“Mau ke mana sih?” Agni masih penasaran.
“Lu akan segera tahu, sebentar lagi kita sampai,” Elisa masih menarik tangan Agni tanpa menoleh sedikitpun pada Agni yang mengikutinya tertatih-tatih.
Agni diam, dia melompat karena ada genangan air di depannya, hampir saja dia menginjak genangan air itu. Dia mengumpat pada Elisa yang masih menarik tangannya dengan sedikit kasar.
Mereka sampai di pendopo kecil, bekas rumah seseorang yang dirobohkan untuk membuat pendopo di antara rumah-rumah petak yang kecil itu.
Agni melihat ada tikar tergulung di sana. Tidak ada siapa-siapa di sana. Elisa mengajaknya duduk di sana. Kemudian dia berdiri Agni hendak ikut berdiri.
“Duduk dulu, aku mau ke rumah itu sebentar!” Elisa menyuruh Agni duduk lagi.
“Mau ke mana?” Agni bingung mengapa dia harus duduk di sana sementara Elisa harus meninggalkannya. Agni sudah punya gambaran sebenarnya sejak Elisa membeli majalah dan beberapa buku tulis serta pulpen di toko buku loak tadi. Namun mendapati pendopo kecil itu tak berpenghuni, dia jadi bingung lagi.
“Aku mau nanya ke ibu yang tinggal di rumah itu, di mana anak-anak yang biasanya belajar di sini!” Elisa menunjuk lagi rumah yang tidak jauh dari tempat dia berdiri.
“Oh, ok!” Agni kini mengerti maksud Elisa, diam-diam dia mengagumi niat baik Elisa, walau uangnya juga yang harus membeli oleh-oleh untuk anak-anak yang Elisa maksudkan.
“Tunggu di sini ya, nggak usah takut, orang di sini baik-baik kok!” Elisa menangkap signal dari wajah ragu Agni.
“Oh, ok!” Agni hanya bisa mengucap itu, seolah dia tidak mau Elisa tahu jika dia sedang tidak nyaman bila harus ditinggal di sana sendirian.
Agni melihat Elisa mendekati rumah yang ditunjuknya tadi, kemudian seorang ibu keluar dari rumah setelah Elisa mengetuk pintunya, mereka tampak berbincang sebentar. Kemudian seorang anak kecil keluar dari dalam rumah dan berlari keluar dari gang gelap itu.
Elisa kembali datang menuju pendopo. Dia tersenyum pada Agni memberikan signal baik pada Agni, dia ingin Agni juga merasakan kelegaan yang dia rasakan.
“Gimana?” Agni bertanya.
“Aman!”
“Apanya yang aman? Emang dari tadi kita tidka aman ya?” Agni bingung.
“Bukan, anak-anak segera berkumpul di sini, kita tunggu mereka sebentar,” Elisa duduk di samping Agni.
Agni melirik sebentar pada Elisa yang tersenyum lebar.
“Terima kasih ya!” Elisa memegang tangan Agni.
“Kenapa? Karena bolos denganmu?”
“Hahaha, bukan!”
“Terus? Karena uang tadi?”
“Bukan!”
“Terus kenapa?” Agni makin bengong.
“Karena lu mau mampir di sini!”
“Bukan maunya gw!” Agni tidak melirik.
“Ya, setidaknya lu mau dipaksa, hahaha!” Elisa memeluk Agni dari samping.
“Dasar, gw kira ntah ke mana!”
“Gw dah ngomong, bukan ke neraka jahanam, kok!”
“Iya, tapi…”
“Iya, nggak usah diperpanjang, begitulah nasib orang miskin, harus terima keadaan!”
“Gw haus!”
“Oh, haus, kirain!” Elisa memukulkan badannya pada badan Agni.
Tidak lama kemudian ibu tadi, yang diajak Elisa berbincang datang membawa teh manis panas dari rumahnya.
“Nah, pucuk dicinta, ulam pun tiba!” Elisa sedikit teriak, seolah dia mau mengatakan pada ibu itu jika sahabatnya itu sedang kehausan.
“Apaan sih?” Agni malu.
“Nggak usah malu-malu di sini!” Elisa tahu jika sahabatnya itu malu pada ibu yang membawa teh itu.
“Silakan diminum de, hanya bisa kasih ini!” Ibu itu meletakkan gelas-gelas berisi teh itu di depan Agni dan Elisa.
“Terima kasih, bu,” kompak Elisa dan Agni berterima kasih pada Ibu itu.
“Iya sama-sama! Halo de, saya Hanum,” Bu Hanum mengulurkan tangannya pada Agni.
“Agni bu!” Agni hendak berdiri menyalam bu Hanum.
“Duduk saja, ibu ke rumah dulu, ada sedikit yang harus kukerjakan, aku tinggal dulu ya Sa!” Bu Hanum meninggalkan pendopo.
“Kelihatannya, kau sudah akrab dengan orang-orang di sini!” Agni berbisik pada Elisa, karena Bu Hanum belum terlalu jauh dari mereka.
“Hehehe, begitulah!” Elisa tersenyum pada Agni.
Tidak lama setelah Bu Hanum masuk ke dalam rumah, ada beberapa anak yang berlarian menuju pendopo. Ada 11 orang, mereka langsung menyalami Elisa yang sudah berdiri, disusul Agni yang ikut berdiri, menyalami mereka yang baru tiba.
Tanpa dikomando, semua anak itu duduk melingkar di dalam pendopo, Elisa dan Agni termasuk dalam lingkaran itu. Mereka mendunggu Elisa berbicara, ada beberapa yang berbisik-bisik sambil menunjuk bungkusan yang ada di depan Elisa dan Agni.
“Baik, hari ini…” Elisa membuka suaranya dan berhenti sebentar. Serempak anak-anak yang berbisik-bisik tadi langsung diam dan memperhatikan apa yang hendak Elisa katakan.
“…kita kedatangan guru baru, kakak ini akan mengajar kalian hari ini…”
“Horeeee!”
Belum selesai Elisa berbicara, anak-anak sudah berteriak kegirangan. Mereka kompak mengangkat tangan ke atas.
“Ok, kita beri waktu kakak kita memperkenalkan diri dulu ya, mau kenal kan dengan kakaknya?” Elisa teriak, seperti seorang sales yang sedang ingin membangkitkan semangat para pendengarnnya.
“Mauuuuuuuu!” serentak anak-anak itu menjawab Elisa dan menunggu Agni mengeluarkan suaranya, mereka benar-benar ingin tahu siapa yang sedang berada di hadapan mereka sekarang.
“Ok, silakan kak!” Elisa memandang Agni.
Agni melempar senyum sambil menarik nafas. Dipandanginya satu-satu wajah anak-anak itu.
“Selamat pagi semua!”
“Pagi, kaaaaak!” lagi-lagi anak-anak itu serentak menjawab sapaan Agni.
“Apakah mereka selalu begitu?” Agni berbisik pada Elisa.
“Halah, pakai nanya, mereka sudah menunggumu memperkenalkan diri tuh!” Elisa berbisik lagi pada Agni. Walau sebenarnya Elisa tahu jika bisikannya itu pasti bisa didengar oleh anak-anak.
“Saya, Agni, temannya kakak Elisa!”
Anak-anak masih menunggu kelanjutannya, begitupun Elisa, namun tampaknya Agni sudah selesai dengan perkenalannya.
“Itu doang?” Elisa menyikut Agni.
“Mau bilang apa lagi?” Agni membalas, menyikut Elisa.
“Ok, baik, bulan lalu kita belajar apa?” Elisa bertanya pada anak-anak.
Anak-anak itu diam, mereka tidak ingat apa yang sudah mereka pelajari bulan lalu, sudah terlalu lama mereka tidak belajar. Elisa sudah semakin jarang mengajari mereka di sana.
“Baik, nggak apa-apa, kita memang manusia kadang lupa!” Elisa melanjutkan kalimatnya.
Agni tergelak, dia hendak ngakak tapi ditahannya ketawanya itu.
“Sekarang kita akan diajari kakak Agni bagaimana menghitung, mau ya?!”
“Mau kaaaaaak!” Serentak anak-anak itu menjawab pertanyaan Elisa.
“Ok, silakan kak!” Elisa melihat ke arah Agni.
Agni masih menahan tawanya. Melihat itu Elisa kembali menyikut Agni aga dia segera berhenti menahan tawa dan mulai mengajari anak-anak berhitung.
“Oh, iya, sebelum mulai, David, sini, bagi pulpen dan buku untuk teman-temanmu!” Elisa memanggil seorang anak untuk datang padanya dan menyerahkan buku dan pulpen padanya untuk dibagikan pada anak-anak.
Setelah semua anak memperoleh satu pulpen dan buku tulis Agni mulai mengajari mereka bagaimana menambah dan mengurang.
Ada dua anak yang masih belum paham bagaimana menambah dan mengurang, Agni dan Elisa mengajari konsep tambah dan kurang pada kedua anak itu, sementara yang lain mengerjakan soal yang diberikan Agni untuk melatih kecakapan mereka menambah dan mengurangi.
Ehem, jangan lupa tinggalkan jejaknya ya kakaks 😉 Terima kasih 🙏🙏🙏
Jangan lupa tekan favorite, agar dapat notif kalau novelnya sedang up! 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Dwi Nurhayati
lanjuutt Thor 💞💞💞
2021-03-12
2
Tami
pengen ngasih kursi pijat ke bang otom, tapi koin blm cukup 😴
2021-03-12
2
Nur LloVve
Di tunggu feedback nya yah kak.Kalo udah feedback komen aja yah,ntar aku kasih vote karya kakak.
#I'm A Special Girl
2021-03-12
2