19

Orang tua gadis itu menerjang putri mereka yang sudah tak lagi bernyawa. Di peluknya tubuh anak perempuan mereka satu-satunya itu.

Dengan tatapan kosong, Bara mundur perlahan. Jauh dalam hatinya, ia meratapi kepergian gadis itu. Lagi-lagi ia merasakan kehilangan. Bahkan sebelum ia merasakan rasanya menjadi kakak untuk Putri, ia harus kehilangannya. Kali ini, seorang Bara tidak bisa memenuhi janjinya. Ia gagal menepati janjinya untuk menyelamatkan Putri.

Bara meninggalkan ruangan itu dan jatuh terduduk di kursi tunggu yang ada di depan kamar rawat itu. Semua petugas keluar dari ruangan itu dan membiarkan dokter mengurus jasad Putri.

"Pak Bara, kami mohon ijin. Kami akan menyelidiki kasusnya lebih jauh," ucap Fajar pelan-pelan.

Ia sangat paham kalau atasannya itu sedang sangat hancur. Mendengar Fajar, Bara hanya mengangguk dan menyuruhnya pergi. Fajar bersama dengan seluruh petugas yang datang, pergi meninggalkan tempat itu. Menyisakan Bara dan air matanya yang tertahan, di tengah keheningan rumah sakit pagi itu.

"Pak, kami akan membawa jenazah ke rumah duka." Dokter keluar dari ruangan dengan memberi tahu Bara bahwa jenazah Putri sudah boleh di bawa.

Bara tidak menjawab. Bahkan setelah orang tua Putri datang dan berpamitan dengannya, ia juga masih tidak bicara. Bara memang terkenal sebagai polisi yang tegas dan sangat berwibawa. Tapi di balik semuanya itu, kondisi seperti ini bisa membuatnya begitu hancur dan menjadi seperti sekarang ini.

"Putri pasti kecewa, kalau kakaknya hanya diam di sini, dan tidak melakukan apa-apa."

Tiba-tiba terdengar suara wanita dari jauh yang menegur Bara. Mendengar kata-kata itu, Bara tersentak. Untuk pertama kalinya setelah beberapa saat, ia mengangkat kepalanya.

Ternyata suara itu berasal dari perawat yang kemarin masuk ke kamarnya. Iya, itu adalah Bening.

"Apa maksud kamu?!" tanya Bara tidak terima.

"Menurut kamu apa? Memang ada gunanya kamu duduk diam dan menunduk seperti ini? Apa semua ini akan membuat Putri kembali? Apa semua ini akan membuat preman-preman itu tertangkap?" tanya Bening berusaha membangkitkan semangat Bara.

"Tahu dari mana kamu semua itu?!" bentak Bara.

"Saya ada di sana, saat kamu menggenggam tangannya. Saya tahu kamu sudah menyayanginya seperti adikmu sendiri. Saya tahu kamu hancur. Tapi kalau kamu seperti ini, apa semuanya akan selesai. Kamu tahu kalau semua ini juga adalah usaha untuk hancurkan kamu. Sekarang Putri, mungkin saja besok keluarga kamu, sahabat kamu, atau orang-orang yang tidak tahu apa-apa seperti Putri." Bening mendekati pria itu dan bicara tepat di depan wajahnya.

Bara menunduk. Ia merasa ada benarnya juga yang Bening katakan. Ia harus melakukan sesuatu. Saat itu, Bara sudah hendak berbalik badan dan pergi. Tapi tiba-tiba telepon genggamnya bergetar.

"Halo! Dimana kamu?! Ayo hadapi saya!" teriak Bara marah.

Rupanya, panggilan itu berasal dari nomor tak dikenal yang memanggilnya semalam. Nomor yang sama. Sudah pasti itu adalah pria misterius itu.

"Hahaha! Bagaimana? Anak itu sudah mati?!" ucap pria itu sambil tertawa licik.

"Kurang ajar kamu! Dimana kamu?! Kalau berani hadapi saya!" bentak Bara tidak terima.

"Hei, ingat! Kemarin kamu sudah hancur di tanganku. Jangan berani-berani kamu macam-macam. Dengar, kalau kamu mau semuanya selesai. Mudah saja, kamu datang dan minta maaf pada Bosku. Dan akan kulepaskan kamu. Tapi kalau tidak, apa yang kulakukan pada anak itu bukan apa-apa. Akan ada hal yang lebih parah dari ini."

Telepon terputus.

"Kurang ajar!" teriak Bara marah.

"Teriakan ini yang saya kenal dari seorang Pak Bara. Ayo Pak, tunggu apa lagi?! Cari orang itu, habisi dia. Pastikan Putri adalah orang terakhir yang menjadi korban orang-orang tak berperasaan itu."

Bening terus membakar amarah Bara. Ia ingin Bara bangkit dari kesedihannya dan menjadi Bara yang dulu. Meski ia juga tak pernah mengenali Bara secara pribadi, tapi pengalamannya melihat Bara di bank saat perampokan itu, membuatnya merasa yakin sekali kalau Bara adalah orang yang kuat dan mampu menghadapi masalah apapun. Dan sekarang, ketika ia melihat pria itu lemah. Hatinya ingin membuat pria itu bangkit lagi.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Bara memutar badannya dan pergi meninggalkan Bening. Bening tersenyum melihat usahanya berhasil untuk mengembalikan semangat Bara.

Bara datang ke kantornya. Dengan semangat ultra, ia meminta semua petugas untuk bekerja lebih cepat dalam mengusut kasus ini. Semua orang bingung dengan sikap Bara yang sudah seratus delapan puluh derajat berbeda dengan Bara di rumah sakit tadi.

"Fajar, saya mau kamu cari tahu pemilik nomor ini." Bara meminta Fajar untuk mencari identitas pria misterius yang menelponnya sejak kemarin.

Fajar yang masih tak habis pikir dengan sikap Bara, terkejut saat mendapatkan perintah itu. Bara juga meminta petugas lainnya untuk segera mencari orang yang kira-kira adalah pelaku seperti yang Putri ceritakan.

"Pak Bara, apa semua baik-baik saja?" tanya Fajar memberanikan diri untuk bertanya.

"Iya, semua baik-baik saja. Saya mau kasus ini diselidiki dengan cepat dan tuntas." Bara menjawab pertanyaan Fajar dengan tegas dan jelas.

"Baik Pak!" Fajar langsung menjawab perintah Bara dengan sigap.

"Kasus ini harus tuntas, atau akan ada orang lain yang jadi korban." Bara megucapkan itu hanya pada Fajar.

"Maksudnya Pak?" tanya Fajar bingung.

"Kita harus waspada. Mereka mau balas dendam pada saya. Mereka pasti orang-orang Guntur." Bara sudah mendapat jalan terang tentang siapa orang-orang kejam itu sebenarnya.

Fajar terkejut.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!