"Tuan, saya menunggu di luar saja ya!" tutur Aruna saat mereka sampai di kantor Lais.
"Kalau hanya menunggu di luar, buat apa tadi kamu ikut?" jawab Lais.
"Aruna ingin di taman itu, Tuan. Tamannya bagus." Aruna menunjuk ke arah taman di sisi kanan gedung perkantoran milik Lais.
"Baiklah." Lais masuk meninggalkan Aruna. Seperti yang ia katakan, Aruna melangkah ke arah taman. Ia memandang bunga bunga yang tumbuh di taman dengan pandangan terpesona. Aruna tidak menyadari ada dua pasang mata yang mengawasi gerak geriknya.
"Lakukan tugasmu dengan baik!" kata Kirey memberi perintah pada pemuda yang ada di sebelahnua.
Sang pemuda menatap tertegun gadis yang akan menjadi targetnya.
Bukankah itu Aruna? Ada hubungan apa dia dengan wanita ini. Kenapa wanita ini ingin merusak image Aruna.
"Angkasa! Kau dengar nggak perintahku?" tanya Kirey dengan suara keras.
"Dengar sayang, kamu tenang saja. Gadis yang berani mengusik kekasihku, akan habis ditanganku." balas Angkasa.
Aruna, waktu itu kau mengabaikan aku. Jangan salahkan aku kalau memberimu sedikit pelajaran.
Angkasa keluar dari mobil dan berjalan ke arah Aruna.
Di taman Aruna sedang mengambil foto dirinya di tengah tanaman bunga yang indah. Ia membuka aplikasi rekam suara bermaksud mau merekam kegiatannya hari ini. Baru saja ia menekan tombol rekam, seseorang memeluknya dari belakang dan mengarahkan pisau kecil ke punggungnya.
"Diam dan jangan berteriak atau aku akan merobek tubuhmu dengan pisau ini!"
Aruna dia mematung. Ia memasukkan ponselnya pada saku jaket bagian atas.
"Apa maumu?" tanya Aruna tanpa rasa takut.
"Aku hanya ingin kau ikuti permainanku saja. Nggak lebih." jawab Angkasa.
"Permainan apa?" balas Aruna.
"Kau juga akan tahu nanti. Tunggu saatnya tiba."
Kirey yang melihat Angkasa sudah memeluk Aruna segera mengirim pesan ke Lais dari no baru agar Lais tidak mengenalinya. Isi pesannya meminta Lais melihat ke taman.
Karena taman itu bisa dilihat dari ruangan Lais, Lais berdiri dan menuju ke jendela kaca. Ia bisa melihat seorang pria memeluk Aruna.
Kirey memberi kode melalui alat komunikasi yang dipasang di telinga Angkasa. Angkasa segera beraksi. Ia memutar tubuh Aruna agar menghadap dirinya.
"Kau?!" Aruna kaget saat tahu pria yang mengancamknya adalah Angkasa, kakak kelasnya.
"It's time to play baby, ikuti permainanku kalau tidak ingin ku robek perutmu." kata Angkasa. Ia mendekatkan wajahnya hendak mencium bibir Aruna.
Lais yang menyaksikan hal itu membelalakan mata. Tangannya terkepal kuat.
Cih. Semua wanita sama saja. batin Lais.
Ia membuang muka dan meninggalkan jendela.
"Bangsat!" Aruna meronta berusaha melepaskan diri dari pelukan Angkasa. Tanpa ia sadari, pisau di tangan Angkasa merobek kulit perutnya.
Darah mengucur. Aruna mendekap luka di perutnya.
"Run.. maaf aku tidak bermaksud melukaimu!" Angkasa panik. Ia segera kabur ketakutan.
Aruna berjalan tertatih sambil terus menekan perutnya yang terluka agar darah berhenti mengalir
Ia mengambil ponsel dan berusaha menghubungi Lais. Lais yang sedang kesal hanya melirik saat melihat Aruna menelponnya. Ia tidak ada keinginan untuk mengangkatnya.
Aruna semakin pusing. Darah yang keluar sudah mulai banyak. Akhirnya ia pingsan sebelum sempat masuk ke lobi kantor Lais.
"Ada orang terluka!" teriak satpam yang menjaga pintu kantor Lais. Orang-orang yang ada di dalam lobi berlarian keluar melihat Aruna.
Saat itu kebetulan Revan datang. Ia melihat kerumunan di depan pintu lobi dan menghampiri.
"Ada apa ini?" suara bariton Revan membuyarkan kerumunan
"Ada gadis pingsan dengan luka di perut tuan." jawab salah seorang karyawan Lais yang ikut melihat Aruna.
"Menepi!" hardik Revan. Orang-orang yang berkerumun di sekitar Aruna segera menepi memberi akses pada Revan. Mata Revan membola saat melihat Aruna terbaring tak berdaya dengan darah di perutnya.
"Aruna!" Revan segera mendekat dan mengangkat tubuh Aruna.
"Dia siapa tuan?" tanya satpam yang pertama kali melihat Aruna.
"Dia istri Tuan Lais." jawab Revan membuat semua yang ada di sana kaget.
Revan membawa Aruna ke mobilnya. Ia lalu meluncur menuju rumah sakit.
Aruna segera ditangani oleh dokter. Revan yang menunggu di luar mencoba menghubungi Lais.
"Bos, istrimu terluka. Ada yang menusuk perutnya. Aku membawanya ke rumah sakit. Anda kemarilah." Tanpa menunggu jawaban Lais, Revan langsung menutup telpon. Ia memegang posel Aruna yang tadi di berikan oleh dokter saat akan memeriksa Aruna.
Revan membuka ponsel itu. Ia melihat aplikasi rekam suara masih terbuka. Revan mencoba mendengarkan rekaman terakhir yang dibuat oleh Aruna.
Wajahnya langsung tegang.
"Ini pasti ulah Kirey." geram Revan. "Hanya wanita itu yang mempunyai akal licik dan kotor seperti ini. Awas kau, kalau terbukti ini ulahmu, aku tidak akan melepaskanmu."
Revan menunggu dengan gelisah.
"Van!" Lais datang. Dia tidak menunjukan wajah cemas. Ia justru menunjukkan wajah penuh kesal dan marah.
"Bagaimana dia bisa tertusuk. Apa saking keenakan ciuman sampai nggak terasa kalau dirinya ditusuk." ucap Lais sinis.
Revan tidak menjawab. Ia menyodorkan ponsel Aruna pada Lais.
"Tuan, dengarkan saja sendiri!" titah Revan.
Lais menerima ponsel Aruna dan memutar rekaman terkahir yang ada. Sama seperti Revan, Lais tegang dan wajahnya merah.
"Jadi, dia tadi dibawah ancaman." gumam Lais.
"Iya. Dan tujuannya untuk membuat tuan salah paham. Dan benar, tuan sudah salah paham. Jika saja Aruna tidak terluka, maka kalian pasti sudah betengkar sekarang. Mungkin tuan akan membencinya seumur hidup. Tuan, banyak orang yang tidak ingin tuan sembuh dari trauma tuan. Jadi Revan mohon, apa yang tuan lihat belum tentu sesuai dengan kenyataan. Apalagi Aruna. Dia tidak mungkin menghianati Tuan."
Lais tertunduk menyesal. Ia tadi menolak mengangkat panggilan Aruna. Mungkin saat itu Aruna sedang butuh bantuannya.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Lais dengan suara lemah.
"Semoga ia tidak apa-apa. Lukanya sih tidak terlalu dalam. Tapi darah yang keluar lumayan banyak sehingga ia sempat pingsan."
Lais duduk sambil menyunggar kasar rambutnya. Ia sangat menyesal.
"Tuan, tidakkah tuan curiga ini ulah seseorang?" Tanya Revan sambil menatap Lais.
"Ya. Tadi aku dapat pesan untuk melihat ke taman sehingga aku bisa melihat Aruna dengan pemuda itu."
"Apa Tuan mencurigai seseorang?"
Lais tampak berpikir, "Kirey." tebak Lais.
"Tepat!" Revan membalas, "Kirey tidak puas dengan hasil perceraian. Ia menuntut lebih. Ia pasti akan melakukan segala cara untuk mencapai keinginannya itu."
"Kau uruslah dia!" perintah Lais.
"Siap. Serahkan pada saya tuan."
...***...
Lais duduk disisi ranjang Aruna sambil. memegang tangan gadis itu.
"Maaf." gumam Lais. Tiba-tiba tangan Aruna yang ia pegang bergerak.
"Run, kau sadar?" Lais berdiri dan mendekatkan wajahnya ke Aruna.
"Tuan." desah Aruna lemah. Ia hendak bangun tapi ditahan oleh Lais.
"Jangan bangun dulu. Perutmu terluka."
Aruna kembali berbaring.
"Apa sakit?" tanya Lais.
Aruna mengangguk, "Tapi tidak sesakit saat Tuan mengabaikan panggilanku." kata Aruna.
"Maaf. Aku yang salah. Maaf." Lais mengelus tangan Aruna.
Aruna tersenyum. "Tuan melihat kami ya? Tuan semua tidak seperti yang Tuan lihat."
"Aku tahu. Aku tahu. Kamu tidak perlu menjelaskannya. Istirahatlah biar lekas sembuh dan pulang."
Aruna lega. Ia lalu kembali memejamkan matanya mencoba tidur. Lais dengan setia menjaga disisinya.
Mulai sekarang aku hanya akan percaya pada penjelasanmu. Apapun yang kulihat dengan mataku, asal kamu bilang tidak, maka aku akan percaya padamu.
Lais mengecup kening Aruna dan menaruh kepalanya di ranjang sebelah Aruna. Ia lalu tidur sambil duduk.
...💞💞💞...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Mama Ita
katahuan kamu kirey....ati2 tuh
2022-02-19
2
Roro Roro
suka bgt dg kt2 Lais
2021-12-04
0
Agnes Supaidah Pradeu
bagus ceritanya .menarik😍
2021-11-22
0