"Apa yang kamu lihat?" tanya Lais.
"Tidak ada tuan. Hanya lihat jalanan."
"Apa bagusnya jalanan. Kenapa kau melihatnya sampai tertegun?"
Aruna diam. Ia memang tidak sedang melihat jalanan melainkan sedang memikirkan Revan dan Nisa.
"Tuan... mmm... apa tadi tuan memperhatikan tuan Revan dan Mbak Nisa?"
Lais tidak menjawab, ia memandang Aruna dalam-dalam. Ia mengira Aruna cemburu melihat kedekatan Revan dan Nisa.
"Mereka sepertinya mulai dekat. Apa tuan tidak khawatir kalau tuan Revan akan jatuh cinta sama Mbak Nisa?" pancing Aruna.
Kenapa aku harus khawatir? Sepertinya kamu yang khawatir.
Lais lagi-lagi mengira Aruna cemburu karena menyukai Revan. Lais merasa tidak suka. Ia menggeser duduknya menjauh dari Aruna.
Mobil yang membawa mereka berhenti di depan sebuah rumah mewah.
"Tuan kita sudah sampai." kata sopir Lais.
"Bukankah kita akan ke dokter?Kenapa kemari? Ini rumah siapa?" tanya Aruna.
"Kalau ingin tahu, turunlah dan ikut aku masuk!" jawab Lais dingin.
Eh kenapa ia kesal begitu.
Aruna turun dari mobil. Setengah berlari ia mengejar Lais yang melangkah memasuki halaman rumah itu dengan langkah lebarnya.
Seorang pria membuka pintu. Aruna memperhatikannya. Usia pria itu kira-kira beberapa tahun di atas Lais. Tubuhnya gagah dan tampan. Auranya sebagai pria yang sudah matang menambah daya tariknya.
"Cih.Mudah sekali terpesona." gumam Lais melihat Aruna memperhatikan dokter pribadinya itu.
"Mari tuan." dokter Samy yang membawa Lais dan Aruna masuk ke ruang prakteknya. Aruna memperhatikan ruangan itu. Tidak ada bed untuk periksa seperti yang biasa ia lihat di ruang dokter pada umumnya.
Aruna duduk di sofa berseberangan dengan tempat Lais duduk. Dokter Samy memperhatikan Aruna.
Gadis ini masih sangat muda tapi cantik. Jika dewasa nanti pasti lebih cantik. Apa yang ia miliki sehingga mampu menangkal alergi tuan pada wanita. Apakah ia juga bisa menyembuhkan tuan Lais nanti?
"Hem!" Lais berdehem membuat dokter Samy segera mengalihkan pandangannya dari Aruna.
"Apa dia gadis yang kau ceritakan?" Sammy membuka suara.
Dia bercerita apa pada dokter ini. batin Aruna.
Lais mengangguk.
"Hai nona. Namaku Samy. Aku dokter pribadi tuan Lais sejak ia masih muda. Dulu ayahku yang menanganinya saat ia masih kecil. Setelah ayah pensiun, aku melanjutkannya." Samy memperkenalkan dirinya.
"Hai dokter. Saya Aruna. Pelayan tuan Lais." jawab Aruna sambil tersenyum. manis. Samy menoleh pada Lais. Ia heran kenapa gadis ini mengatakan kalau dirinya adalah seorang pelayan.
"Bukankah kamu calon istri Lais?" tanya Samy pada Aruna.
"Bukan dokter, calon istrinya bukan saya tapi gadis lain." Aruna menggerakkan tangannya di dada sebagai tanda bahwa anggapan Samy salah.
"Tapi Lais bilang..."
Lais memotong ucapan Saamy dengan berdehem. "Hem."
Samy bungkam.
"Apa kau akan terus mengajaknya ngobrol dokter? Bukankah tujuanku membawanya kemari sudah jelas bukan untuk menemanimu mengobrol." ucapan dalam dan dingin darii Lais membuat dokter Samy segera mengambil dan membuka notebooknya.
"Nona Aruna..."
"Kau selesaikan tugasmu. Aku akan keluar'" Lais kembali memotong perkataan dokter Samy. Ia berdiri dan meninggalkan mereka. Namun tanpa diketahui oleh kedua orang itu, Lais sudah menaruh alat penyadap di sofa tempatnya duduk tadi.
"Nona Aruna, apakah anda tahu mengapa tuan Lais membawamu kemari menemuiku?"
Aruna mengangguk, "Tuan Lais bilang ia butuh bantuanku, jadi ia mengenalkanku pada dokter. Dokter yang akan memberi petunjuk bagaimana cara menolong tuan Lias."
"Dan apa kau sudah bisa membayangkan cara untuk menolongnya?"
Aruna menggeleng
"Tuan Lais menderita trauma masa lalu. Ia menjadi alergi terhadap perempuan selain itu berdasarkan hasil tes psikologis, dia juga didiagnosis sebagai pria yang tidak memiliki orientasi seksual Apa kau mengerti?"
Aruna menggeleng.
Gadis ini benar- benar masih polos. Dia tidak tahu apa-apa.
"Tuan Lais tidak tertarik secara seksual baik kepada pria maupun wanita. Itulah sebabnya mengapa ayahnya berkali-kali menikahkannya berharap salah satu wanita itu bisa menarik hati Tuan Lais."
"Benarkah? Tapi dia pernah meciumku." gumam Aruna tanpa sadar.
Dokter Samy tersenyum, "Itulah sebabnya ia membawamu kemari. Ia merasa aneh terhadapmu. Tubuhnya tidak menolakmu. Jadi apakah kamu bersedia membantunya sembuh?"
"Caranya?"
"Menikahlah dengan Tuan Lais, dan tunjukan pelayanan serta kesetiaan. Buang anggapan dalam dirinya jika semua wanita itu jahat dan mengerikan. Juga tunjukan pada Tuan Lais bahwa hubungan cinta antara pria dan wanita itu tidak menyakitkan dan mengerikan seperti yang pernah ia lihat saat masih kecil."
Aruna diam.
Menikah dengan Tuan Lais? Lalu bagaimana dengan mbak Nisa?Dia kan calon istri Tuan Lais.
"Dokter, sebenarnya Tuan Lais sudah punya calon istri. Apa tidak sebaiknya dia saja yang mencoba mengobati tuan?" usul Aruna.
"Ini tuan Lais sendiri yang memutuskan memilihmu."
"Tapi ini tidak adil bagi gadis itu dokter. Kenapa ia tidak diberi kesempatan yang sama? Siapa tahu Tuan Lais juga tidak alergi terhadapnya. Ia gadis baik dokter."
Dokter Samy tertawa lirih mendengar perkataan Aruna yang polos itu. Ia tidak tahu seperti apa Lais. Pria itu tak bisa menerima penolakan.
"Jadi kau tidak bersedia menolongnya?"
Mata dokter Samy memandang dalam ke manik mata Aruna.
"Bukan begitu. Hanya saja aku merasa tidak adil bagi mbak Nisa. Bagaimana kalau aku mencoba mendekatkan mereka. Kalau Tuan Lais ternyata tidak alergi juga pada mbak Nisa, maka mereka bisa menikah kan dokter?"
"Hahahaha...pikiranmu terlalu sederhana nona. Tapi silahkan jika kamu ingin mencobanya. Yang jelas aku sudah memberitahumu apa yang seharusnya kamu lakukan."
"Baiklah kita sepakat. Kalau ternyata Tuan Lais juga alergi dengan mbak Nisa, maka saya yang akan menikah dengannya." Aruna mengulurkan tangannya kepada dokter Samy. Dengan tertawa lirih dokter Samy menerima uluran tangan Aruna, "Baik nona kecil."
"Apa saya sudah boleh keluar?" tanya Aruna sambil menarik tangannya dari genggaman dokter Samy.
"Silahkan! Sampaikan salam saya pada tuan Lais." Dokter Samy membukakan pintu untuk Aruna. Aruna melambaikan tangan kemudian melangkah keluar dari ruang praktek dan juga rumah dokter Samy. Ia langsung menuju mobil Lais yang masih setia menunggunya di depan rumah dokter Samy.
"Ke kantor!" perintah Lais pada sopirnya sesaat setelah Aruna masuk dan duduk di dalam mobil.
'Tuan saya pulang saja." pinta Aruna.
"Tidak. Aku akan membawamu ke kantor. Kamu harus menggantikan tugas Revan. Hari ini ia sibuk mengurus kuliah NIsa dan juga sekolahmu."
"Menggantikan tuan Lais, jadi saya akan menjadi sekretaris tuan?"
"Tidak. Kau hanya akan menjadi penyambung lidahku." jawab Lais dingin. Ia tidak menyukai usul Aruna yang akan mendekatkan dirinya dan Nisa.
"Jangan jauh-jauh. Aku butuh kamu setiap saat.' kata Lais begitu mereka mulai memasuki gedung perkantoran tempat Lais bekerja.
Sepanjang hari itu, Aruna menjadi ujung lidah Lais. Lais akan mengatakan apapun padanya dan Aruna yang akan meneruskannya ke orang-orang yang mengajak Lais bicara. Hingga sore, aruna baru bisa beristirahat.
'Ayo pulang!' ajak Lais. Ia sudah merapikan meja dan mulai memasang jasnya. Mendengar ajakannya tidak mendapat respon, Lais menoleh ke arah Aruna yang ternyata telah lelap di sofa.
Lais mendekat dan duduk di sofa depan Aruna. Ia mengamati wajah gadis itu.
Lais memasukan lengannya ke bawah tengkuk dan kaki Aruna. Ia bersiap menggendong Aruna. Dengan sekali angkat, tubuh mungil Aruna sudah berada dalam dekapan Lais. Bibir Lais menyunggingkan senyum. Ia merasakan desiran aneh masuk ke dalam hatinya. Desiran yang selama ni tidak pernah ia rasakan.
Semoga dengan hadirnya dirimu dalam hidupku, aku bisa menjadi pria normal.
Lais menggendong Aruna ke luar dari kantornya. Beruntung para karyawan sudah banyak yang pulang sehingga tidak banyak orang yang menyaksikan bos mereka yang terkenal angkuh dan sombong itu membopong seorang gadis.
"Tuan!!??" Revan yang menyusul Lais ke kantor setelah tugasnya selesai melihat adegan itu dengan heran.
Bagaimana tuan Lais bisa menggendong Aruna tanpa merasa mual. Apa penyakitnya sudah sembuh. batin Revan.
"Jangan bengong saja. Bukakan pintu mobil!" titah Lais pada Revan.
"Eh..iya tuan" Revan tergagap. Ia segera membuka pintu belakang untuk Lais. Perlahan Lais masuk. Ia tidak meletakkan Aruna di kursi melainkan memangku Aruna.
Revan segera melajukan mobilnya menuju mansion Lais. Sepanjang perjalanan matanya tak henti melirik ke belakang melalu kaca spion demi bisa melihat apa yang Lais lakukan.
Sementara itu Lais tampak senang. Bibirnya selalu menyungging senyum. Tangannya mengelus wajah Aruna, bahkan ia mendekap dan memeluk Aruna.
MObil memasuki halaman mansion Lais. Revan membuka pintu untuk Lais.
"Tuan, biar saya yang menggendongnya." Revan menawarkan diri.
Lais menatap tajam Revan,"Kenapa? Apa kau menyukainya?"
"Tidak Tuan. Hanya saja kalau Nyonya Kirey melihat, ia bisa menyulitkan Aruna."
"Ada aku yang melindunginya. Kau tidak perlu mengkhawatirkan Aruna. Oh ya. Usir wanita ular itu dari mansion dan segera urus perceraian kami." Lais melangkah sambil menggendong Aruna ke kamarnya. Revan mengikutinya dari belakang.
"Tuan, bagaimana dengan Nisa? Bukankah ia calon istri anda?"
"Aku tidak akan menikahinya. AKu akan menikahi Aruna." jawab Lais. Ia memasang selimut ke tubuh Aruna.
"Jadi Nisa boleh buat saya tuan?" tanya Revan.
"Kenapa nggak. Kalau kalian saling menyukai silahkan."
Hati Revan mengembang gembira.
"Terima kasih tuan. Saya akan segera melamarnya." kata Revan semangat.
"Apa nggak terlalu cepat?Kalian baru mengenal selama dua hari." kata Lais.
"Lebih cepat lebih baik tuan. Lagipula usia saya sudah tidak muda lagi." jawab Revan sambil meninggalkan kamar Lais.
Sepeninggal Revan, Lais membuka pakaiannya. Ia ingin mandi.
'AAAA!!!!"" teriak Aruna saat ia bangun dan membuka mata malah melihat tubuh telanjang Lais.
Lais kaget. Ia langsung meraih handuk dan menutupi bagian bawah tubuhnya.
"Ah...mataku sudah tidak suci lagi." Aruna mengomel sambil menutup kedua matanya dengan tangan.Tuan Lais mesum. Ngapain telanjang di kamar Aruna?"
Lais mendekat. Ia menyentil dahi Aruna, "Buka matamu. Lihat ini kamar sapa?"
Aruna mengintip melalui celah-celah jarinya. Ia melihat jika ini bukan kamarnya. Aruna membuka tangannya.
"Bagaimana saya bisa ada di sini?" gumam Aruna.
"Kalau sudah bangun, cepat keluar dari kamarku. Aku mau mandi dan istirahat. Oh ya siapkan baju gantiku!" Lais melangkah ke kamar mandi. Beberapa saat kemudian sudah terdengar gemericik air dari dalam kamar mandi.
Kenapa aku bisa tidur di kamar Tuan Lais. batin Aruna sambil turun dari ranjang.
Ia masuk ke walk in closet mengambil pakaian ganti untuk Lais. Setelah selesai Aruna meninggalkan kamar Lais.
Belum jauh ia melangkah, kakinya terhenti saat rambutnya di tarik dari belakang.
"Awww!" jerit Aruna kesakitan.
...💞💞💞💞...
Alhamdulillah bisa up lagi.
Maaf upnya sedikit tersendat. Banyak tugas yang harus diselesaikan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Hening Hening
Kayanya akan lucu dan seru deh ceritanya...
2022-04-05
2
Mama Ita
lawan balik yah Aruna...
2022-02-19
3
Mama Ita
wahhh kayaknya istri sahnya tuhh....
2022-02-19
3