...Selamat membaca dan menikmati...
...Jangan lupa kasih like dan koment tiap habis baca ya agar menulis lanjutannya jadi lebih semangat...
...🍃🍃🍃...
Hari ini Revan dan Nisa berkunjung ke panti di temani Lais dan juga Aruna. Ibu panti sangat senang menyambut kedatangan Nisa.
"Lalu bagaimana dengan tuan dan nyonya besar? Mereka pernah memintamu pada ibu untuk dinikahkan dengan anaknya. Apa kalian sudah memberitahu mereka?" tanya Ibu Ayu, pengurus panti itu khawatir.
"Kebetulan, orang yang akan dinikahkan dengan Nisa ada bersama kami bu." kali ini Revan yang bicara." Beliau adalah Tuan Lais. Dan gadis yang ada di sampingnya adalah calon istrinya." Revan menjelaskan pada Bu Ayu. Mendengar kata calon istri, mata Aruna langsung mendelik ke arah Revan. Revan pura-pura tidak melihatnya.
"Untuk urusan Tuan dan nyonya besar, nanti Tuan Lais yang akan menyampaikan masalah ini." tambah Revan.
"Baiklah, jika semua sudah menyetujui pernikahan kalian, ibu hanya bisa memberikan restu ibu. Semoga kalian berdua bahagia." Bu Ayu mengelus tangan Nisa. Matanya berkaca-kaca. Gadis cantik nan lembut yang sudah ia anggap seperti anak sendiri itu sebentar lagi akan menikah. "Kamu bahagia?" tanya Bu Ayu. Nisa mengangguk.
"Lusa saya akan membawa orang tua saya kemari untuk lamaran resmi. Saya ingin segera menikahi Nisa, Bu." perkataan Revan itu membuat Lais, Aruna dan Nisa terkejut. Rencana mereka awal hanya akan meminta restu pada Bu Ayu. Mereka tidak menyangka jika Revan akan mempercepat pernikahan.
*
*
"Kenapa kamu tidak cerita kalau punya rencana menikah secepat itu?" tanya Lais saat mereka sudah kembali ke mansion Lais.
"Saya tidak punya rencana Tuan. Tadi itu spontan. Entahlah, melihat Nisa tadi, saya merasa ingin cepat-cepat menghalalkannya. Rasanya ada yang terus mendesak dalam tubuh saya tiap kali menatapnya." jawab Revan yang membuat bingung Lais.
"Apa itu yang mendesak?" Lais bertanya dengan penuh penasaran.
"Itu Tuan semacam hasrat ingin memeluknya, menciumnya dan... " belum selesai Revan menjelaskan apa yang ia rasakan Lais mengangkat tangannya.
"Stop!" Muka Lais sedikit pucat. Ia seperti menahan sesuatu. Ia lalu berlari ke kamar mandi.
Ada apa dengan Tuan?
"Anda tidak apa-apa?" Revan cemas melihat Lais yang lemas.
"Apakah menyenangkan memiliki rasa seperti itu?" tanya Lais.
"Rasa apa? Oo.. hasrat. Kalau tersalurkan ya menyenangkan Tuan, tapi kalau enggak, bikin uring-uringan dan pusing."
Lais diam. Ia merenungi dirinya. Mendengar apa yang dikatan Revan membuat ingatnnya kembali ke malam. menakutkan itu. Hingga ia merasa sangat mual.
"Tuan, dua hari ke depan. Apa saya boleh cuti? Saya ingin memenuhi janji saya pada Bu Ayu. Dan bolehkan Nisa saya ajak menemui orang tua saya?" pinta Revan.
Lais mengangguk.
"Terima kasih Tuan. Saya permisi." Revan pamit. Ia keluar dari ruang kerja Revan dan melangkah ke kamar Nisa.
Sepeninggal Revan, Lais merenungi dirinya.
Kenapa aku tidak memiliki hasrat seperti Revan.
Lais menghela nafas. Selama ini ia merasa baik-baik saja dengan kondisinya sampai keluarganya memaksanya untuk segera memberikan keturunan
Apalagi usianya sudah tidak muda lagi. Sudah kepala tiga.
Lais keluar dari ruang kerjanya. Ia melangkah menuju kamarnya. Tanpa sengaja matanya melihat ke bawah. Ia melihat Aruna berjalan keluar.
Mau kemana dia?
Lais memutar arah langkahnya. Kini ia turun dan mengikuti Aruna. Aruna berjalan ke taman. Ia duduk di bangku taman sambil melihat ke langit. Karena capek terus mendongak, Aruna lalu membaringkan tubuhnya menatap langit yang penuh bintang.
Lais hanya menatap Aruna dari tempatnya berdiri yang tidak terlalu jauh dari bangku Aruna.
"Apa iya aku harus menikahi Tuan Lais?" gumam Aruna. Lais menajamkan telinganya agar bisa mendengar lebih jelas.
"Bagaimana kalau aku tidak bisa membantu kesembuhannya? Apa aku juga akan di usir keluar dari mansionnya setelah diceraikan? Ahhh.. kenapa nasibku buruk sekali. Harus menikah dan menjadi janda di usia muda. Kenapa nggak ada pilihan yang baik sih, jika aku pulang, ibu tiriku akan memaksaku menikahi juragan Deny. Pria tua yang menakutkan itu. Kalau terus di sini, aku harus menikahi Tuan Lais. Sebenarnya ia tampan sih, tapi.. kenapa aku takut." Aruna terus bermonolog dengan dirinya sendiri tanpa sadar semua ucapannya di dengar oleh Lais.
"Aku tidak akan memaksamu jika kamu tidak mau!" Aruna berjingkat kaget saat mendengar suara Lais. Ia langsung bangkit. Karena tidak hati-hati, Aruna justru terguling dari bangku.
Bug.
"Aw!" pekik Aruna sambil memegangi pinggangnya yang mencium rerumputan taman.
Lais dengan santai mendekat dan jongkok di dekat Aruna.
"Sakit?" tanyanya kalem.
"Nggak. Enak.. sangat enak." gerutu Aruna kesal. Tangannya masih mengelus pinggang nya. Lais bangkit dan duduk di bangku tempat Aruna berbaring tadi.
Ia mengulurkan tangan ke arah Aruna bermaksud memberi bantuan agar Aruna berdiri.
Aruna menatap tangan Lais lalu ke wajah Lais. Lais menggerakkan alisnya memberi tanda agar Aruna berdiri.
Aruna berdiri tanpa menerima bantuan yang Lais berikan.
"Duduklah!" titah Lais masih kalem dan datar.
Aruna duduk di sisi Lais.
"Apa sebegitu menakutkan menikah denganku?" tanya Lais.
Aruna diam.
"Aku memang pria yang tidak sempurna Aruna. Aku membutuhkan bantuanmu. Tapi jika kamu tidak bersedia aku tidak akan memaksa. Aku tahu sebanyak apapun harta yang aku punya itu tidak akan menarik bagimu. Karena kau bukan tipe wanita yang gila harta. Aku tidak tahu apa yang bisa kutawarkan agar kamu mau menolongku." Lais menjeda ucapannya. Aruna masih diam.
"Wanita-wanita yang kunikahi, ku tendang dari mansion bukan karena tidak mampu membantuku untuk sembuh. Tapi karena mereka tidak bisa menjaga nama baik keluargaku. Mereka selingkuh. Hampir semuanya selingkuh. Jika kamu bisa setia, maka aku tidak akan menceraikanmu." Lais menoleh memandang wajah Aruna yang menunduk. "Jadi jangan takut aku akan mencampakanmu." Lais mengakhiri ucapannya. Ia berdiri dan meninggalkan Aruna agar gadis itu bisa berpikir.
Aruna menantap punggung Lais yang menjauh. Ia mengingat semua ucapan Lais. Ada kegetiran dan keputusasaan dalam nada bicara Lais. Hati Aruna tiba-tiba merasa sangat iba.
^^^Jika ini memang jalan takdirku, maka bismillah, aku akan menikah denganmu Tuan.^^^
Setelah membuat keputusan, Aruna melangkah kembali ke dalam mansion. Ia menoleh ke atas ke arah kamar dan ruang kerja Lais. Ia melihat ruang kerja Lais masih terang.
Aruna lalu ke dapur. Ia membuat kopi untuk Lais dan membawanya ke ruang kerja Lais.
Aruna mengetuk pintu sebelum masuk.
Perkiraannya benar, Lais sedang berada di ruang kerjanya. Namun pria itu tidak sedang bekerja. Ia berdiri menghadap ke luar jendela.
"Kopi Tuan." Aruna meletakkan kopi yang ia bawa di atas meja. Lais memutar tubuhnya. Ia berjalan ke arah sofa dan duduk di sana menikmati kopi yang di bawa Aruna.
"Saya bersedia menikah dengan tuan." kata Aruna.
Huk..
Lais kaget hingga tersedak saat meminum kopi.
Aruna mendekat dan menepuk punggung Lais. "Tuan tidak apa-apa?"
"Tidak. Kamu mengagetkanku." Lais meletakkan cangkir dan mengambil tisu membersihkan mulutnya.
"Tadi tuan juga mengagetkan Aruna sampai jatuh dari bangku." balas Aruna sengit.
"Jadi kami membalasnya?" Lais menatap Aruna dan melihat bibir gadis itu mengerucut.
Ada desiran halus yang Lais rasakan. Ia ingat saat dirinya mencium Aruna. Saat itu ia tidak merasakan mual. Lais jadi ingin mencobanya lagi. Ia berdiri dan mendekati Aruna.
"Tuan mau apa?" Aruna gugup saat Lais terus mendekat Ia mundur hingga tubuhnya membentur meja kerja Lais.
"Eh!" seru Aruna kaget saat tubuhnya Lais angkat dan didudukan di atas meja. Tangan Lais mengunci Aruna. Wajah mereka sangat dekat hingga Aruna bisa merasakan nafas mint Lais. Wajah Lais kian dekat. Aruna yang tidak sanggup menatap Lais memejamkan matanya.
Bibir mereka bersentuhan. Lais dan Aruna sama sama belum pernah berciuman selain waktu itu. Lais hanya menempelkan bibirnya pada bibir Aruna. Aruna membuka matanya. Ia membuka sedikit bibirnya berharap Lais akan melakukan lebih dari sekedar menempelkan bibir mereka.
Lais tidak membuat gerakan apapun. Ia menikmati desiran halus yang menurutnya sangat indah.
Aruna sedikit jengkel. Ia memang belum. pernah berciuman tapi ia sering melihat adegan ciuman dalam drakor yang sering ia tonton.
Mungkin ini yang harus aku sembuhkan. batin Aruna.
Tangan Aruna mulai melingkar di leher Lais. Perlahan ia menekan bibir Lais. Mata Lais melotot. Aruna menyecap bibir bawah Lais dan memainkannya, ********** dengan perlahan sambil. menunggu reaksi dari Lais.
Bayangan wanita yang menggigit bibir pemuda itu, melintas dalam benak Lais. Ia mendorong tubuh Aruna. Nafasnya terengah engah.
"Tuan tidak apa-apa?" Aruna bertanya dengan cemas. Lais menatap Aruna.
Bayangan itu datang dan aku tidak merasakan mual seperti biasanya. Aku hanya... takut... apa ini karena dia.
"Tuan!" Aruna menyentuh tangan Lais. Lais mengibaskan tangannya.
'Kamu boleh keluar, aku ingin istirahat.* kata Lais.
Aruna beranjak keluar dengan perasaan antara cemas dan takut.
*Semoga tuan tidak apa-apa.
......💕💕💕*......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Hening Hening
Hmmm... berarti harus aruna yg bersikap sefikit agresif
2022-04-05
2
Mama Ita
wahhh ada perubahan tuh lais...
2022-02-19
2
Sri Wahyuningsih
tetap semangat Aruna ☺️☺️
2022-02-08
2