Victor memang tidak Victor. Kalau tiba malam, Victor akan memaksa Agni melakukan apa yang tidak disukainya karena perutnya yang semakin membuncit.
“Malam ini, kau tidur di luar dulu!” Victor lagi-lagi tanpa sebab marah pada Agni.
Agni tahu sebenarnya dia marah kali ini karena sudah beberapa hari dia tidak meng-iyakan permintaan Victor untuk melayaninya di ranjang. Agni tidak mau janin yang ada di dalam perutnya mendapat efek buruk dari perlakuan Victor padanya.
“Kenapa? Bukankah aku istrimu, mas?” Agni memberanikan diri berdebat dengan Victor, sengaja dia memegang perutnya agar Victor sadar bahwa dia tengah hamil, hamil anak Victor.
“Jangan mengajariku!” Victor meletakkan jari telunjuknya tepat di wajah Agni yang pura-pura berani.
“Aku mau tahu, kenapa aku harus pindah dari kamar ini?” Agni ngotot.
“Ini bukan kamarmu, ini kamarku kamu numpang saja di sini, ingat itu! Jangan kau kira jika sudah menjadi istriku, kau akan otomatis memiliki semua hartaku juga, jangan mimpi, Agni!” Suara Victor dingin, sangat tidak berperasaan.
“Saya tidak bilang kalau kamar ini milikku, tapi aku istrimu, aku tahu apa tujuanmu mengusirku dari kamar ini!”
“Kalau sudah tahu, kenapa ngotot?” Victor sungguh tidak berperasaan.
“Teganya kau, mas!” Agni mulai menangis.
“Jangan menangis di hadapanku! Ok, kalau kau tidak mau pindah, kau bisa menonton kami melakukannya di sini, terserah!” Victor benar-benar tidak peduli, dia keluar dari kamar dan meninggalkan Agni di sana sendiri, terisak. Dia tidak suka melihat perempuan menangis.
Victor tampak berbisik dengan seorang perempuan paruh baya yang bekerja di rumah besar itu. Perempuan itu hanya bisa mengangguk tanpa memandang wajah Victor.
Perempuan itu masuk ke kamar di mana Agni sedang terisak.
Saat Agni mendengar langkah perempuan itu masuk dan mendekat padanya, Agni menghapus air matanya dan menatap perempuan itu dengan senyuman yang dibuat setegar mungkin. Agni tidak mau perempuan itu melihatnya menangis, dia tidak mau ada orang lain yang melihat rumah tangganya tidak harmonis, dia tidak mau tampak cengeng di hadapan orang lain selain Victor. Dan dia baru sadar satu hal, Victor akan lemah jika dia menangis, jika melihat perempuan menangis.
“Benar, Victor tidak suka ada perempuan menangis di hadapannya, dia tidak akan tahan dengan itu!”
“Dari mana mbo tau jika aku sedang memikirkannya?” Agni heran karena perempuan yang ada di hadapannya itu tahu apa yang sedang di pikirannya.
“Mbo hanya menebak saja! Tidak apa-apa, Victor tidak setega itu kok dengan perempuan!” Perempuan itu memegang tangan Agni.
“Eh, iya, Mbo!” Agni tergagap, dia takut memikirkan macam-macam hal di hadapan perempuan itu, dia takut jika perempuan ini tahu apa yang sedang dipikirkannya.
“Jangan takut, aku tidak seberbahaya itu, hehehe!”
“Tapi, mbo membuatku benar-benar takut sekarang!” Agni senyum, senyum yang dipaksakan, ada takut di dalam hatinya.
“Kau, tidak bisa menyembunyikan perasaanmu, bukan karena aku memiliki ilmu apa-apa yang bisa mencelakai orang lain, mbo hanya bisa membaca dari ekspresi orang lain, dan mengira-ngira apa yang ada di dalam hatinya,” dipegangnnya lebih lembut tangan Agni yang mulus.
“Oh, iyakah?”
“Iya, jadi jangan pernah takut! Mbo senang, akhirnya Victor mau menikah denganmu, aku sebenarnya penasaran, kenapa ada perempuan yang mau menikah dengannya, prediksiku, jikapun ada perempuan yang mau menikah dengannya, perempuan itu pasti bukan perempuan sembarangan, dia pasti perempuan yang tegar yang bisa membela dirinya sendiri, yang mandiri!” diayunya kini bahu Agni.
“Jadi jangan pernah tunjukkan rasa takutmu pada Victor, semua akan baik-baik saja!”
“Iya, mbo, saya usahakan!” Agni mengangguk, dia berusaha menatap mata perempuan yang tidak berjarak itu, dengan perasaan was-was.
“Kau masih menunjukkan ketakutanmu padaku, bolehkah tidak usah takut padaku?” Perempuan itu menyun, bibirnya maju ke depan, seperti anak kecil yang sedang ngambek tidak diberikan permen karet oleh mamanya.
Agni heran dengan perubahan tingkah perempuan paruh baya itu. Hatinya tergelitik, geli. Dia senyum-senyum sendiri, kali ini tidak dibuat-buat, benar-benar senyum.
“Nah, gitu dong, hehehe. Sekarang, mandilah, mbo akan ajak kamu berkeliling rumah, agar kamu tahu apa-apa saja yang ada di dalam rumah ini, favoritku ada di belakang, kolam renang, aku sering melihat Victor berenang di sana, seksi, hihihi!” Perempuan itu terkekeh.
“Mboooo!” Agni sontak memukul gemas paha perempuan itu, sepertinya mereka cepat akrab. “Dia suamku ya, mulai sekarang, mbo nggak bisa ngintip suamiku mandi lagi, dia milikku seorang!” Agni dengan percaya diri yang tinggi, dia benar-benar tidak mau ada perempuan lain yang menggoda Victor sekarang.
“Oh, nonono, kau benar-benar jatuh cinta dengan Victor sekarang!” digondanya Agni.
“Kalau nggak cinta, mana mungkin aku mau dihamili olehnya!” Agni mengiyakan perkataan perempuan itu.
“Oh, kau sudah hamil? Waaah, selamat, baru saja pulang dari Bali, sudah hamil aja!” Lagi-lagi perempuan setengah baya itu menggoda Agni.
“Mbo, zaman sekarang itu…” Agni berhenti, dia melihat wajah serius perempuan itu. “Ngomong-ngomong, dari tadi kita belum berkenalan, mbo namanya siapa?” Agni mengulurkan tangannya pada perempuan itu.
“Panggil saja Mbo Ratih!”
“Aku…”
“Agni, aku tahulah, tidak mungkin aku tidak tahu istri dari pemilik rumah ini, kelewatan itu namanya!” Mbo Ratih tersenyum pada Agni. Dia tampaknya senang saat Agni sudah mulai rileks di rumah itu.
“Zaman sekarang itu, apa tadi?” Mbo Ratih penasaran.
“Nggak jadi!” Agni tidak mau melanjutkan kalimatnya yang tanggung tadi. Dia melihat wajah Mbo Ratih yang penasaran dan mulai kesal karena dia tidak menyelesaikan kalimatnya tadi.
“Apaan?” Mbo Ratih memaksa Agni berbicara lebih jauh.
“Nggak mau!” Agni bertahan untuk tidak melanjutkan kalimatnya tadi, diam au tahu jika Mbo Ratih benar-benar sakti atau tidak, kalau dia bisa menebak kalimat utuh darinya, dia akan mengakui Mbo Ratih sebagai orang pintar pertama yang ditemuinya di dunia ini.
“Ayo dong, jangan berusaha menguji kekuatanku!” Mbo Ratih memaksa Agni.
“Nah, mbo bisa tahu kalau aku sendang menguji, mbo pasti tahu apa yang ada di pikiranku tadi!” Agni memiringkan wajahnya, namun matanya masih melekat pada mata Mbo Ratih.
“Ah sudahlah kalau begitu, kau tidak akan mengataknnya padaku! Aku tahu itu!” Mbo Ratih menyerah.
“Zaman sekarang, masih percaya sihir, hahahaha!”
“Bukan, pasti bukan itu tadi maksudmu kan?” Mbo Ratih menggelitiki Agni agar dia mau mengatakan yang sesungguhya.
“Itu kok!” Agni bersikeras.
“Udah ah, mandi sana, sebentar lagi mbo datang ke sini, atau Agni bisa temui mbo di dapur!” Mbo Ratih berdiri dan hendak meninggalkan Agni sendirian di kamar itu.
Agni menahan tangan Mbo Ratih. “Terima kasih ya, mbo!” Agni tersenyum pada Mbo Ratih yang telah membuatnya lebih ceria hari itu.
“Sama-sama,” Mbo Ratih tersenyum, membalas senyum Agni yang tulus itu.
“Ok, aku keluar dulu, kamu mandi, yang bersih!” Mbo Ratih mengingatkan Agni seperti mengingatkan anak yang baru tahu mandi sendiri.
“Iya, mbo!” Agni berdiri, beranjak ke kamar mandi sementara Mbo Ratih pergi meninggalkan kamar dan menutupnya dari luar kamar.
Like, komen, vote, kasih hadiah seikhlasnya.
Baca juga: Zora's Scandal, lihat di profil saya ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Ken Ai
semangat up nya thor
2021-04-06
1
Rossifumi Arga
makin lama mkin tau nih knp agni jd wanita mlm,mgkin demi anak nya x 😁😁😁
2021-04-06
1