Agni senang saat Zora datang ke lokasi olimpiade walau sudah terlambat, setidaknya sudah berusaha datang, dia menghibur diri sendiri.
Setelah sekian menit mereka saling berdiam diri di dalam mobil suara Zora memecahkan keheningan lokal itu, soalnya di Jarata sedang ramai-ramainya, “Kita makan dulu ya!” Zora melihat ke arah Agni.
“Iya, ma!” Agni setuju, dia tersenyum.
Melihat perubahan ekspresi Agni, Jono jadi ikut senang, mood-nya akhirnya kembali lagi, tidak setegang tadi. Karena Agni melihat ke arah mata Jono yang sedang menyetir dan menyempatkan mengintip Agni dari cermin kecil di depannya, dia juga tersenyum pada Jono.
Mereka sampai di satu restoran yang lumayan mewah.
“Ma, nggak usah makan di sini ah!” Agni protes dengan restoran pilihan Zora.
“Loh, kenapa?” Zora heran, Agni tidak pernah pilih-pilih soal tempat.
“Nggak apa-apa, nggak suka aja!” Agni tidak memberikan alasan yang masuk akal. Dia hanya menggunakan perasaannya saja.
Mereka sudah sampai di parkiran, Jono diam menyaksikan perdebatan dua orang yang sama-sama dicintainya itu.
“Kok nggak suka? Makanan di sini enak-enak loh, kamu harus cobain!” Zora membujuk Agni agar mau makan di sana.
“Pasti mahal juga, kan?” Agni menyipitkan matanya.
“Ya, relatif!” Zora menjawab, dia heran pada Agni yang tiba-tiba keberatan makan di tempat-tempat fancy seperti restoran ini.
“Kalau begitu, kita nggak usah makan di sini deh, ma!” Agni sedikit merengek.
“Kok gitu sih? Tadi nggak ngomong kalau kamu nggak suka makan di sini, sudah sampai begini juga!” Zora sedikit memaksa.
“Ya udah, mama dan om Jono saja yang makan, Agni masih kenyang, tadi makan nasi kotak di sana!” Maksud Agni di lokasi olimpiade.
“Nggak bisa dong!” Zora protes.
“Ya udah, nggak usah makan di sini!” Agni ngotot.
“Ok, kita pindah, maunya makan di mana?” Zora mengalah.
“Di warung padang aja, dekat rumah!” Agni senang saat Zora akhirnya mengalah padanya.
Jono memutar mobil menuju rumah makan padang yang dimaksud Agni. Dia tersenyum dengan pilihan Agni, di luar dugaannya.
“Atau, gimana kalau kita makan di rumah saja, Agni yang masak!” Saat mereka sudah mau sampai di rumah padang itu Agni mengusulkan hal di luar dugaan Jono dan Zora.
“Apa-apaan sih? Mama sudah lapar, nggak bisa nunggu lagi!” Zora protes.
“Oh, mama nggak bisa nahan lapar ya?” Agni kesal dengan Zora. “Banyak orang yang lapar di luaran sana ma, heran deh, mama bisa merengek begini!” Agni keceplosan, dia tidak tahu dari mana kata-kata itu dia dapatkan.
“Agni!” Zora sedikit teriak.
“Kok teriak sih?” Agni protes.
“Kamu maunya apa sih?” Zora sudah mulai kesal dibuat Agni.
Suasana kembali tegang. Jono tidak berani tersenyum lagi.
“Ok, lain kali om Jono yang masak, kita makan di rumah, sekarang kita makan di sini dulu ya!” Jono akhrinya memecah keheningan yang berlangsung beberapa detik, dia tidak mau merasakan perasaan canggung itu berlama-lama lagi.
“Ya sudah,” suara Agni sedikit merendah.
Zora langsung membuka pintu mobil dan keluar menuju rumah makan padang tanpa menunggu yang lain.
Jono mematikan mesin mobil dan memberikan kode pada Agni untuk ikut masuk ke dapam.
Agni mengikuti Jono memasuki rumah makan padang. Dia sedikit menyesal pada diri sendiri yang tidak mengontrol perkataan yang bisa menyinggung ibunya, namun di sisi lain, dia juga merasa lega, dia akhirnya bisa menyampaikan saran-sarannya dan berhasil, walau dia tidak jadi memasak di rumah untuk mereka bertiga hari itu.
***
Makanan sudah dihidang, mereka mulai makan, Zora kelihatan lapa juga. Dia sudah sangat lapar.
“Enak kan makan di sini!” Agni menggoda Zora, mamanya.
Zora tidak peduli, dia menikmati makan siangnya dengan begitu lahapnya, dia tidak peduli lagi dengan dua manusia yang kini tersenyum melihat tingkah Zora yang seperti anak-anak, ngambek.
“Makan sih, senyum-senyum aja!” Zora akhirnya terganggu dengan senyum Jono dan Agni.
Jono dan Agni akhirnya makan, memang dia tidak terlalu lapar, tapi dia ingin merasakan makan bersama dengan Zora, sudah lama mereka tidak makan bersama seperti ini. Walau Aditya, papanya tidak ada di sana, sudah ada Jono di sampingnya, sebagai pengganti papanya. Agni senang dan sangat merindukan saat-saat seperti ini.
“Andaikan Jono adalah papaku, sepertinya keluarga kami akan sempurna adanya!” Agni berbgumam di dalam hatinya, dipandanginya wajah Jono dan Zora bergantian, mereka, entah mengapa, wajahnya tampak mirip di mata Agni.
“Makan, bengong aja!” Zora mengingatkan Agni.
“Iya, ma!” Agni kembali sadar, dia melahap makanan yang ada di piringnya.
***
“Kenapa tadi ngomong seperti itu sama mama?” Jono bertanya pada Agni, mereka sedang duduk di halaman belakang, Jono sedang membersihkan kolam, sedangkan Agni sedang membaca novel kesukaannya.
“Ngomong seperti apa, om?” Agni menghentikan keseriusannya membaca.
“Di luar sana ada banyak yang tidak makan?” Jono mengingatkan Agni.
“Oh, itu, nggak apa-apa, om!” Agni tidak mau cerita dengan Jono.
“Nggak usah menutupi apapun dari, om, nggak akan bocor ke mama kok, janji!” Jono meyakinkan Agni.
“Nggak ada yang perlu ditutupi sih, om! Agni hanya ingin tidak menghambur-hamburkan uang dengan makan di tempat yang mahal seperti tadi, sementara ada banyak anak-anak yang kurang beruntung di luar sana, harus mengais rezeki, pagi, siang dan malam hanya untuk mengisi perut mereka. Bahkan untuk sekolah pun mereka tidak punya waktu!” Agni mengingat anak-anak yang ada di gang gelap itu.
“Oh, begitu, kenapa bisa-tiba kepikiran mereka?” Jono masih belum mendapat jawaban pasti, masih ada yang disembunyikan Agni darinya.
“Mmm, beberapa kali aku bolos sekolah untuk mengajari anak-anak di gang gelap!” Agni menghela nafas setelah mengatakan itu.
“Maka, aku tadi mau bilang ke mama, lebih baik uangnya dipakai untuk beli buku dan peralatan belajar mereka di sana, tapi aku tidak tahu harus ngomong seperti apa, aku takut mama marah kalau aku bolos dari sekolah!” Agni memandang mata Jono yang kini berdiri di pinggir kolam menatap mata tulus Agni.
“Mmm, kamu kan nggak perlu kasih tahu kalau kamu pernah bolos!” Jono naik ke atas, dari kolam.
“Om bantu ngomong ke mama ya!” Agni memegang tangan Jono.
“Aku usahakan!” Jono tersenyum, dia bangga karena Agni kini mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Padahal dia bisa memilih untuk tidak perduli dengan anak-anak yang kurang beruntung itu, tetapi dia memilih untuk perduli. Dia bangga pada Agni.
***
Malam itu Agni keluar dari kamar, setelah mengerjakan PR, dia haus dan berniat ingin mengisi botol minumnya di dapur.
Dia melihat lampu belakang, di kolam sudah mati, tetapi sepertinya masih ada dua orang yang masih bercakap-cakap di sana.
Agni melangkah pelan, saat itu sudah pukul 11.11 tengah malam. Dia heran karena masih ada suara yang terdengar dari kolam renang. Dia mengintip dari dalam dan melihat Zora dan Jono sedang bercakap-cakap, sangat dekat duduk mereka.
Agni yakin jika Jono sedang menyampaikan apa yang dia minta siang itu pada Jono. “Pasti tentang anak-anak di gang gelap” batin Agni, dia masih terus mengamati mereka berdua dan berusaha mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan, suara itu terlalu kecil untuk didengarkan.
Mata Agni menangkap sesuatu yang aneh. Tangan Jono memegang tangan Zora, di bawah meja. Agni mengucek matanya.
“Papakah itu?” Agni bertanya pada dirinya sendiri.
Dia semkin memperhatikan, dia tidak yakin denga napa yang dilihatnya. Dia yakin bahwa laki-laki itu adalah Jono, badannya terlalu besar kalau itu adalah papanya.
Jangan lupa, like, komen, dan vote yang banyak ya gais 😉
Butuh leha-leha nih, ada yang mau kasih sofa? Kopi aja deh gpp, hehehe!
Jangan lupa tekan favorite, agar dapat notif kalau novelnya sedang up! 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Lenni Yulianti
Agni baru tau ya
2021-09-04
1
Tami
😆😆😆😆😆😆
2021-04-13
1