9

"Guntur. Guntur. Guntur. Pak Yunus!" seru Bara yang baru saja tiba di ruangannya.

Tepat setelah seruan itu menggema di seisi ruangan dan gemanya terdengar sampai diluar, seorang pria separuh baya tergopoh-gopoh masuk ke ruangan Bara.

"Iya Pak!" serunya siap.

Kalau kalian menebak itu Pak Yunus yang sekarang ikut bersama Lukas, tebakan kalian tepat sekali. Pria itu sudah menganggap Lukas sebagai atasan tapi juga sebagai putranya. Bahkan sampai sekarang pun, ia masih tetap bersama dengan Bara alias Lukas dan ikut dalam perjalanan barunya.

"Pak Yunus, saya mau minta tolong. Tolong beri tahu Fajar, kalau semua data tentang orang bernama Guntur. Tolong dibawa semua. Selain nama itu, tidak perlu dibawa ke saya." Bara meminta tolong pada Pak Yunus.

"Baik Pak. Permisi," ucap Pak Yunus memanggil Bara dengan sebutan Pak.

Meski usia Bara waktu itu jauh lebih muda, tapi pangkatnya yang lebih tinggi membuat Pak Yunus menyebutnya begitu sebagai atasannya. Tapi Bara juga sangat menghormati Pak Yunus. Nada bicaranya dengan Pak Yunus jauh lebih sopan dan lembut dibandingkan dengan anak buahnya yang lain.

Tak butuh waktu lama, petugas bernama Fajar yang tadi diperintahkan oleh Bara untuk mencari data kembali masuk ke ruangannya.

"Permisi Pak. Ini semua data tentang orang bernama Guntur," kata polisi muda itu.

"Hmm... Ayo kita cek bersama. Kamu coba cek orang yang rekan jejaknya kira-kira ada hubungannya dengan 15 manusia itu." Bara sibuk membuka dokumen-dokumen itu.

Bara dan anak buahnya yang bernama Fajar itu mencari orang bernama Guntur yang perampok-perampok itu maksud. Satu demi satu berkas dibuka. Banyak orang bernama Guntur, tapi pastida satu yang berhubungan dengan mereka.

"Pak, ini cukup sesuai. Guntur Pribadi. Politisi. Ada kasus penyuapan, kekerasan, dan penggelapan uang Pak. Tapi sepertinya baru laporan saja, belum ada penyelidikan." Fajar menunjukkan sebuah berkas pada Bara.

"Sudah selama itu, belum di urus?! Dua tahun saya disini kok tidak ada yang kasih tahu saya ada Si Guntur ini?!" seru Bara.

"Maaf Pak." Fajar tertunduk merasa bersalah.

Bara adalah tipe orang yang jujur dan berani. Ia tak segan memperkarakan perkara kecil sekalipun, kalau itu memang salah. Dan ini, sudah dua tahun dia memimpin kantor itu, ia tak diberi tahu apapun kalau ada kasus yang belum diusut seperti ini.

"Sudah. Sini berkasnya, biar saya sendiri yang menanyai rampok-rampok itu." Bara mengambil berkas itu dari Fajar dan berjalan cepat ke sel tahanan.

Fajar yang segan dengan atasannya itu hanya mengikuti Bara dari belakang. Langkah cepat Bara berhenti tepat di depan pintu sel 15 perampok itu.

"Hei! Ini Bos kalian atau bukan?!" tanya Bara dengan nada yang tinggi.

Sudah takut, terkejut pula perampok-perampok itu dibuatnya. Mereka hanya diam dan menatap Bara dengan tatapan takut. Mereka saling pandang.

"Hei! Saya tanya, jawab!" bentak Bara makin keras.

"Iyaa!" teriak salah satu perampok itu reflek.

Teman-temannya yang lain terkejut. Mereka sudah berusaha untuk diam dan tidak membongkar kedok orang yang menyuruh mereka. Tapi satu teman konyol mereka itu malah reflek menjawab karena terkejut.

Tanpa banyak kata dan tingkah laku lagi, Bara keluar dari tempat itu. Fajar lagi-lagi mengikutinya dari belakang. Para perampok itu kesal pada teman mereka yang bisa-bisanya membongkar kedok bos mereka.

"Pak Yunus!" seru Bara saat hendak mencapai ruangannya.

"Tolong telepon orang yang namanya Guntur Pribadi itu. Cari dia, suruh di datang kesini. Saya mau dia tanda tangan berkas kalau ia sudah dijadikan tersangka dan siap diselidiki." Bara berpesan pada Pak Yunus.

"Siap Pak!" jawab Pak Yunus tegas.

"Fajar!" seru Bara lagi.

"Siap Pak!"

"Mulai cari tahu tentang kasus-kasus itu!"

"Siap Pak!"

Bara masuk ke ruangannya. Ia membuka lagi berkas milik pria bernama Guntur Pribadi itu. Gemas rasanya kasus lama tak kunjung diselesaikan. Ditelitinya lagi semua tumpukan kertas itu dan dipelajarinya semua kronologi kasus pria itu.

"Pak Bara, orang utusan Pak Guntur datang." Pak Yunus tiba-tiba masuk ke ruangan dan melaporkan kedatangan seorang pria yang mengaku utusan Guntur.

"Ya, sini suruh masuk." Bara tampak tak acuh.

"Pak! Ada perlu apa Bapak dengan Bosku?! Sudah, mana yang mau ditandatangani. Sini biar kutandatangani. Urusan ongkos, tenang saja. Nanti setelah, pasti ada bagianmu Pak." Pria itu tiba-tiba menyelonong masuk sebelum dipersilahkan.

"Anda ini siapa?" tanya Bara tanpa melihat wajah pria itu.

"Haha! Pak, Pak. Sudah kubilang pada anak buahmu yang tua bangka ini. Aku adalah utusan Guntur. Namaku Raka. Kamu mau tahu apa lagi?! Hah?!" tanya pria bernama Raka i5u sombong sekali.

"Oh begitu. Jadi kamu kacungnya Guntur. Mana Bosmu?" tanya Bara santai saja, dan masih sibuk dengan kertas-kertas yang ia baca.

"Hei! Berani kamu bilang aku kacung?! Kupotong lidahmu nanti!" seru Raka marah.

"Sabar. Santai saja. Itu kawan-kawanmu sudah medekam di penjara. Kamu mau juga?" ledek Bara tak peduli.

"Begini saja. Aku hanya mau orang yang bernama Guntur Pribadi datang kemari. Sederhana saja. Dia tinggal datang, tanda tangan, terus pergi. Sudah. Dan aku tidak butuh agen perantara seperti Anda, Saudara Raka." Bara bangkit dari kursinya dan mendekatkan wajahnya pada pria itu.

"Kau?!" seru Raka tertahan.

"Sstt... Sudah sudah. Sekarang pergilah dari ruanganku, panggil Bosmu itu kemari. Ayo cepat. Bilang padanya, Bara Mahardika menunggu." Bara menarik kembali badannya yang tadi sempat menyinding untuk menegaskan ucapannya pada Raka.

"Kamu tidak tahu dengan siapa kamu berurusan Bara Mahardika. Kamu akan lihat akibatnya nanti." Raka menunjuk-nunjuk Bara tepat di depan wajahnya.

Bara hanya tersenyum sinis. Tatapannya menantang dan seakan mengatakan, 'Apa yang bisa kamu lakukan padaku?' Raka pergi dengan marah dan membanting pintu ruangan Bara.

"Astagaa," ucap Pak Yunus yang dari tadi berdiri di dekat pintu. Hanya menggelangkan kepala dan mengelus dada yang bisa ia lakukan melihat sikap Raka.

"Sudah Pak, biarkan saja. Pak Yunus, saya ada urusan di luar sebentar. Saya pergi dulu. Nanti kalau Si Guntur Guntur itu datang, telepon saya." Bara berpesan pada Pak Yunus.

"Siap Pak!" jawab Pak Yunus tegas.

"Hati-hati Pak," nadanya seketika berubah menjadi lembut kembali.

"Terima kasih Pak," sahut Bara lembut.

"Fajar! Fajar!" seru Bara mencari tangan kanannya itu.

"Siap Pak!" jawab Fajar yang dengan sigap berdiri di hadapan Bara.

"Saya mau keluar sebentar. Siapkan semua berkas untuk ditandatangani oleh Guntur. Kalau dia datang lebih dulu, telepon saya." Lagi-lagi Bara berpesan untuk memberi tahunya saat Guntur datang.

"Siap! Baik Pak!"

Fajar mengantar Bara keluar. Mobil Bara melaju meninggalkan gerbang kantor polisi.

Tak sampai 15 menit kemudian,

"Hei! Mana yang namanya Bara?! Keluar kamu Bara! Kurang ajar kamu!"

Seorang pria berusia 50-60 tahunan berteriak-teriak mencari Bara. Membuat terkejut seisi kantor polisi itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!