“Ketemu di tempat biasa ya!” suara Jay di seberang sana.
“Ok, Jay, saya segera meluncur,” Agni menatap Elisa yang ingin tahu isi pembicaran Agni dan Jay.
“Ok, see you soon!” Agni mengakhiri percakapan dengan Jay, dia mendekati Elisa.
“Tenang, gw akan menolak lamaran Jay, gw sudah sebutkan nama lu secara tidak langsung kemarin, tidak usah khawatir, Jay milikmu seorang!” Agni meyakinkan Elisa, sahabatnya itu.
Elisa sangat cemburu dengan Agni, semua pria yang disukainya pasti sukanya dengan Agni. Elisa sering bete karena hal itu.
“Jangan cemberut dong, ingat gw berhutang budi padamu, nggak mungkin gw rebut pria idamanmu, hehehe!” Agni dengan santainya berbicara demikian, namun lain dengan Elisa yang mendengarnya, ia seperti mendengar olok-olokan dari Agni.
“Nggak apa-apa kok, kalau lu terima lamarannya, masih banyak pria lain di luar sana!” Elisa pura-pura ikhlas.
Agni tahu jika Elisa hanya pura-pura saja, hanya ingin Agni tidak tahu jika dia sedang cemburu dengannya. Agni tertawa di dalam hati melihat tingkah Elisa yang sangat lucu itu.
“Ok, gw ke sana dulu yah, atau lu mau ikut sekalian?” Agni menawarkan.
“Gw nggak diundang, pergi saja!” Elisa cemberut lagi. Kata-kata Agni kali ini benar-benar olokan baginya.
“Yakin?” Agni menggoda lagi.
“Tahu ah, gelap, pergi sudah, nanti telat loh!” Elisa mengingatkan, jengkel dia.
“Ok, daaah!” Agni keluar dari kontrakan.
Agni meninggalkan Elisa yang sedang jengkel. Elisa mengotak-atik ponselnya dan mencoba menghubungi Martin. Beberapa kali Elisa mencoba menelponya namun Martin tampaknya tidak mau mengangkat karena dia tahu akan mendapat makian dari Elisa.
Elisa memang jengkel pada Agni karena dari banyak hal, Agni lebih unggul darinya, namun dia juga sangat sayang dengan sahabatnya itu, dia akan membela Agni habis-habisan jika ada orang yang berani menyakiti hati Agni, sahabatnya itu.
***
“Hi, Jay!” Agni menyapa Jay yang sudah menunggunya di Café tempat biasanya mereka bertemu.
“Sudah makan?” Jay langsung mengkhawatirkan lambung Agni.
“Tumben nanya makan?” Agni heran.
“Iya, zaman sekrang orang-orang pada cepat sakit, imunnya pada drop, kalau lambung sudah terisi dan tidak lapar, penyakit akan kewalahan melemahkan kita. Jadi harus tetap jaga lambung, jangan sampai tidak terisi!” Jay seperti dokter spesialis Agni yang sedang mengingatkan kliennya.
“Iya, iya, ntar saya pesan!” Agni tersenyum pada Jay, dia cukup senang dengan Jay yang perhatian sampai ke hal-hal kecil begitu, beda dengan klien-kliennya yang lain, malah ada yang main sosor walau sedang di depan umum.
“Nggak usah, aku sudah pesan makanan kesukaan kamu!” Jay tersenyum manis, seperti pepatah baru mengatakan: Kalian masih memikirkan, kami sudah melakukan.
“Jangan bilang telur dadar!” Agni semakin melebarkan senyumnya.
“Pasti dong, selain itu aka nada menu lain yang lebih special!” Jay meyakinkan Agni.
“Oh, ok, semoga tidak mengecewakan!” Agni menarik alisnya ke atas dan mulutnya dimonyongkan ke depan, mengarah kepada Jay.
“Hahaha, pasti memuaskanmu dong!” Jay masih dengan rasa percaya dirinya yang sangat tinggi.
Pesanan Jay datang, dua porsi telur dadar dan 2 porsi iga bakar.
“Ini siapa yang mau ngabisin?” Agni melotot melihat porsi besar yang disodorkan ke hadapannya.
“Biar kita kenyang, nggak apa-apa. Ayo dimakan!” Jay memepersilakan Agni yang masih bengong.
Agni mengambil telur dadar kesukaannya. Seperti biasa, semua telur dadar enak di lidah Agni, dia sangat senang karena bisa makan telur dadar malam itu.
“Dagingnya dihabisin dong!” dengan senyuman, Jay menantang Agni untuk menghabiskan iga bakarnya.
“Sabar, pasti habis!” tidak terlalu jelas Agni ngomong apa, masih banyak daging di mulutnya.
Jay tersenyum melihat tingkah Agni makan. Walaupun seperti orang yang tidak makan satu minggu, Agni tetap cantik di mata Jay. Dia sungguh-sungguh terpesona dengan Agni yang manis lagi cantik.
“Jangan dilihatin begitu dong, jadi malu nih!” Agni protes karena Jay selalu melihat ke mulutnya yang sedang mengunyah, menikmati makan malamnya.
“Aku tidak mau melewatkan sedikitpun keindahan yang hakiki dari Tuhan ini dari hadapanku!”
“Gombalmu boleh juga, pak tua!” Agni mengejek Jay.
“Hahaha, bisa aja lu!” Jay terkekeh mendengar Agni melawak. Dia senang diperlakukan seperti itu, artinya tidak ada lagi canggung pada Agni terhadapnya.
***
“Gimana nih? Kita kemana?” Jay menanyakan kesediaan Agni untuk bermalam bersamanya walau tidak eksplisit, Agni tahu arah kalimat Jay itu.
“Aduh…”
“Alasan lagi!” Jay memotong kalimat yang hendak disampaikan Agni.
“Ok, gini Jay, sebenarnya Elisa sangat suka padamu, nggak, sangat cinta, aku tidak mau mengecewakan dia, sepertinya kamu harus dengan dia!”
“Kalau aku Sukanya denganmu? Perasaan tidak bisa dipaksakan Agni!” Jay protes.
“Tapi dia orang yang mengenalkanku padamu, aku tidak mau melangkahi sahabatku sendiri!”
“Kami tidak ada hubungan apa-apa, selain hubungan penjual dan customer, hanya itu,” Jay protes.
“Tapi…!”
“Ya sudah kalau kamu nggak mau nemani aku malam ini, ngobrol beginipun aku sudah terima kasih padamu!” Jay masih saja ingin menunjukkan keseriusannya pada Agni.
Agni, bagaimanapun menyadari benar jika Jay sudah menikah, dan orang yang sudah menikah, bahkan punya anak, ingin menjalin hubungan dengan orang lain, pasti dia bukan tipe yang setia. Dan Agni sangat benci dengan orang tipe seperti itu.
Agni hanya ingin uang dari Jay, agar dia bisa membayar uang kuliahnya yang tidak murah. Uang dari orang tuanya sudah berhenti. Tidak ada lagi hal yang bisa dilakukannya untuk mendapatkan uang dengan cepat kecuali menghibur pria-pria hidung belang seperti Jay.
“Bukannya tidak mau…”
“Tapi?” Jay memotong lagi.
“Bisa tidak, jangan memotong orang yang sedang ngomong?” Agni marah.
“Kamu makin cantik kalau sedang marah! Hehehe,” Jay tidak berhenti menggoda Agni.
Agni muak dengan semua itu. Dengan Jay, ingin sekali dia pulang langsung ke kontrakan, namun dia mengingat jika Jay belum membayarnya sepeserpun malam itu.
Jay juga sengaja mengulur-ulur waktu, seolah dia pura-pura tahu jika dia harus membayar Agni malam itu.
“Ok, sekarang mau ngomong apa?” Jay membelah keheningan yang sesaat berlangsung di meja makan mereka.
“Bukannya tidak mau, tapi aku sedang datang bulan!” Angi berbohong.
“Ya, nggak apa-apa, kita hanya tidur beruda saja, sedikit cium dan peluk, bisa dong!”
“Lagi nggak mood, Jay. Tolong jangan paksa aku!” Agni pura-pura lemas.
“Oh ok, jangan lama-lama dengan mood itu! Bahaya!” Jay mengingatkan.
“Sesekali pakai logika jangan feeling!” Jay mengingatkan Agni lagi.
“Intinya, aku tidak bisa menemani lebih lama dari biasanya. Maafkan aku Jay!” Agni masih pura-pura merasa bersalah.
“Ya sudah kalau begitu, aku tidak ada kuasa untuk memaksamu, kalau pun ada, aku tidak akan menggunakannya untukmu, Agni!” Jay seperti mengacam sekaligus pamer jika dia bisa melakukan apa saja yang dia mau, mengingat hartanya yang melimpah.
Terima kasih sudah mampir, ikuti terus ya gais!❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments