Flash back on
Agni masuk di SMA favorit di Jakarta. Banyak anak-anak yang ingin masuk ke sekolah itu, terutama orang tua mereka, sekolah itu memiliki reputasi yang tidak usah dipertanyakan lagi. Semua siswanya dari tahun ke tahun pasti lulus 100% dan lulusannya rata-rata kuliah di kampus-kampus ternama di Indonesia, tidak sedikit juga yang kuliah di luar negeri juga. Bisa dibayangkan kekuatan ikatan alumninya.
Agni, putri satu-satunya pasangan Zora dan Aditya menjadi siswi yang populer di sekolah itu. Bagaimana tidak, Agni selalu juara 1 di kelas dan otomatis selalu menjadi perwakilan sekolah bila ada perlombaan-perlombaan tingkat SMA.
Semua itu tentu tidak membuat Agni menjadi jumawa. Orang-orang tidak tahu kehidupannya di rumah seperti apa. Walau secara materi memang dia memiliki semua yang dibutuhkannya, tetapi sepertinya dia kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Ibunya, Zora, sibuk dengan kegiatan amalnya dan selalu keluar kota bersama supirnya Jono. Kalau Agni beruntung, Jono akan tinggal di rumah menemaninya bila Zora tidak membutuhkan Jono ada bersamanya. Sedangkan Aditya, bapaknya, jarang di rumah, dia seorang pebisnis, kalian pasti tahu sibuknya menjadi seorang pebisnis. Pada kasus Aditya, lebih beda lagi, dia harus tinggal lebih lama di Singapura mengurus bisnisnya dan hanya 1 atau 2 hari di Indonesia, akan lebih lama lagi bila dia benar-benar ada urusan dengan klien atau dengan teman-temannya. Maka waktu untuk Agni nyaris tidak ada.
Kalau Agni bertanya pada ibunya, jawabannya hanya: papa kan sibuk sayang, itu juga untuk kebaikanmu juga, untuk mencukupi semua kebutuhan kita. Selalu itu yang diulang-ulang ibunya.
Kesepian yang dimiliki Agni tidak digunakannya untuk meratapi nasibnya terlalu lama, dia menyibukkan diri dengan membaca, dia lebih senang mengurung di kamar untuk membaca. Sekarang kalian tahu, mengapa dia selalu menjadi juara 1.
Kalau dulu Om Jono masih sangat perhatian padanya, kini juga tidak terlalu, entah perasaannya saja, Jono seperti menjaga jarak padanya. Agni juga merasa canggung tiap kali Jono ada di dekatnya, seiring bertambahnya usia Agni, Jono menjadi lebih berjarak dengannya. Namun, pun demikian, Agni tahu, dia tidak pernah terlepas dari perhatian dan kasih sayang Jono. Bila Agni meminta waktu pada Jono untuk sekadar berbincang tentang pria-pria yang mulai mendekatinya, Jono selalu ada untuknya. Tapi tidak jika Agni tidak meminta, Jono akan pura-pura sibuk dengan pekerjaannya.
***
Sejak Agni berada di kelas 12, Agni semakin aktif di luar. Tadinya dia pasti langsung ke rumah bila tidak ada kegiatan lagi di sekolah. Sudah 1 bulan Agni tidak lagi mau dijemput ke sekolah oleh Jono.
“Om, nanti nggak usah jemput ya!” Agni melepas sit belt, karena kini mereka sudah dekat dengan gerbang sekolah.
“Baik, non!” Jono tersenyum. Dia bertanya-tanya di dalam hatinya mengapa Agni semakin ke sini tidak mau lagi dijemput ke sekolah.
Agni membalas senyuman Jono kemudian keluar dari mobil. Dia menunggu mobil itu bergerak meninggalkan dia, dilambaikannya tangannya pada Jono, seperti biasa, Jono mengangguk dan melukis senyum di bibirnya.
Agni membalikkan badan dan hendak masuk ke dalam sekolah saat seseorang memanggilnya dari seberang jalan.
Agni membalikkan badan lagi, dia melihat ke arah datangnya suara itu. Dia melihat sahabatnya, Elisa, melambaikan tangan padanya. Agni tersenyum dan menunggu Elisa.
“Tugas matematika sudah belum?” Elisa ngos-ngosan.
“Aduh, gw lupa, gimana dong?” Agni menepuk jidatnya.
“Ye, kok lupa sih?” Elisa menendang pelan kaki Agni.
“Lu sudah?” Agni balik bertanya.
“Kalau gw sudah, ngapain gw nanya lu!” Elisa melotot.
“Mau nyontek lagi, kebiasaan, ayo ke kelas, kita coba kerjakan!” Agni menarik lengan Elisa saat bel sekolah berbunyi, tandanya mereka harus masuk ke kelas dan guru les pertama akan segera memasuki kelas.
“Terlambat, Pak Regar pasti sudah sampai di kelas sebelum kita sampai di sana!” Elisa mengingatkan Agni.
“Terus, gimana dong?” Agni kebingungan, dia tahu kebiasaan Pak Regar jika ada siswanya yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah.
Agni panik, dia tidak pernah lupa untuk mengerjakan rumah. Dia mengutuk diri sendiri karena tidak langsung pulang ke rumah kemarin. Dia menyesal telah mengikuti ajakan Elisa dan teman-teman yang lain untuk hang out.
Saat Agni masih panik dan tidak tahu harus berbuat apa karena takut karena pekerjaan rumahnya tidak selesai, Elisa menariknya keluar pagar sekolah. Agni menarik Elisa, menolak tarikan Elisa. Dia tahu jika Elisa akan mengajaknya bolos sekolah, dia sudah tahu track record Elisa bagaimana.
Tenaga Elisa lebih kuat, dia bisa menarik Agni dengan gampangnya.
“Kau tidak mau kan dikeluarkan dari kelas dan harus mendengar Pak Regar mengajar dari dalam kelas? Malu tahu! Percuma juga masuk kelas kalau pe er mu tidak selesai, jangan ambil resiko!” seperti seorang penasihat ulung Elisa melotot ke wajah Agni yang kebingungan.
“Iya sih, tapi…,”
“Nggak ada tapi-tapi, kita bolos!”
Benarlah dugaan Agni, Elisa akan mengajak Agni bolos, dan ini merupakan sejarah besar, saat Agni pertama kali bolos dari sekolah. Seorang juara umum di sekolah bolos karena tidak mengerjakan pekerjaan rumah, matematika.
“Lu yakin?” Agni menghentikan langkahnya.
“100% yakin, lu kali yang belum yakin, kalau tidak yakin, silakan masuk kelas, gw mau lihat seorang Agni harus mengintip dari luar kelas dan mendengarkan guru mengajar di dalam!” Elisa melepaskan tangan Agni dan meletakkan kedua tangannya di pinggang kiri dan kanannya.
Agni tidak menjawab. Dia mematung. Mata elisa mulai bermain, dibesarkannya bola matanya kea rah Agni, meminta Agni segera memutuskan apa yang akan dilakukannya.
“Kita tidak mengerjakan pe er dan terlambat pula! Fix, kita bolos. Jangan cari gara-gara!” Elisa menarik tangan Agni lagi.
Agni pasrah. Dia mengikuti langakah kaki Elisa yang cepat-cepat itu, sebelum ada yang memperhatikan niat mereka.
“Kita ke mana?” Agni tergagap.
“Gak usah banyak bacot, gw nggak akan bawa lu ke neraka jahanam!” Elisa menghentikan angkot.
“Mau ke mana?” Agni bertanya saat angkot sudah berada di depan mereka.
“Ikut nggak?” Elisa melotot lagi.
Agni melangkah masuk ke dalam angkot, baru kali ini dia naik angkot. Dia bingung akan ke mana Elisa membawanya sepagi ini.
“Minggir ya bang!” Elisa teriak.
Agni dan Elisa turun di toko buku bekas.
“Lu ada uang berapa sekarang?”
“Cash?”
“Ya, cash! Nggak mungkin juga gw nanya uangmu semua, pasti nggak kehitung!”
“Ada satu juga, mau ngapain?”
“Good, kita beli buku dulu!”
“Untuk siapa?”
“Lu akan tahu, nanti, kita beli dulu, mau kan? Gw minta 200 rebu saja!”
Agni membuka tas dan mengambil uang dari dalam dompetnya. Diserahkanya dua lembar 100.000 pada Elisa.
Elisa memilih beberapa majalah anak-anak dan beberapa buku tulis dan pulpen. Kemudian dia menarik tangan Agni lagi memasuki lorong-lorong gelap, rumah kumuh di tengah gedung pencakar langit.
Jangan lupa tinggalkan jejak ya (vote boleh banget), nantikan episode selanjutnya 😉
Jangan lupa tekan favorite, agar dapat notif kalau novelnya sedang up! 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
🦈Bung𝖆ᵇᵃˢᵉ
semangat
2021-08-06
1
Dwi Nurhayati
semangat Author 💞💞💞
2021-03-12
1
zien
aku hadir disini dan memberimu like 😘❤️
mampir juga di novelku JODOHKU YANG LUAR BIASA 🙏😘
mari kita saling mendukung karya kita 👍😘❤️
2021-03-12
1