3

"Nina! Sayang. Kamu kok bisa gini? Maafin Ayah ya, Ayah nggak bisa jaga kamu Nak." Lukas masuk ke dalam ruangan dimana Nina dirawat dan melihat anak itu terbaring di tempat tidur.

Ternyata kondisi bocah itu tak terlalu mengkhawatirkan. Hanya ada beberapa luka gores karena terkena aspal. Selebihnya Nina baik-baik saja.

"Ayah, Nina nggak apa-apa kok. Nih Nina cuma ada plester di sini. Tuh kan Nina nggak apa-apa." Nina, anak itu selalu bisa menenangkan ayahnya, meski usianya masih sangat muda.

"Aduh Sayang, sakit ya? Sini Ayah cium, mana yang sakit." Lukas mencium tangan Nina yang sudah diperban oleh dokter.

Lukas merasa sangat sedih saat melihat putrinya terluka. Ia tak pernah rela Nina terluka, sekecil apapun itu. Matanya selalu berkaca-kaca kalau melihat anaknya terluka. Padahal bocah itu sama sekali tak pernah mengeluh. Nina adalah bocah yang sangat kuat dan ceria.

"Permisi Pak, biar kami selesaikan dulu perawatan untuk pasien. Bapak bisa tunggu di luar sebentar." Dokter yang baru saja datang meminta Lukas untuk menunggu di luar.

Lukas melambaikan tangannya pada Nina dan melangkah keluar dari ruang itu. Nina juga membalasnya dengan senyum dan lambaian tangannya.

Di luar, Shinta masih duduk tertunduk merasa bersalah. Air matanya sudah tak tahan untuk keluar. Tapi Lukas tak peduli dengan itu, ia tetap tak terima putrinya terluka.

"Bu! Anda ini gimana?! Saya sudah titipkan anak saya, kenapa bisa jadi seperti ini?! Beruntung lukanya hanya kecil, kalau terjadi apa-apa bagaimana?!" bentak Lukas marah pada wanita itu.

"Saya minta maaf Pak. Sekali lagi saya minta maaf. Tadi di pasar, ada beberapa orang yang mengganggu kami, lalu untuk membela diri saya menampar orang itu. Tapi sepertinya mereka tidak terima. Waktu saya mau ajak Nina pulang, tiba-tiba ada motor yang menyerempet kami. Sekali lagi saya minta maaf Pak, saya tidak bermaksud melukai Nina. Saya minta maaf Pak." Shinta menangis dan meminta maaf. Ia menceritakan semua kejadian yang terjadi di pasar tadi.

Lukas hanya diam dan masih geram. Tapi ia tahu kalau ia juga tak bisa begitu saja menyalahkan guru ini. Semua ini adalah perbuatan orang-orang sialan itu.

"Selamat sore Bapak, Ibu." Tiba-tiba seorang polisi menyapa Lukas yang masih geram dan Shinta yang masih basah matanya.

"I-iya?" sahut Lukas bingung.

"Kenapa ada polisi di sini?" batinnya.

"Apa benar Bapak ini ayah dari korban kecelakaan bernama Nina?" tanya polisi itu.

"I-iya Pak." Lukas semakin bingung, apa hubungannya polisi ini dengan Nina? Kenapa mereka bertanya tentang itu? Lagipula Lukas juga tak pernah memanggil polisi setelah kecelakaan Nina.

"Baik. Bapak silahkan ikut kami ke kantor, untuk memberikan keterangan terkait laporan kasus kecelakaan yang dialami oleh anak Bapak." Polisi itu mengajak Lukas ke kantor.

"Loh Pak, tapi saya nggak buat laporan apa-apa. Saya nggak mau ada urusan sama polisi Pak." Lukas menolak untuk ikut.

"Saya yang buat laporannya Pak. Saya pikir ini akan adil untuk Nina. Dan orang-orang itu bisa ditangkap dan dihukum." Shinta menyela pembicaraan Lukas dan polisi itu.

Lukas geram. Ia menepukahinya dan menghela nafas.

"Kenapa Ibu panggil polisi?! Kenapa nggak tanya saya dulu?!" tanya Lukas, benar-benar geram.

"Saya kira, Bapak juga akan melakukannya. Jadi saya lebih dulu melaporkannya ke polisi." Shinta menjawab dengan serba salah. Lukas semakin geram. Ia merasa guru ini sok tahu dan semakin mempersulit keadaan.

"Pak Polisi, saya tidak jadi melapor. Laporannya saya tarik aja. Sudah ya, saya nggak usah ke kantor ya Pak. Anak saya lagi sakit Pak." Lukas mencoba lagi untuk menolak ajakan polisi itu ke kantor.

"Maaf Pak. Kalau mau mencabut laporan, Bapak juga harus tetap ikut bersama kami untuk tanda tangan surat penarikan laporan." Polisi itu hendak menarik tangan Lukas.

"Aishhh. Ya udah iya Pak. Tapi nggak usah di bawa-bawa gini. Saya jalan sendiri aja. Kamu Bu Guru, kamu harus ikut sama saya. Sok tahu sekali menghubungi polisi! Saya tidak pernah mau berurusan dengan polisi, tapi kamu malah buat lapor ke polisi tentang kecelakaan Nina." Lukas menarik Shinta untuk ikut dengannya ke kantor polisi bersama petugas itu.

Mereka sampai di kantor polisi. Petugas tadi meminta Lukas melengkapi semu persyaratan untuk menarik kembali laporannya. Shinta hanya diam, tapi ia sendiri bertanya-tanya kenapa Lukas tak ingin berurusan dengan polisi.

"Selamat Sore Pak!" Polisi yang tadi membawa Lukas menyapa seorang polisi atasannya.

"Selamat Sore. Ada kasus apa ini?" tanya inspektur itu.

"Bapak ini mau menarik laporannya atas kecelakaan putrinya." Polisi itu menjawab pertanyaan atasannya dengan tegas.

"Kenapa mau ditarik Pak? Kami bisa membantu kok. Putri bapak akan dapat keadilan dan pelakunya akan kami tindak Pak. Biarkan kami lakukan tugas kami Pak." Inspektur itu berusaha memberi pemahaman pada Lukas yang masih menunduk menandatangani surat pencabutan tuntutan itu.

"Saya nggak ada masalah dengan orang-orang itu Pak. Anak saya juga nggak apa-apa kok. Saya juga nggak rugi sama sekali. Jadi tuntutan ini nggak penting. Lebih baik bapak-bapak sekalian mengurus urusan yang lain kan?" Lukas menutup bolpoinnya dan mengangkat kepalanya.

Melihat wajah Lukas, Inspektur itu seperti terkejut dan mengenali wajah Lukas. Tapi sepertinya ia juga tak yakin dengan ingatan samarnya itu. Ia merasa pernah melihat Lukas tapi ia tak tahu dimana dan siapa dia.

"Maaf, tapi apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Inspektur itu dengan wajah penasaran tapi juga curiga akan sesuatu yang entahlah apa itu.

Mendengar pertanyaan itu, wajah Lukas berubah. Ia seperti ketakutan dan panik mendengar inspektur itu mengenalinya. Ia hanya diam dengan tatapan mata yang berusaha mengindar dari inspektur itu.

"Pak? Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Siapa nama anda Pak?" tanyanya itu lagi, setelah Lukas diam dan tak memberi jawab apapun padanya.

"Ehm.. Ehmm... Sepertinya nggak Pak. Bapak salah ingat mungkin. Nama saya Lukas. Lukas Damarjati." Lukas berusaha mengalihkan perhatian inspektue itu dengan alasan salah ingat.

"Bapak kan kapolres, pasti sudah banyak bertemu dengan orang. Banyak orang yang mungkin mirip sama saya Pak. Jadi mungkin Bapak salah orang," lanjutnya.

"Hmm... Bisa jadi. Tapi kenapa aku merasa yakin kalau aku pernah bertemu dengan anda Pak Lukas?" Inspektur itu bergumam tak jelas. Lukas tak begitu mendengar kata-kata itu.

"Ya sudah. Urusan saya di sini sudah selesai. Saya boleh pergi Pak?" tanya Lukas pada petugas yang tadi.

"Silahkan Pak." Petugas itu mengambil surat yang sudah Lukas tanda tangani dan mempersilahkannya pergi.

Lukas dan Shinta yang sejak tadi mengikutinya pergi dari ruangan itu. Shinta seperti menyimpan pertanyaan. Ia merasa aneh dengan sikap Lukas yang sepertinya antipati dengan polisi dan sikap salah tingkahnya saat mendengar pertanyaan dari Inspektur polisi tadi.

"Tunggu, Bara Mahardika!" seru inspektur itu.

Terpopuler

Comments

📘Reo🔥

📘Reo🔥

like

2021-06-24

2

Abu Alfin

Abu Alfin

Salam hangat dari
Cinta Asteria & Isyaroh
😅🙏🙏

2021-06-23

2

💞 Lily Biru 💞

💞 Lily Biru 💞

halo Kaka, like sudah mendarat. mari saling dukung, terimakasih 🌹

2021-04-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!