Setelah menarik nafas panjang dia mulai ceritanya.
“Dulu, aku adalah anak yang ditunggu-tunggu oleh kedua orang tuaku. Aku sangat disayangi oleh papa, apapun yang kuminta, sampai sekarang juga, pasti diberikan. Kakek dan nenekku juga sangat menyayangiku walau entah kenapa aku tidak pernah menyukai mereka. Aku sadar bahwa cinta mereka yang sangat besar padauk itu tulus, aku menyesal sekarang karena tidak bisa mengungkapkan lagi betapa aku bersyukur memiliki mereka.”
Agni untuk beberapa saat terdiam. Elisa melihatnya, menunggu Agni berbicara, tampaknya dia masih belum selesai dengan ceritanya.
“Agni,” Elisa memegang tangan Agni.
Agni tersenyum padanya, ditariknya nafasnya kembali dan mulai berbicara lagi.
“Semoga mereka ada di sisi kanan sang Khalik. Amin,” ditariknya kembali nafasnya sebelum melanjutkan ceritanya.
“Entah mengapa, setelah kakek dan nenek pergi, papa tidak lagi punya waktu untukku, kalau dia pulang ke Jakarta, dia tidak pernah meluangkan waktunya padaku, tidak seperti aku masih kanak-kanak, selalu dibawa dan disuruh memutuskan tempat-tempat yang akan kami kunjungi. Mama juga tidak lagi punya waktu untukku, tampaknya dia sudah asyik dengan teman-temannya, dengan kegiatan-kegiatan amalnya. Dulu mama punya waktu yang melimpah padaku. Sejak dia memilih untuk aktif kembali dengan Club-nya, dia tidak lagi pernah memperhatikanku, entah apa yang salah denganku sehingga mereka seolah menjauh dariku. Memang semua kebutuhanka dicukupi, aku tidak pernah kekurangan suatu apapun, namun sepertinya mereka lupa jika aku juga butuh kasih sayang dari mereka, harta benda tidaklah cukup membahagiakanku.” Agni menarik nafas kembali, dia melihat kepada Elisa dan teman-teman yang lain yang serius mendengarkan ceritanya.
Elisa tersenyum, tangan Agni semakin erat digenggamnya.
“Untung aku punya sahabat yang baik, aku tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk berterima kasih padanya, atas semua kekonyolan yang telah kami lakukan belakangan ini. Tidak ada yang benar-benar baik yang kami lakukan kecuali apa yang terjadi hari ini. Kami memang bolos hari ini, namun aku jadi lebih mampu bersyukur karena ternyata, apa yang kurasakan tidak sesakit yang anak-anak lain rasakan. Aku…” Agni mulai mengelurakan air matanya.
Elisa merasa bersalah karena telah memaksanya bercerita. Namun dia tahu setelah ini, perasaannya akan lega, maka dia tidak berusaha menghentikan Agni bercerita, dia biarkan Agni mengeluarkan semua unek-unek yang ada di kepalanya.
“Bagaimanapun aku harus bersyukur karena nasibku tidak terlalu buruk dibanding denga napa yang anak-anak lain rasakan. Aku bertemu dengan anak-anak yang bahkan tidak mengenal orang tua mereka. Banyak alasan mengapa mereka tidak mengenal orang tua mereka, setiap orang memiliki kisahnya masing-masing, ada pula yang benar-benar tidak tahu siapa orang tuanya. Melihat wajahnya pun tidak. Maka mulai hari ini, aku berjanji, terutama pada diri sendiri bahwa aku akan selalu bersyukur denga napa yang kumiliki. Terima kasih teman-teman telah menerimaku apa adanya. Terima kasih Elisa!” Agni memandang pada Elisa yang berusaha senyum, mungkin dia sedang berusaha menenangkan hati Agni.
Elisa melepas genggamannya dan mulai bertepuk tangan dan disusul oleh teman-teman lainnya yang sedari tadi terbawa emosi karena cerita Agni.
***
“Kenapa harus cerita itu tadi?” Elisa bertanya pada Agni.
“Loh, kenapa? Tidak bisa ya?” Agni bertanya pada Elisa.
“Bisa saja, nggak apa-apa kok. Tapi biasanya lu kan nggak mau cerita perihal masalahmu kepada orang yang baru saja lu kenal!” Elisa menatap mata Agni.
“Oh, gw sudah menganggap mereka teman juga, gw juga nggka ngerti kenapa gw cerita itu ya tadi?! Udah ah nggak apa-apa, udah terlanjur juga, mau gimana lagi!?” Agni sadar kalau dia terlalu emosional tadi, apalagi setelah mengetahui hati Elisa yang begitu mulia, membantu anak-anak tadi untuk belajar. Walau dia sedikit jengkel karena tidak memberitahukan padanya perihal itu.
“Oh, ya sudah. Kemana nih kita?” Elisa bertanya pada Agni.
“Yuklah ke mana? Lu deh yang bawa gw ke mana aja, terserah, gw percayakan semuanya pada lu!” Agni terpaksa mengatakan itu karena dia tahu Elisa akan ngotot mengajaknya ke tempat yang dia mau.
“Hm, lu belum mau balik nih ke rumah? Serius?” Elisa pura-pura meyakinkan Agni.
“Belum mau pulang, gw bosan harus di kamar terus. Paling juga tidak ada orang di rumah. Aku nggak enak sama om Jono harus terus di rumah juga karena gw di rumah, gw mau dia juga berinteraksi di luar, dengan pacarnya. Tadi aku juga sudah pesankan untuk tidak menjemputku hari ini.” Agni menatap jauh ke depan, entah apa yang ditatapnya di depan sana.
“Kalau begitu kita ke suatu tempat dulu!” Elisa tiba-tiba langsung punya ide setelah tahu jika Agni tidak mau pulang dulu.
“Ke mana?” tanya Agni.
“Ada deh, ikut aja deh!” Elisa meyakinkan Agni.
“Gw udah nebak kalau pertanyaan gw balik atau nggak tadi hanya basa-basi. Dasar!” Agni menyikut Elisa.
“Hehehe,” Elisa cengengesan.
“Bawa aku ke mana pun kamu suka!” Agni tersenyum.
“Sudah seperti sedang dilanda cintah, hahahaha!” Elisa tertawa diikuti ketawa Agni yang renyah.
***
Jam di dinding café itu sudah menunjukkan pukul 8 malam, Agni dan Elisa masih baru memasuki café itu dengan penampilan yang lebih berbeda. Sebelum ke sana, Elisa mengajak Agni ke sebuah toko baju, Elisa menunjukkan bagaimana cara mencuri pakaian di sana pada Agni.
Saat itu sudah ada kelompok band yang tampil di sana. Tampak para pemain musik yang kelihatannya sudah kenal dengan Elisa, mereka memberikan tanda, seperti ingin memberitahukan pada Agni bahwa Elisa adalah orang yang dihargai di sini.
“Lu kenal dengan mereka?” Agni berbisik pada Elisa.
“Iya, kenapa?” Elisa balik bertanya.
“Nggak apa-apa,” Agni menggeleng-gelengkan kepala. Di dalam pikirannya dia memuji Elisa yang mempunyai banyak teman, hidupnya sepertinya sangat bahagia dan merdeka dari semua urusan yang menguras waktu dan tenaga.
“Hmmm, kami sering …” Elisa menghentikan kalimatnya karena ada pelayan yang menyodorkan mereka minuman.
“Gw tahu, kalian sering bertemu di sini, yak an?” Agni menebak-nebak.
“Iya, bener!” Elisa mengiyakan perkataan Agni.
“Apa lagi yang belum gw ketahui tentang dirimu?”
“Hahaha, lucu banget sih, gw tidak harus katakan semuanya pada lu kan?” Elisa mengangkat gelasnya dan menyuruh Agni meneguknya.
“Cheers!” Elisa berkata saat Agni juga kini sudah memegang gelasnya.
Agni tidak tahu apa yang sedang diminumnya, rasanya tidak bisa dideskripsikan dengan mudah olehnya.
“Cheers,” Agni mengatakan sesuatu yang sama pada Elisa. Kemudian keduanya meminum minuma itu dengan sekali teguk.
“Enak kan?” Elisa bertanya pada Agni yang masih bingung dengan rasa yang menempel di lidanya sendiri.
“Hmmm, enak sih tapi…”
“Tapi apa? Nggak usah ragu-ragu loh, ungkapkan semua yang harus lu ungkapkan.”
Agni tidak berniat menjawab Elisa, dia kembali meminum gelas yang tadi sudah kosong dan sudah diisi kembali.
“Tidak, tidak ada tapi!” Agni tidak ingin melanjutkan apa yang akan dikatakannya barusan.
“Tapi memabukkan ya? Hehehe,” Elisa tertawa, dia tahu jika Agni sudah mulai pusing karena minuman itu.
“Iya, hahaha!” Agni ngakak, di dalam hatinya dia bersedih namun yang keluar adalah tawa.
Jangan lupatinggalkan jejak dulu ya❤😉
Jangan lupa tekan favorite, agar dapat notif kalau novelnya sedang up! 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Lenni Yulianti
kirain anak baik berjiwa mulia ternyata suka mabuk"an
2021-09-04
1
^°DandeliOn
SANARA Mampir bawa boom like ,comen & rate
ditunggu feedbacnya kak.
semoga bisa sling mendukung.😃🤗🤗
maksih
2021-04-19
0
satu2tiga
Udah mulai mabuk ya kan😃
2021-03-16
1