“Lu harus gugurkan kandunganmu, Agni!” Elisa berang, dia tidak ingin sahabatnya itu punya masalah dengan laki-laki yang bisa saja membahayakan dirinya dan Agni.
“Tidak, gw nggak tega, sekali gw sudah pernah gugurkan kandunganku, sekarang gw tidak bisa!” Agni hampir mengeluarkan air matanya.
“Tidak, kali ini tidak, kita bisa mati konyol, Agni. Kalau dia tahu lu hamil, dia tidak akan selamat, bayimu juga akan dipaksa untuk digugurkan, percuma, lebih baik gugurkan sekarang, daripada janinnya semakin…”
“Lu tidak tahu perasaan berdosa saat menggugurkan kandungan, kan, lu tidak tahu bagaimana penderitaan yang gw alami saat menggugurkan anak dari laki-laki sialan itu!” Agni memotong kalimat Elisa, sahabatnya itu, dia spontan memaki Martin, laki-laki yang tidak bertanggungjawab yang hanya mau enaknya saja.
“Bukan begitu, Agni…,”
“Bukan apanya?” Agni menyipitkan matanya pada Elisa.
“Dengar dulu, dong!” Elisa mulai terpancing emosinya, dia tidak suka dipotong terus kalimatnya oleh Agni.
“Ok, silakan, mau ngomong apa lagi?” Agni menantang, dia berlagak seperti hendak mendengarkan ide brilian dari Elisa.
“Begini, Victor itu laki-laki yang kejam, dia tidak suka menikah, dia hanya tahu mencicipi wanita saja, tidak ingin terikat dengan pernikahan, lihat sendiri, dia sudah berumur 40-an, sampai sekarang, tidak ada anak yang mengikutinya, selain anak buahnya yang selalu mengagguk itu. Dia akan memaksamu untuk menggugurkannya juga!” Elisa membangun teori tentang Victor dari data-data yang dia bisa lihat pada diri Victor.
“Oh, jadi, lebih baik menikah dengan laki-laki yang sudah beristri dan punya anak 7?” Agni melotot, matanya masih basah karena tangis penyesalan karena dia hamil lagi, hamil yang tidak diharapkannya terjadi.
“PLAK!” Elisa menampar wajah Agni. “Terserah, gw nggak peduli lagi!” Elisa masuk ke dalam kamar. Dia meninggalkan Agni yang kini semakin terisak.
Agni merasa tidak memiliki siapa-siapa lagi. Dia terisak di ruang tengah sementara Elisa sudah memejamkan matanya di kasur, walau dia juga sangat merasa bersalah karena telah menampar Agni dan itu didorong oleh ketakutan akan sosok Victor yang bisa saja menyakiti mereka karena Agni hamil dan Agni ingin menuntut pada Victor, dia juga tidak mau Agni kenapa-kenapa karena hanya ingin mempertahankan janin yang ada di dalam kandungannya.
***
Agni teringat pada Jono. Dia menghubungi Jono untuk sama-sama menuntut pertanggungjawaban dari Victor. Dia tidak mau jika anak yang ada di dalam kandungannya nanti lahir tanpa seorang Bapak, agar nasib anaknya tidak sama dengannya yang lahir tanpa tahu siapa Bapak biologisnya.
“Pagi, bang, bisa ketemu dengan Victor?” Jono berbicara pada seseorang yang menjaga di pos satpam satu rumah yang lumayan mewah.
“Dengan siapa?” orang itu memasang muka curiga. Mungkin dia memang sudah dilatih untuk selalu skeptis terhadap orang-orang yang mencari Victor, bosnya.
“Jono!” Jono menyodorkan tangnnya pada orang itu.
“Sudah janji sebelumnya?” masih memasang mata curiga, benar-benar tidak bersahabat.
“Bilang saja, ada Agni menunggu di luar!” Agni tidak tahan dengan basa-basi yang tidak ada ujungnya, selain saat itu, matahari sangat terik di luar. Penjaga itu enak, dia ada posnya, terik matahari tidak menembus kulit hitamnya.
“Anda siapa?” lagi-lagi orang itu bertanya.
“Calon istri Victor!” Agni menjawab.
“OH, begitu, sebentar, sebentar!” dia berlarian membuka gerbang dan menyuruh Jono dan Agni duduk di pos itu.
“Terima kasih!” Agni tersenyum pada satpam itu. Dia ingin tampil setegar mungkin walau jantungnya sudah berdebar-debar kencang saat dia tahu sekarang satpam itu sedang menelepon seseorang yang ada di dalam rumah. Dia tahu Victor akan keluar. Seperti gambaran yang diberikan Elisa, jangan-jangan dia dan Jono akan dihajar di sana, dan dia akan dipaksa untuk menggugurkan kandungannya.
Jono hanya bisa menenangkan Agni, dia tahu Agni sedang ketakutan. Hanya janin yang di dalam perutnya yang mendorong dia untuk berani menghadap pada Victor yang terkenal kejam itu.
Tidak lama setelah mereka duduk, Agni melihat Victor dantang dari dalam rumah menuju pos satpam, dia sendiri yang datang menemui mereka di sana. Agni semakin takut, dia membayangkan Victor berang dan mengusir mereka dari sana.
“Hai, Agni, tumben mau ke sini, sudah lama saya ajak tapi tidak pernah mau, mari masuk!” Victor menyalami Agni dan Jono.
“Hmm!” Victor memasang muka bertanya pada Agni.
“Bapak!” Agni menjawab muka penuh tanya Victor.
“Oh, Victor, om!” Victor menyalami Jono.
“Jono,” Jono menyambut salam Victor. Jono sengaja mengencangkan genggamannya mengingat cerita yang disampaikan Agni, agar Victor tahu jika Jono tidak takut sedikitpun padanya.
Mereka berjalan berdampingan, Victor di tengah, Agni di sebelah kiri dan Jono di sebelah kanan.
“Untung aku belum sempat berangkat!” Victor melempar seyumnya pada Agni.
“Oh, ke mana?” Agni basa-basi bertanya, dia masih tidak menyangka kalau Victor seramah itu. Dia masih takut dan membayangkan mereka berdua akan dieksekusi di dalam rumah besar itu.
“Biasa, ada bisnis!”
Agni tahu jika Victor tidak ingin dia tahu kemana Victor akan pergi dari jawaban itu dan dia tidak berhak tahu.
“Oooh!” Agni hanya bisa mengangguk saja.
***
“Ada apa ini, tumben mampir, dengan om pula!” Victor melihat Jono yang duduk tegak, seolah ingin memperlihatkan bahwa dia tidak kalah kekar dari Victor yang jangkung itu.
“Begini…”
“Sebentar, aku sudah tahu dari satpam di depan tadi, kau bilang, kau adalah calon istriku ya?” Victor ingin tahu benar jika apa yang diinformasikan satpam di depan tadi tidak salah.
“Benar!”
“Aku mau dilamar nih?” Victor tersenyum melihat Agni dan Jono.
Agni merasa pertanyaan itu adalah bentuk dari olok-olokan dari Victor. Agni menebak jika Victor sedang mempermainkan mereka berdua, dengan sangat halus, tapi justru Agni merasa Victor terlalu kasar dengannya terutama dengan Jono.
“Aku hamil!” Agni langsung pada inti persoalan yang ingin disampaikan pada Victor.
“Hamil?” Victor sedikit terkejut.
“Iya, hamil, dan…”
“Ok, itu mengapa om juga ikut bertandang ke sini? Ingin menuntut pertanggungjawabanku?” Victor bertanya, ada senyum di bibirnya.
Agni melihat senyum itu, dia masih merasa jika senyum itu adalah senyuman yang paling sinis yang pernah di saksikan. Dia benar-benar terbius dengan kata-kata Elisa yang mengatakan jika Victor itu tidak pernah mau menikah dan mengakui anak itu adalah anaknya, dan dia akan memaksa Agni menggugurkan itu jika benar-benar itu adalah anaknya.
“Benar!” Jono memandang mata Victor lekat-lekat. Dia tidak mau Victor lari dari tanggungjawab.
“Oh, justru aku sangat senang, tidak usah menuntut, aku akan menanggungjawabi semuanya!”
Agni benar-benar tidak percaya dengan apa yang dia dengarkan. Dia tidak menyangka sedikitpun jika Victor mau bertanggungjawab, bertolak belakang dengan teori yang Elisa bangun selama ini.
Jangan lupa vote dan kasih hadiah 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Lenni Yulianti
duh nasib Agni jd baby sugar om om hidung belang
2021-09-04
1
R⃟acunᵍᵏ♕mati☠ᵏᵋᶜᶟ
kok aku bingung sih
thor jelasin dong📢📢📢📢📢
2021-05-22
1
Ama
lanjut
2021-03-31
1