12

"Fajar, panggil petugas lain untuk membawa barang bukti ini. Motor ini sudah jelas milik Putri. Pasti ada jejak tentang ini." Bara menyuruh Fajar memanggil petugas yang bertugas membawa barang bukti, sedang ia memeriksa lebih dekat motor itu.

Beberapa menit kemudian, beberpa orang petugas datang dan membawa pergi motor itu. Bara menyuruh Fajar ikut bersama mereka. Sekarang tersisa Bara sendiri di jalanan yang sepi itu.

Tak lama kemudian, seorang pria melewati jalanan yang sepi itu dengan berjalan kaki. Bara menduga pria itu pasti orang dari daerah ini. Bara berniat untuk menanyai pria itu, siapa tahu ia mengetahui kejadian apa yang terjadi di sini dua hari yang lalu.

"Permisi, selamat malam Pak," sapa Bara mencegat pria itu.

"Oh, malam," sahut pria itu ramah.

"Saya mau tanya Pak. Apa Bapak tahu ada kecelakaan atau apa di jalan ini dua hari lalu?" tanya Bara.

Tapi ada hal aneh yang terjadi. Ketika Bara menanyakan hal itu, wajah pria tadi tiba-tiba aja berubah. Ia seperti terkejut dan ketakutan. Tatapannya aneh tapi tak ada satupun kata yang terlontar dari mulutnya. Apalagi setelah ia melihat lebih jelas kalau Bara berpakaian seragam polisi.

"Pak?"

Teguran Bara membuat lamunan pria itu buyar. Ia gelapan salah tingkah. Seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan. Dan ada tekanan yang membuatnya begitu.

"Pak? Saya tanya, apa Bapak lihat atau dengar ada kecelakaan di dekat sini dua hari yang lalu?" tanya Bara lagi.

"Hah?! Eh! Oh, nggak Mas. Maaf permisi, saya masih ada urusan. Mari!" pamit pria itu.

Ia pergi begitu saja, menyisakan tanya di benak Bara. Ada hal yang janggal di sini. Bukan Bara namanya kalau tidak mengusut tuntas keingintahuannya.

"Maaf Pak, tunggu sebentar!" seru Bara seraya berlari kecil menyusul pria itu.

Bukannya berhenti, pria itu malah berjalan semakin cepat. Bara semakin yakin kalau ada hal yang tidak beres dengan pria ini.

"Pak, tunggu Pak!" Bara akhirnya bisa menyusul dan berdiri tepat di hadapan pria itu.

Lagi-lagi pria itu salah tingkah tak jelas. Tatapan matanya berusaha menghindari mata Bara.

Bara curiga kalau pria ini adalah pelaku penculikan atau kejahatan pada Putri. Tapi saat ia melihat mata orang itu, Bara merasakan ada hal yang lain.

Rasa-rasanya pria ini adalah orang yang baik. Dari tatapan matanya, ia seperti sedang ditekan oleh orang lain. Tapi Bara harus mengetahui kebenaran yang sebenarnya.

"Bapak, saya Bara." Bara menyodorkan tangannya sambil tersenyum ramah pada pria itu.

Dengan wajah yang masih ragu-ragu, pria itu pun akhirnya membalas menjabat tangan Bara.

"Dengan Bapak atau Mas siapa?" tanya Bara menambahi.

"Saya Danu Mas. Maaf saya harus permisi. Masih ada urusan lain."

Pria bernama Danu itu masih berusaha menghindar dari Bara. Bara kembali menghentikannya.

"Begini Mas Danu. Saya bukan bermaksud memaksa atau bagaimana. Tapi saya hanya ingin tahu, apa Mas Danu mendengar kabar tentang kecelakaan di daerah ini sejak dua hari lalu? Karena saya sedang mencari adik perempuan saya. Terakhir kali dia memberi kabar kalau dia berada di daerah ini."

Bara bicara dengan nada yang sangat sedih dan khawatir. Ia tidak berpura-pura. Wajah yang ia tunjukkan saat ini bukanlah Bara, Si Polisi. Tapi ia bicara pada Danu sebagai kakak yang kehilangan adik perempuannya. Bara sudah berjanji pada orang tua Putri kalau ia akan mencari dan menyelamatkan gadis itu, seperti ia akan menyelamatkan adiknya sendiri.

"Ssa-ya tidak tahu Mas. Permisi," ucap Danu terbata.

"Mas, tolong. Saya yakin kalau Mas tahu sesuatu. Tolong bantu saya Mas. Saya tahu, Mas orang baik. Bantu saya Mas." Bara memohon pada Danu.

"Ssa-ya. Saya takut Mas." Danu tiba-tiba berkata begitu saja.

Bara sudah menduga, pasti ada sesuatu yang menekan Danu dan membuatnya takut untuk bicara.

"Mas Danu, Mas tidak perlu khawatir. Memang yang Mas takuti?" tanya Bara.

"Saya takut, orang-orang itu akan datang dan memukuli saya kalau saya beri tahu Masnya soal kejadian itu."

Kini semakin jelas, kalau Danu memang adalah saksi mata dari kejadian itu. Ia mengetahui sesuatu tentang Putri.

"Siapa mereka Mas? Mas Danu tidak perlu takut. Saya berjanji kalau tidak akan ada yang mengetahui hal ini dan saya sendiri akan menjamin keselamatan Mas Danu."

Kali ini, Bara bicara sebagai seorang polisi yang harus menjaga masyarakat. Ia berupaya memcari bukti dari saksi mata dan berjanji akan melindunginya dari serangan para pelaku.

"Mas, saya tidak yakin Mas bisa lindungi saya. Mereka itu orang-orang nekad Mas." Danu tampak sangat khawatir dan ketakutan.

"Kalau Mas Danu tidak yakin dengan saya, dan merasa tidak aman, saya punya tawaran untuk Mas Danu. Sampai kasus ini diusut tuntas dan para pelaku selesai ditindak, Mas Danu boleh tinggal di kantor saya. Bagaimana?" tanya Bara menawarkan.

"Mas yakin? Apa atasannya Mas tidak melarang?" tanya Danu ragu.

"Mas Danu tenang saja. Soal atasan saya, biar itu menjadi urusan saya. Kalau Mas Danu mau, kita berangkat sekarang. Tapi Mas Danu harus memberi tahu saya semua informasi yang Mas Danu tahu."

"Baik Mas. Saya akan ceritakan semuanya, tapi jangan disini. Saya khawatir ada orang yang mendengar dan melaporkan ini pada orang-orang jahat itu."

Danu mendesak Bara untuk segera pergi dari tempat itu. Dan Bara mengikuti permintaannya. Ia membawa Danu ke kantor dan menanyai dia tentang semua yang terjadi.

Tepat ketika mereka tiba di kantor, Bara mulai membuka pertanyaan-pertanyaan.

"Mas Danu ini warga di daerah itu?" tanya Bara sebagai permulaan.

"Iya Mas. Saya sebenarnya bukan asli situ. Tapi sudah hampir 5 tahun saya tinggal di sana."

"Mas, langsung saja ya?"

"Boleh Mas."

"Mas Danu langsung ceritakan saja semua kejadiannya dari awal. Apa yang Mas Danu lihat dan Mas Danu tahu, ceritakan saja. Saya mohon ijin rekam ya, untuk bukti di pengadilan nanti."

"Boleh Mas, silahkan."

Bara sudah menyiapkan alat perekamnya dan Danu sudah bersiap yang menceritakan semuanya.

"Jadi, setiap malam saya memang sering lewat di jalan itu, biasanya dari warung di ujung jalan. Malam itu, waktu saya mau pulang ke rumah saya, saya lihat ada motor yang berhenti di dekat lampu jalan. Saya dengar ada suara minta tolong. Suaranya perempuan. Waktu saya lari untuk bantu, ternyata ada banyak orang di sana."

"Ada sekitar 7 orang laki-laki berbadan besar di sana. 3 orang memegangi seorang remaja perempuan dan 4 lainnya berlari menghadang saya. Saya sempat melawan, tapi jelas saya kalah jumlah dan kalah badan. Saya diancam untuk tutup mulut dan tidak melapor ke polisi. Karena waktu itu saya sudah babak belur dan saya takut setengah mati, saya iyakan ancaman itu. Saya tidak melapor ke polisi."

Danu menceritakan semua yang dia lihat. Bara masih merekam semuanya.

"Lalu apa Mas Danu tahu, apa yang mereka lakukan pada gadis itu? Atau kemana mereka membawanya pergi? Siapa mereka?" tanya Bara.

"Saya tidak tahu apa yang sebenarnya mereka lakukan pada gadis itu. Tapi saya khawatir kalau mereka melecehkannya. Saya tidak tahu mereka membawanya kemana. Tapi yang pasti, mereka merusak motor itu sebelum pergi. Seharusnya sidik jarinya masih ada di sana."

"Kalau wajah orangnya atau plat nomor kendaraan yang dibawa?" tanya Bara mencoba hal lain yang bisa dicari.

"Saya sempat melihat wajahnya. Saya ingat sekali. Mas Bara boleh panggil tukang gambar dan saya akan coba sebutkan ciri-ciri wajahnya. Kendaraan yang saya lihat waktu itu adalah mobil Inova hitam dan satu lagi itu Avanza, warnanya hitam juga. Saya tidak ingat nomornya. Tapi sempat saya dengar samar-samar, orang yang saya lihat wajahnya itu bernama Bima."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!