“Juara 1 jatuh kepada…”, suara MC yang kini tinggal mengumumkan juara satu setelah juara harapan dan juara lainnya diumumkan, dia berhenti sebentar mempermainkan emosi yang hadir, membuat orang-orang semakin penasaran.
Para peserta dan guru-guru pendamping termasuk orang tua yang menemani anak-anaknya bertanding sama-sama menahan nafas karena hasil yang ditunggu-tunggu akan segera diumumkan.
Sebagian lagi sudah terlalu apatis, karena merasa inferior di tengah-tengah siswa-siswi yang dianggapnya jauh lebih mampu darinya.
Pak Regar termasuk orang yang masih memiliki harapan, dia sangat yakin jika Agni-lah yang menjadi juaranya. Dia memeluk Agni dari samping, ditariknya badan Agni yang duduk di samping kanannya itu.
Agni tidak memberikan ekspresi yang jelas, Pak Regar melihatnya sebagai orang yang masih berharap menang. Di dalam hatinya dia tertawa melihat ekspresi Agni itu, tertawa karena Agni akhrinya merasa was-was juga.
“Juara satu… jatuh kepada… Anggreini Puspita Sari dengan nomor peserta 111!” semua orang serentak riuh dan bertepuk tangan. Hanya Pak Regar dan Agni yang tidak bertepuk tangan.
Pak Regar syok mendengar hasil olimpiade kali ini, dia tidak menyangka jika Agni tidak dapat juara kali ini, padahal dia telah melatih Agni habis-habisan, beberapa hari sebelum olimpiade Pak Regar juga telah menguji Agni dengan soal-soal yang paling sulit yang pernah dia buat, Agni bisa melahapnya dengan enteng.
Agni justeru tidak memberikan ekspresi apa-apa. Wajahnya masih datar, sedater sebelum pengumuman juara 1 itu.
“Tidak apa-apa, lain kali kita coba lagi!” Pak Regar memeluk Agni. Semua orang sudah berdiri, hanya mereka yang masih duduk di tempat, seperti sedang meratapi nasib.
Agni tersenyum pada Pak Regar yang tidak marah sedikitpun padanya, dia merasa bersalah karena telah mengecewakan Pak Regar yang berharap Agni bisa membawa piala tahun ini, seperti tahun-tahun sebelumnya.
Agni memandang wajah Pak Regar dengan sayu.
“Mari pulang!” Pak Regar mengajak Agni beranjak dari tempat itu. Dari keramaian yang spontanitas itu. Hanya mereka berdua yang merasa sepi, seperti terasingkan dari kebahagiaan yang tercipta.
“Maafkan aku, Pak, aku sengaja tidak menjawab apapun di kertas jawabanku!” Agni berbisik di dalam hatinya. Ada penyesalan di dalam hatinya, namun dia sudah memikirkannya matang-matang.
Mereka sudah di parkiran sekarang. Saat Agni hendak masuk ke dalam mobil Pak Regar ada suara yang memanggil nama Agni, suara itu tidak asing baginya.
“Agni!” Zora tergopoh-gopoh turun dari mobil menghampiri Agni.
“Mama?” Agni melihat Zora yang berjalan cepat-cepat menghampiri dirinya, dia tidak percaya jika Zora akan datang. Dia sudah yakin sekali jika mamanya itu tidak akan datang melihat Agni di sini.
“Gimana hasilnya, pasti anak mama juara 1 lagi kan?” Zora memeluk Agni, dia yakin sekali jika Agni-lah yang menjadi juara 1 kali ini.
“Tidak ma,” Agni menunduk.
“Oh, juara berapa?” Zora mengangkat wajah Zora. “Jangan bersedih dong, nggak apa-apa kalau tidak juara satu, setidaknya juara 2, nggak apa-apa, bahkan juara 3 juga nggak apa-apa kok!” Zora nyerocos, dia tidak tahu kenyataan yang sebenarnya, dia sendiri yang sangat yakin jika Agni-lah yang juara 1.
“Tidak juga ma,” Agni melihat sayu pada Zora.
“Maksudnya?” Zora memandang heran pada Agni, dia tidak percaya denga napa yang didengarkannya barusan. Belum pernah sejarahnya Agni dikalahkan anak-anak lain, dia selalu juara di setiap lomba atau olimpiade yang diikutinya.
“Agni tidak juara, bu!” Pak Regar keluar dari mobil menjawab pertanyaan Zora.
“Oh…” dia menatap Agni yang masih menunduk.
“Nggak apa-apa, nak. Setiap pertandingan pasti ada yang menang dan ada yang kalah, nggak usah sedih.” Zora mengusap kepala Zora yang masih menunduk.
Agni mengangkat wajahanya. Kini dia tersenyum pada Zora, senyum yang dipaksakan.
“Yuk, pulang sama mama!” Zora mengajak Agni. “Kami langsung ke rumah ya, pak! Terima kasih sudah menemani Agni, Pak!” Zora pamit pada Pak Regar.
Pak Regar melempar senyumnya pada Zora dan Agni.
“Permisi, Pak,” suara Agni lirih.
“Ya, silakan,” Pak regar melempar senyumnya pada Agni, berharap Agni bisa tenang karena tidak mendapatkan juara.
Agni dan Zora meninggalkan mobil Pak Regar dan pergi menuju mobil mereka, ada Jono di sana menunggu mereka.
“Maafkan mama karena datang telat,” Zora melihat ke arah Zora.
“Nggak apa-apa, ma!” Zora memasang senyum yang dipaksakan di wajahnya.
Agni sedikit senang karena akhirnya Zora datang, dia kini menyesal tidak menjawab dengan baik soal-soal olimpiade tadi. Kalau tidak dia sudah pasti juara dan kebahagiaanlah yang dirasakan, berlipat-lipat, sebagai juara dan yang terpenting adalah mamanya, ada di sana, walaupun datang terlambat.
Jono tahu jika Agni tidak mendapat juara, dia tidak mau menyapa Agni bahkan sekadar basa-basi menanyakan apakah dia juara atau tidak. Dia lebih memilih diam daripada menambah kesedihan Agni.
Saat di perjalanan, ada panggilan masuk ke ponsel Agni. Dari Elisa.
“Halo!” Agni menyapa Elisa lewat ponselnya.
“Gimana? Juara kan?” Elisa bertanya dengan sangat antusias, dia juga yakin jika sahabatnya itu pasti juara.
“Tidak,” jawab Agni pelan.
“Kok bisa? Pasti jurinya salah tuh!” Elisa protes pada apa yang tidak perlu diprotes, dia tidak tahu apa yang sebenarnya yang terjadi.
“Nggak ah, sembarangan lu!” Agni tidak mendukung pernyataan semborono dari Elisa.
“Nggak percaya, pasti jurinya salah hitung, gw yakin banget!” Elsia masih ngotot.
“Ntar aku ceritakan semua sama lu! Untuk sekarang slow down dulu, nggak usah nuduh jurinya macem-macem, tarik nafas dan terimalah kelemahan sahabatmu ini.” Agni panjang lebar.
“Alah….!”
Agni memetikan panggilan. Dia tidak mau jika temannya itu nyerocos pada hal-hal yang dia tidak ketahui.
“Kok dimatikan?” Pesan Elisa masuk.
“Gw sedang dengan mama sekrang, lagi menuju rumah, ntar kita ngobrol lagi!” Agni membalas pesan Elisa.
“Agni, kalau ada yang mau diceritakan sama mama, bisa cerita sekarang!” Zora curiga pada Agni, pasti ada sesuatu yang sedang disembunyikan Agni darinya. Dia tidak pernah memutus percakapan seperti itu. Jika dia melakukan itu, kemungkinan besar ada hal-hal yang tidak bisa dia dengarkan dari Agni, ada rahasia Agni dan Elisa.
‘Tidak ada, ma!” Agni masih asyik mengetik pesan untuk membalas pesan-pesan dari beberapa temannya yang kebetulan bertanya tentang hasil olimpiade kali itu.
“Hmm, kenapa main matikan percakapan tadi?” Zora mulai menyerang.
“Ya, karena memang tidak ada yang perlu dibahas dengannya, males meladeni orang yang su’uzhan,” jawab Agni pada Elisa.
“Trus sambung ke chatting?” Zora mulai mengintimidasi.
Zora merasa diintimidasi, dia kesal dengan Zora yang menurutnya sudah kelewatan batas.
“Ada yang chat, masa nggak dibalas?” Agni masih membela dirinya.
“Ok, terserah, mama sudah tidak bisa nanya lagi pada Agni…” Zora mulai meredakan suaranya.
“Ma, bedalah, nggak semua juga kan perlu aku ungkapkan ke mama? Atau aku harus?” Agni menantang Zora.
“Benar, maka mama diam dari sekarang!” Zora menatap jauh ke ujung jalah beraspal yang mereka lalui.
Jono masih diam di tempatnya, menyetir agar mereka sampai di tujuan dengan selamat.
Bersambung. Vote ya kaks!❤
Jangan lupa tekan favorite, agar dapat notif kalau novelnya sedang up! 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Rianty Aksan
Agni gak punya Prinsip dan Labil
2021-05-16
1
Rossifumi Arga
salah orang tuanya mrk sibuk sendiri2 sama dunianya sampe lupa anak
2021-03-20
1
Tami
Loh kok gitu sih si Agni ini, ini pasti bentuk protesnya pada mamanya sendiri😡😡😡😡
2021-03-18
1