“Sa, ternyata lu benar, Victor tidak sebaik yang pernah saya harapkan!” Suatu pagi Agni bercerita pada Elisa, sahabatnya, lewat video call, tentu saja Victor tidak ada saat itu. Victor baru saja permisi hendak keluar kota.
“Mau gimana lagi, lu yang memilih Agni, sekarang keputusan juga ada pada lu sendiri!” Elisa membaringkan dirinya di kasur, di rumah kontrakan mereka dulu.
“Keputusan gimana?” Agni tidak mengerti apa maksud Elisa.
“Keputusan mau bertahan atau pergi meninggalkan Victor!”
“Apakah menurut lu dia tidak akan mengejar gw, kemudian akan mengurung gw lagi di rumah ini?”
“Lu punya otak Agni, pakailah sekali saja!”
“Maksudmu apa? Apa gw nggak pernah pakau otak gw?”
“Bukan nggak pernah, tapi akhir-akhir ini, lu jadi tidak rasional, terlalu mengikuti kata hati!”
“Demi anak ini!” Agni menunjukkan perutnya yang semakin membuncit pada Elisa.
“Halah, lu pasti bisa uruslah, lu meragukan kebaikan gw ternyata selama ini!”
“Bukannya begitu, Sa. Gw nggak mau anak ini lahir tanpa papa, sakit tahu!”
“Ok, kalau sudah dengan alasan itu, gw mundur. Sekarang keputusan benar-benar ada pada lu sendiri, kalau lu berubah pikiran, silakan telpon lagi,” Elisa memutuskan pembicaraan, dipencetnya gambar telepon berwarna merah di layar ponselnya.
“Huh!” Agni menghembus nafas setelah tidak ada lagi gambar wajah Elisa di sana.
Agni memikirkan ulang kembali keputsannya untuk menikahi Victor. Demi kebaikan anak itu. Dia kemudian memantapkan diri untuk bertahan di sana.
“Biarlah aku menderita asalkan anakku ini tidak merasakan apa yang kurasakan, tidak tahu siapa bapaknya, bahkan ibunya juga tidak perduli dengannya dan tidak mau memberitahukan siapa bapak kandungnya sendiri.” Agni berbicara pada diri sendiri untuk meyakinkan dirinya lagi, bahwa dia harus memastikan anak itu diakui oleh papanya.
“Tok, tok, tok!” ada suara ketukan dari luar kamar Agni.
“Masuk!” Agni berteriak dari dalam kamarnya. Disimpannya ponsel itu ke dalam laci.
“Eh, Mbo Ratih!” Agni menyapa Mbo Ratih yang masuk dengan senyuman khasnya yang rada misterius.
“Ada rencana mau keluar hari ini?” Mbo Ratih bertanya pada Agni dengan mata berbinar.
“Keluar?” Agni terkejut mendengar perkataan Mbo Ratih barusan.
“Benar, keluar. Tadi Tuan Victor berpesan untuk membawamu keluar rumah, agar kamu tidak bosan katanya.” Mbo Ratih meyakinkan Agni yang terkejut itu.
“Yakin, tadi itu pesannya?” Agni sedikit ragu-ragu dengan apa yang didengarnya.
“Bukan, dia bilang, dia tidak mau istrinya berubah jadi vampir karena kelmaan di dalam kamar, hehehe!” Mbok Ratih terkekeh, samar-samar kekehannya mirip dengan Mak Lampir.
“Ye, Mbo, bisa aja!” Agni tersenyum, garing.
“Gimana, mau keluar nggak?” Mbo Ratih masih meminta kesediaan Agni.
“Mau dong, yuk, tapi aku mandi dulu ya, Mbo!” Agni menunjuk kamar mandi pada Mbo Ratih, seolah ingin menyuruh Mbo Ratih keluar dari kamar itu karena dia akan segera mandi.
“Ok, aku keluar sekarang!” Mbo Ratih melangkah ke luar kamar.
“Sebentar ya, Mbo!” Agni bergebas hendak mandi.
Mbo ratih melingkarkan jari telunjuk dan jeMbolnya, membuat tanda ok pada Agni yang masih melihatnya, seolah memastikan jika Mbo Ratih sudah benar-benar keluar dari kamar itu.
***
“Ngomong-ngomong, Mbo Ratih kenapa bisa betah di rumah itu sih?” Agni bertanya pada Mbo Ratih yang duduk di sebelahnya.
Mereka disupiri oleh supir Victor.
“Betah dong, gajinya gede, terus, aku bebas melakukan apa saja yang harus kulakukan yang penting pekerjaan rumah bisa beres semua!”
“Tapi itu rumah gede sekali Mbo, mana bisa Mbo ngerjain semua?”
“Bukan aku yang membersihkan semuanya kok, sesekali aku akan memanggil jasa pembersih rumah dan membersihakan rumah itu, kami sudah punya langganan, aku hanya memastikan saja jika rumah sudah benar-benar bersih.”
“Oh, begitu?!” Agni mengangguk.
“Nah, besok baru Mbo akan panggil lagi karena sudah mulai kotor lagi rumahnya, ada banyak tamu yang datang ke rumah minggu ini!”
“Iya juga sih, tidak perlu menyapu setiap hari, orang yang masuk ke dalam rumah itu tidak terlalu banyak dan semuanya tertutup, tidak ada celah bagi abu-abu jalanan masuk ke dalam rumah.”
“Iya benar sekali!”
“Dingin ya rumah itu!?” Agni antara bertanya atau menyampaikan pendapatnya.
“Lebih hangat sekarang, karena kehadiranmu Agni!”
“Ah, Mbo berlebihan, aku bahkan….” Agni tidak melanjutkan perkataannya, dia ingat jika ada supir yang sedang mendengarkan perbincangan mereka.
Mbo Ratih megnerti jika Agni harus menghentikan perkataannya karena takut supir itu akan mengadu pada Victor tentang penilaian Agni padanya.
“Bahkan membuat Tuan Victor bisa lebih ramah akhir-akhir ini!”
“Hehe, begitukah?”
“Benar, makanya aku senang saat kamu masuk ke rumah itu!” Mbo Ratih meyakinkan kembali Agni yang ragu dengan apa yang disampaikan Mbo Ratih itu.
Mereka sampai di sebuah mall besar di Jakarta. Supir itu menurunkan mereka di lobby dan dia berangkat ke parkiran.
***
“Kau harus lebh rajin berdandan Agni, Victor lebih senang dengan perempuan yang berdandan, jangan tampil buluk di hadapannya!”
“Maksudnya, Victor membawa wanita-wanitanya ke dalam kamar karena aku tidak semenor penampilan mereka?” Agni menatap mata Mbo Ratih.
“Bukan, kalau itu, kau yang lebih tahu jawabannya!”
“Huh, aku bingung dengan laki-laki seperti Victor, tidak pernah menghargai istrinya, kalau dia tidak suka, mengapa dia bersedia menikah denganku?” Agni kesal, dia akhirnya menumpahkan isi hatinya yang kesal dengan Victor.
“Aku tidak terlalu mengerti apa yang ada di dalam hati Victor juga, tapi yang pasti, dia juga tidak mau, anaknya, hmm, karena kau mengaku bahwa anak yang ada di dalam kandunganmu sekarang adalah anaknya, lahir tanpa seorang ayah.”
Baca juga: Zora's Scandal (Cek Profil)
“Dia… punya masa lalu yang pahit?”
“Begitulah, di balik darahnya yang dingin, sebenarnya dia sangat perduli dengan orang lain, tapi aku tidak pernah tahu bagaimana cara menghangatkan darahnya lagi, sudah terlalu lama dingin, kini sepertinya sudah membeku,” Mbo Ratih melihat Agni.
“Jadi, karena itu dia tidak pernah ingin menikah?”
“Benar, dia takut menjadi ayah yang tidak bertanggungjawab.”
“Tapi, dia tidak pernah berpikir untuk menjadi suami yang betanggungjawab juga, sama saja!”
“Agni, aku yakin lambat tapi pasti, dia akan mencintaimu, hanya butuh waktu, makanya aku selalu bersedia membantumu, agar hatinya cepat luluh.”
“Tapi aku sudah terlalu sabar, Mbo!” Agni mengeluh.
“Sabarlah sebentar lagi, kalau memang tidak berubah sikapnya padamu, aku akan mendukungmu jika harus menjauh dari Victor,” ditatapnya mata Agni, memberinya keyakinan pada Agni yang masih merasakan sakit dari sikap Victor.
“Hmm, Mbo yang pilih warna untukku ya!” Agni mengalihkan pembicaraan, dia pura-pura tertarik dengan produk-produk kecantikan yang dipajang di satu toko yang mereka baru masuki.
“Ok, kamu lebih cocok paka warna peach!”
“Apa nggak terlalu pucat?”
“Nggak kok, kau akan terlihat cantik tapi tetap kelihatan natural!” Mbo Ratih seolah menjadi ahli kecantikan sekarang.
“Hahaha, ok deh, aku ikut apa kata Mbo saja!” Agni menyetujui saran Mbo Ratih.
Jangan lupa tinggalkan jejak ya kaks, makasih 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Tami
Next bang, jangan lama2 upnya bg, tak kasih kopi lagi nih ntar kalau poinnya udah banyak hehehhe
2021-04-09
1