masih ada waktu. batin Lais.
"Benarkah kamu tidak tahu?" tanya Lais datar.
Aruna memegang pergelangan tangan Lais. Ia ikutan melihat arloji Lais.
"Tahu tuan. Saya harus bergegas agar tidak terlambat." Aruna segera keluar dari mobil. Ia berlari ke arah gerbang sekolahnya.
"Ck, gadis bodoh. Bukan itu maksudku." Lais menggerutu merutuki kebodohan Aruna.
*
*
*
Lais sudah memarkir mobilnya di dekat sekolah Aruna. Ia menunggu sekolah bubar. Tak berapa lama, ia melihat banyak anak sekolah keluar dari gerbang. Matanya mencari sosok Aruna. Senyum tipis tersinggung di bibirnya saat ia melihat Aruna keluar. Gadis itu celingukan mencari keberadaan Lais.
Aruna mengayun langkahnya menuju mobil Lais.
"Siang tuan." sapa Aruna saat mendudukan tubuhnya di jok mobil.
"Hh." gumam Lais.
Ia kemudian. melajukan mobilnya ke suatu tempat.
"Kenapa kita kesini?" tanya Aruna saat mobil. Lais berhenti di depan salon Saly.
"Masuklah. Revan sudah memeberitahu Saly apa yang harus ia lakukan. Kita akan makan siang bersama keluargaku." kata Lais kalem namun sukses membuat Aruna kaget.
"Maksud tuan akan mengenalkan saya pada orang tua Tuan?" tanya Aruna gugup.
"Iya. Bukankah semalam kau sudah bersedia menjadi istriku? Jadi aku harus membawamu pada keluargaku." Lais menjelaskan dengan singkat.
"Tapi.. tapi.. apakah harus secepat ini? Saya masih belum siap." Aruna berusaha mengelak bertemu keluarga Lais.
"Untuk itulah aku membawamu kemari agar Sally membantumu bersiap."
"Maksud saya bukan itu."
"Sudah. Keluarlah!" Lais mencondongkan tubuhnya, tangannya terulur membuka pintu mobil untuk Aruna. Aruna memejamkan mata saat wajah Lais begitu dekat dengannya.
"Kenapa masih diam?Keluarlah!" seru Lais.
"Tuan?"
"Aku akan menunggu di sini."
"Kenapa tidak ikut masuk?" Aruna heran.
"Tidak ada Revan." jawab Lais pendek.
"Oo Aruna tahu. Tidak ada tuan Revan berarti tidak ada penyambung lidah bagi Tuan. Kan ada saya tuan."
Lais diam tidak Aruna. Aruna keluar dan berjalan memutar di depan mobil Lais. Ia membuka pintu di sebelah Lais.
"Ayo turun!" Aruna menarik lengan Lais. Lais melotot melihatnya. "Ayolah! Katanya mau sembuh!" bujuk Aruna. "Nggak ada yang perlu dikhawatirkan, ada aku. Dan tidak semua orang asing itu jahat. Tuan juga sudah cukup lama mengenal Sally kan?" Aruna masih membujuk dan menarik lengan Lais.
Setelah menimbang saran Aruna, akhirnya Lais turun.
"Jauhkan Sally dan wanita yang ada di dalam salon itu dari aku!" perintah Lais.
"Siap bos!!" jawab Aruna sambil memasang wajah jenaka. "Kalau tuan takut mengganggu Tuan, tinggal. pandang mereka dengan tatapan tuan yang mematikan itu. Dijamin mereka tidak akan berani mendekat." lanjut Aruna dengan nada menggoda Lais.
Lais hanya diam tak berkomentar. Beriringan mereka masuk ke salon Sally.
"Tuan Lais... silahkan masuk. Tuan Revan sudah memberitahu saya, jadi nona cantik, ikutlah mereka." kata Sally pada Aruna.
Lais duduk di sofa. Aruna mendekati Sally, "Sus, tahukan kalau tuan Lais nggak suka didekati orang asing?" bisik Aruna dengan memasang wajah serius. Sally mengangguk.
"Tolong jaga agar tidak ada siapapun yang mendekatinya apalagi mengajaknya bicara! Jika Sus Sally bisa melakukannya maka tuan tidak akan menganggapmu sebagai orang asing lagi."
"Begitukah?!" Sally tak percaya.
Aruna mengangguk, "Lindungi dan jaga dia ya!!" kata Aruna sebelum akhirnya ia masuk untuk di make over.
Sally berdiri agak jauh dari Lais. Ia tidak berani menegur apalagi memandang Lais. Ia benar-benar melakukan seperti apa yang diperintahkan Aruna. Saat pengunjung salon lain datang dan melihat kagum kepada Lais. Sally langsung menegur dan memerintahkannya menahan pandangan. Perbuatan Sally itu membuat Lais nyaman dan tidak mendapat gangguan dari wanita yang selalu mengaguminya dan berusaha menggoda bila bertemu dengannya.
"Bagaimana?" tanya Aruna dengan gaya centil dan cerianya kepada Lais saat ia selesai di make over.
Lais menatap Aruna yang penampilannya sedikit lebih dewasa dari usianya. Ia sengaja meminta Aruna diubah menjadi lebih dewasa agar orang tuanya bisa menerima Aruna.
"Hem." gumam Lais sambil berdiri dan berjalan keluar dari salon Sally.
Aruna melambaikan tangan pada Sally, "Terimakasih sus!" teriaknya sambil berlari kecil mengejar Lais.
"Tuan! Apakah penampilan saya sudah cukup mengesankan orang tua Tuan nanti?" tanya Aruna ingin mendengar komentar Lais.
"Mana aku tahu. Kan mereka yang akan menilaimu, bukan aku." jawab Lais.
Nggak peka amat sih. Puji kek. Rugi apa ya kalau memuji orang lain. gerutu Aruna dalam hati.
Aruna memandang kagum mansion keluarga Lais.
"Turun!" titah Lais lalu membuka pintu mobil dan keluar.
"Tuan!" gumam Aruna saat berjalan menuju mansion. "Saya gugup."
Lais menghentikan langkahnya. Ia menatap wajah Aruna. Digenggamnya tangan Aruna yang ternyata sudah dingin.
"Ada aku. Jangan takut." Lais menenangkan Aruna. Ia menggandeng Aruna masuk ke mansion.
"Sayang,,, kau sudah datang." nyonya Robert tersenyum bahagia melihat kedatangan Lais. "Ini siapa?Cantik sekali!" puji Nyonya Robert pada Aruna.
"Ma, ini Aruna. Ia calon istriku." jawaban Lais mengagetkan sekaligus membuat Nyonya Robert bahagia. Baru kali ini, anaknya itu membawa pulang gadis dan mengenalkannya sebagai calon istri.
"Aruna." Aruna mencium tangan nyonya Robert.
"Anak yang sopan." puji Nyonya Robert. "Bawa dia masuk Lais. Papa sudah menunggu di ruang makan." Nyonya Robert melangkah menuju ruang makan.
Lais masuk dan menyapa papanya. Ia lalu menarik kursi untuk Aruna duduk. Mata Tuan Robert memandang tajam ke arah Aruna. Aruna menunduk dengan gugup.
"Berapa yang kamu minta?" tanya tuan Robert tiba-tiba.
"Pa!" pekik Lais tidak senang dengan ucapan papanya.
"Hah?" Aruna bingung.
"Jujur saja. Nisa bersedia aku nikahkan dengan Lais karena aku membiayai seluruh kebutuhan anak-anak di panti. Kalau kamu? Apa imbalan yang kamu minta untuk menikah dengan Lais?"
Mata Aruna berkaca-kaca. Hatinya sangat sakit karena merasa direndahkan oleh papanya Lais.
"Kamu tidak apa-apa?" Lais meraih tangan Aruna. Aruna menggeleng.
Nyonya dan Tuan Robert kaget melihat Lais bisa sedekat itu dengan wanita. Lais yang alergi pada wanita bisa dengan santai memegang tangan Aruna dan duduk di sebelah nya.
"Berapapun yang kamu minta, akan aku kasih. Sepertinya kamu bisa menyembuhkan putraku. Jangan khawatir, aku tidak akan membuatmu rugi kalau toh nanti usahamu gagal."
"Maaf tuan. Saya tidak menginginkan apapun." gumam Aruna lirih.
Tuan Robert tertawa sinis. " Jangan munafik, mana ada perempuan tidak suka harta. Sebutkan saja, jangan menahan diri seperti itu."
Aruna sedih dan marah dipandang serendah itu. Ia memberanikan diri menatap tuan Robert.
"Benarkah tuan akan memberikan apapun yang saya minta?" tanya Aruna dengan berani.
Dasar matre. Akhirnya kau buka juga topengmu. batin Tuan Robert.
"Tentu. Aku pantang ingkar." Tuan Robert menunggu jumlah yang akan disebutkan Aruna.
"Baiklah. Saya meminta harta yang paling berharga di keluarga anda."
"Apa maksudmu?" tuan Robert mulai kesal.
Lais menatap tak percaya pada Aruna. Ia mengira Aruna sama dengan wanita lainnya.
"Saya meminta anak anda. Berikan Tuan Lais untuk saya. Ia akan menjadi milik saya, selamanya. Berhasil atau tidak saya menyembuhkannya, saya tidak mau meninggalkannya." jawab Aruna tegas dan berani. Nyonya Robert tersenyum. Dalam hati ia bersyukur akhirnya ada gadis yang mau menerima Lais dengan segala kekurangannya.
Mata Tuan Robert menatap nanar pada Aruna. Ia terdiam tidak mampu berkata-kata menanggapi permintaan Aruna.
"Kau!!!" suara Tuan Robert bergetar.
"Sudah. Sudah! Ayo, makan! Mama sudah lapar." nyonya Robert melerai. Ia segera melayani suaminya makan siang. Aruna melakukan hal yang sama. Ia mengambilkan Lais makanan.
"Tuan mau yang mana?" tanya Aruna penuh perhatian pada Lais. Lais menunjuk makanan yang ia mau. Aruna dengan telaten melayani Lais.
Lais juga menunjukkan perhatiannya pada Aruna. Saat makan dan melihat bibir Aruna belepotan, Lais mengambil tisu dan mengusapnya.
Tuan dan Nyonya Robert mengamati interaksi kedua orang itu. Wajah nyonya Robert sangat sumringah. Sedangkan Tuan Robert cemberut karena kesal pada Aruna.
"Kalian menginap ya!" pinta Nyonya Robert setelah makan siang selesai.
Aruna menatap Lais dengan pandangan memohon agar ia menolak permintaan Nyonya Robert.
"Boleh tapi dengan syarat, kami tidur sekamar." jawab Lais.
"Tuan!" hardik Aruna. Lais cuek.
"Itu... kalian belum menikah. Jadi..." Nyonya Robert tergagap.
"Apa yang mama takutkan. Lais nggak akan ngapa ngapain. Mama kan tahu Lais ." kata Lais.
"Baiklah kalau itu maumu."
Lais tersenyum. Ia segera menggandeng Aruna menuju kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Mama Ita
bener2 good kau Aruna
2022-02-19
4
Yoora_•sky
wahhh Lais nakal nih
2022-01-16
2
NOiR🥀
Tabik..AruNa..beraNi mati..haha..padaN mukA org tuA
2022-01-04
2