“Ma, tadi malam om Jono ya?” tanpa basa-basi, Agni menanyakan apa yang dia lihat.
“Maksudnya?” Zora memiringkan wajahnya namun matanya menatap Agni, sesekali melihat ke arah lain.
“Teman mama ngobrol di taman belakang, siapa ma?” Agni yakin dia tidak sedang mimpi tadi malam, dia baru selesai mengerjakan PR-nya lalu haus.
“Nggak ada ah, kapan? Mama di dalam kamar kok tadi malam, nggak ada keluar tuh!” Zora mengelak.
“Mama!” Agni memaksa Zora mengakui apa yang dilakukannya tadi malam di taman belakang.
“Mungkin sebelum mama masuk kamar?” Agni mencoba mengingatkan mamanya.
“Oh, itu, om Jono, betul, saat mama mau mematikan beberapa lampu, om Jono datang, pengen ngobrol sama mama, emang kenapa?” Zora akhirnya jujur.
“Ngobrolin apa?” Agni masih penasaran.
“Ya, tentang anak-anak di gang gelap, katanya dia disuruh sama kamu untuk bujuk mama nyumbang ke anak-anak itu! Iya kan?”
“Sambil pegangan tangan?” Agni menatap mata mamanya itu, dia mau melihat perubahan ekspresi mamanya saat ditembak langsung begitu.
“Siapa yang pegangan tangan? Kamu ini, ada-ada aja deh!” Zora kelabakan, seperti dugaan Agni, mamanya itu tidak bernai menatap matanya.
“Mama, walau lampunya dimatikan, cahaya dari dalam rumah masih cukup terang untuk menerangai taman belakang ma, lagian ngapain sih ngobrolnya harus di taman belakang?” Agni mulai yakin dengan apa yang dilihatnya.
“Eh, mama nggak ngerti apa yang kamu maksud!” Zora berusaha mengelak.
“Ma, kok gitu sih?” Agni mulai kesal.
“Kok gitu gimana?” Zora pura-pura bodoh.
“Pertanyaan dijawab dengan pertanyaan,” Agni kesal sendiri, dia tidak menyangka jika mamanya bisa selingkuh di belakang papanya. Di belakang Aditya.
“Tidak ada yang pegangan tangan, mama dan om Jono hanya ngobrol biasa saja!”
“Di kegelapan malam, di tempat yang remang-remang?” Agni kembali mengejar pengakuan mamanya.
“Emang kenapa kalau di tempat gelap?”
“Banyak setannya ma!”
“Abad 21 masih percaya setan?” Zora pura-pura polos.
“Bukan setan secara harafiah mama, ih, kesal deh, aku hanya minta pengakuan mama saja, ngapain pegangan tangan sama om Jono, sebelum aku menyimpulkan yang tidak-tidak antara mama dan om Jono!” Agni mulai mengancam.
“Maksudnya apa?” Zora terusik dengan ancaman Agni.
“Mama tahu maksudku, mama hanya tidak mau tahu, iya kan? Ma, Agni nggak anak kecil lagi yang bisa dibohongi berkali-kali, Agni sudah tahu arti kesetiaan, kebahagiaan dan perasaan, hanya Agni belum mau terjun ke sana!”
Kalimat-kalimat Agni bagaikan kotbah di siang bolong bagi Zora. Dia tertampar dengan semua kata-kata Agni. Dia benar-benar disardarkan sekarang jika Agni bukan anak kecil lagi, anak manis yang menerima apapun perlakuan ibunya dengan lelaki lain yang bukan ayahnya.
“Udah ah, mama mau siap-siap dulu, mama mau berangkat ke Surabaya, mama pergi dengan om Jono!” Zora memutuskan percakapan.
“Oh, hati-hati di jalan!” Agni meninggalkan Zora sebelum mamanya itu meninggalkannya sendiri di ruang makan itu.
Agni mencari Jono, dia ke kamar Jono, saat itu Jono sedang siap-siap hendak berangkat ke Surabaya.
“Om, tadi malam kenapa pegang-pegang tangan mama?” Agni tembak langsung.
Jono terkejut dengan pertanyaan Agni, halilintar di musim penghujan, pertanyaan itu sangat mengganggunya.
“Pegang bagaimana?” Jono pura-pura tidak tahu.
“Oh, ternyata om dan mama sudah lama melakukan itu ya?” Agni menuduh lagi.
“Melakukan apaan Agni?” Jono protes dengan tuduhan Agni.d
“Jangan pura-pura tidak tahu, om. Aku bisa lihat dengan jelas apa yang om lakukan pada mama!”
“Lihat apa? Jangan ngaco deh!” Jono menuduh balik Agni.
“Om yang ngaco, om tidak tahu jika mama itu sudah punya suami, sudah punya anak, aku om!” Agni protes dituduh ngaco oleh Jono, om kesayangannya, yang dia percaya akan menjaganya dan mamanya, Zora.
“Semua yang kamu lihat tidak seperti yang kamu lihat, Agni!” Jono membela diri.
“Terus seperti apa, om?” Agni menantang Jono.
“Agni, janga berburuk sangka dulu, aku dan mama tidak akan sekonyol itu!” Jono meyakinkan Agni.
“Sekonyol apa? Aku tidak pernah bilang kalua kalian sekonyol itu. Apa jangan-jangan memang apa yang kalian lakukan tadi malam adalah hal yang konyol. Yakin om tidak melakukan hal yang lebih dari sekadar pegangan tangan?” Agni panjang lebar mengingatkan Jono.
“Agni…,” Jono hendak membela diri lagi.
“Tidak usah membela diri, silakan beberes, mau ke Surabaya kan?” Agni melontarkan pertanyaan sambil meninggalkan Jono mematung di kamarnya.
***
Agni kesal sendiri di dalam kamarnya. Dia ingin sekali Aditya, papanya pulang segera ke rumah.
Ditelponnya Aditya berkali-kali namun tidak ada jawaban. Beberapa kali ditolak. Hal itu membuat Agni kesal, tidak hanya pada mamanya dan Jono, juga Aditya, papanya yang tidak lagi menaruh perhatian sedikitpun pada Agni, jauh berbeda perlakuan Aditya padanya saat masih kecil. Agni menjadi bingung dengan status keluarganya sendiri.
“Apa papa tahu semua ini?” Agni bertanya di dalam hatinya.
***
“Papa, masih sayang dengan mama nggak?” Agni tiba-tiba bertanya pada Aditya sebelum papanya itu mulai masuk ke dalam kamar.
“Loh, kok nananya begitu?” Aditya melongo, dia tidak pernah berpikir menapat pertanyaan semacam itu dari Agni. “Mesti ada sesuatu yang ditutupi Agni!” batin Aditya di dalam hati.
“Jawab dulu deh, pa!” Agni memaksa Aditya agar menjawab pertanyaannya.
“Papa mau tahu dong alasan kamu nanya begitu!” Aditya ngotot tidak mau jawab dulu.
“Pa, papa benar-benar sayang sama mama kan?” Pertanyaan Aditya tidak berpengaruh padanya.
“Ada apa sih? Pasti ada sesuatu sampai nanya-nanya begitu!” Aditya masih tidak mau menjawab Agni, menurutnya partanyaan itu tidak relevan untuk saat itu.
“Papa bisa jawab itu dulu? Nanti kalau udah, Agni akan cerita lebi banyak lagi!” Agni menawarkan untuk bercerita lebih banyak lagi.
“Ok, papa sangat sayang sama mama, apapun keadaannya!”
“Bahkan jika ada laki-laki lain yang mendekati mama?” Agni menatap mata Aditya.
“Maksudnya?” Aditya terkejut mendengar gaya bahasa Agni.
“Tapi, papa jangan marah ke mama ya!” Agni mengingatkan pada Aditya.
“Iya, kenapa Agni! Jangan buat pensaran papa, dong!” Aditya berusaha mengorek informasi yang didilakukan Aditya.
“Mama kemungkinan ada hubungan khusus dengan om Jono!” Agni membernaikan diri untuk melaporkan apa yang dia lihat malam itu.
Agni menunggu ekspresi papanya itu berubah. Sepertinya tidak ada perubahan yang begitu signifikan.
“Mama dengan om Jono emang dekat, om Jono kan yang menghantar mama ke mana saja kalau papa tidak di rumah!?” Aditya bermaksud menutupi semua yang dia ketahui tentang Jono dan Zora pada Agni, namun di dalam hatinya, dia sudah sangat geram. Apalagi dia tahu kabar itu dari anaknya sendiri.
“Pa, bukan seperti itu!” Agni menaikkan suaranya.
“Terus, yang seperti apa?” Aditya pura-pura bodoh.
“Kalau ada hubungan yang lebih intim antara mama dan om Jono, papa bahkan tidak akan marah?” Agni menatap mata Aditya.
“Tidak akan, Agni nggak usah mikirin itu, mirik sekolah saja ya! Gimana olimpiade kemarin? Mama bilang, sekolah memilih kamu lagi untuk mengikuti olimpiade!” Aditya mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Papa tidak usah mengalihkan pembicaraan, kalau begitu, aku ke kamar dulu, pa!” Agni beranjak dari kursinya dan masuk ke dalam kamar, memikirkan semua hal yang terjadi di rumah itu, di tengah-tengah keluarga mereka.
Terima kasih sudah baca sejauh ini, kalian baik sekali, love you! ❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
R⃟acunᵍᵏ♕mati☠ᵏᵋᶜᶟ
istri tidak tau untung
asem
2021-05-20
1