"Jadi, mereka itu anak buahnya Guntur Pak?" tanya Fajar masih tidak percaya.
"Saya duga begitu. Itu sebabnya, saya mau semua diusut tuntas dengan cepat. Kalau saya punya bukti, saya bisa menangkap orang itu. Saya tidak mau ada orang lain yang menjadi korban." Bara menegaskan lagi apa yang sebenarnya hendak ia lakukan.
"Baik kalau begitu Pak, saya akan usahakan semua berjalan dengan cepat." Fajar menanggapi ucapan Bara dan akhirnya mengerti apa yang sebenarnya Bara coba lakukan.
"Oh iya, Fajar. Satu hal lagi. Saya mau dugaan ini tidak sampai didengar oleh yang lain. Dugaan ini hanya antara saya dan kamu. Karena kamu tahu soal ini, saya minta kamu lakukan penyelidikan secara tertutup. Kamu cari tahu tentang orang-orang yang kira-kira berhubungan dengan Guntur. Saya mau kamu sendiri yang lakukan penyelidikan ini. Jangan sampai ada orang yang tahu. Kamu sanggup?" pinta Bara.
"Baik Pak, akan saya usahakan. Kalau begitu saya permisi." Fajar pamit untuk pergi melakukan apa yang Bara minta.
"Silakan. Terima kasih banyak." Bara mempersilakan Fajar untuk pergi.
"Sama-sama Pak."
Hari itu, Bara ikut bersama anak buahnya untuk menyelidiki kasus ini. Dan seperti biasa, Bara baru akan berhenti dari pekerjaannya ketika matahari sudah terbenam. Ketika langit sudah gelap, Bara mengakhiri penyelidikannya hari itu.
Tapi, ia tidak pulang ke rumah. Ia mencari tahu keberadaan rumah Putri. Ia sampai di sana dan ternyata, jenazah Putri sudah dimakamkan sejak tadi siang. Dan sekarang sedang ada pengajian di rumah itu.
"Nak Bara," ucap Bapak Putri saat melihat Bara berdiri di depan pintu.
"Bapak," sahut Bara merasa bersalah. Ia hanya bisa menunduk. Melihat wajah sendu Bapak dan isak tangis Ibu, membuat lidahnya kelu untuk berkata-kata.
"Ayo masuk," ajak Bapak.
Bara hanya duduk di sudut ruangan selama pengajian berlangsung. Ketika orang-orang mulai meninggalkan rumah itu, barulah Bara mendekati Bapak dan Ibu.
"Bapak, Ibu, saya... Saya minta maaf." Bara tertahan. Ia tak kuasa menahan rasa bersalahnya.
"Nak Bara, kami tidak mau Nak Bara merasa bersalah. Ini sudah takdir. Kami sudah kehilangan anak pertama kami bertahun-tahun yang lalu. Dan sekarang, kami kehilangan Putri. Ini bukan salah Nak Bara. Kami sangat berterima kasih, karena setidaknya karena Nak Bara, kami masih bisa bertemu Putri sebelum kami kehilangan dia." Bapak tertunduk dengan mata berkaca-kaca.
"Saya minta maaf Pak, saya tidak bisa menepati janji saya." Bara mencium tangan Bapak itu.
"Nak Bara, kami sudah ikhlas. Kami hanya minta satu hal. Nak Bara harus menemukan orang yang sudah dengan kejam membunuh Putri. Kami ingin tahu, apa alasan manusia keji itu meakukan semua itu pada Putri," ucap Ibu.
Mendengar itu, Bara tercekat. Ia berpikir, bagaimana jika mereka tahu kalau alasan orang-orang itu melakukan semua ini adalah untuk membalas dendam padanya. Bapak dan Ibu akan kecewa dan bahkan membencinya. Padahal Bara sudah sangat menghormati Bapak dan Ibu Putri.
"Nak Bara, sekarang sudah malam. Nak Bara juga baru pulih. Lebih baik Nak Bara pulang. Kami takut terjadi sesuatu yang tidak baik kalau Nak Bara kurang istirahat." Bapak menyuruh Bara pulang. Bukan berniat mengusir, tapi karena mereka paham kalau Bara terlalu memaksakan diri sebenarnya untuk bekerja hari ini.
Meski baru saling mengenal, Bapak dan Ibu itu sudah paham tabiat Bara. Mereka sudah tahu kalau tidak ada yang bisa menghentikan Bara melakukan apa yang ia anggap harus ia lakukan. Meski keadaannya seburuk apapun, ia akan terus memaksa dirinya untuk melakukan semua itu.
"Baik Pak. Kalau begitu saya pamit pulang." Bara akhirnya menuruti permintaan Bapak.
Bara berpamitan kemudian pulang ke rumahnya. Di rumah, Ibu sudah tidur. Jadi Bara makan malam sendirian dan langsung beristirahat di kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
💞 Lily Biru 💞
like sampe akhir,,,, semangat kk
Salam dari ADEK GUE BAD
terimakasih 🌹
2021-05-25
0