Suluh

Suluh

1 [Prolog]

Kresekk kresekkk

Langkah kecil seorang anak terdengar sibuk sekali di dapur. Entah apa yang dia lakukan di sana, tapi lalu anak itu keluar dari dapur rumahnya yang sempit dan tak karuan itu dengan membawa baki berisi secangkir teh dan dua buah roti isi.

Kaki kecilnya melangkah ke satu-satunya kamar yang ada di rumah kontrakan kecil itu. Seorang pria dewasa tampak tertidur pulas dengan posisi tengkurap. Tangannya menggantung di samping tempat tidur.

Anak itu meletakkan baki itu di meja yang ada di samping tempat tidur. Ia melangkah kecil, mengendap-endap ketika melewati pria itu lalu menuju ke kakinya.

Klitik klitik klitik

Gadis kecil itu menggelitik telapak kaki pria yang sedang tidur itu. Pria itu sontak terbangun dan langsung menangkap anak itu.

"Kamu! Berani gangguin Ayah? Sini kamu, sini nggak. Hahaha. Sini, gantian Ayah sekarang." Pria yang ternyata ayah dari anak itu memeluk dan menggelitik pinggang anaknya.

"Hahaha.... Yah, lepasin! Geli! Ayah! Hahaha!" Anak itu tertawa geli. Ayahnya terus menggelitikinya sambil tertawa. Rasanya bahagia sekali melihat mereka berdua.

Beberapa saat kemudian Sang Ayah menghentikan gerakan jarinya yang membuat Sang Putri merasa geli. Lalu ia melihat baki itu, tapi ia berpura-pura tidak melihat dan pergi begitu saja.

"Ayah!" teriak gadis itu tampak kesal.

"Apa Nina sayang?" tanya Sang Ayah santai.

"Itu nggak dimakan?!" gerutu Nina, putri semata wayang ayahnya itu.

"Oh iya. Ih pinter banget sih anak Ayah. Udah bisa bikin sandwich. Ayo sini, kamu juga makan." Sang Ayah mengajak putrinya itu makan bersama di kamar sederhana yang mereka punya sekarang.

Setelah makan, Sang Ayah tampak cuek saja membawa baki bersama isinya kembali ke dapur. Ia tak peduli lagi dengan putrinya. Tapi tampaknya Nina, putrinya, sedang menunggu sesuatu. Tapi Si Ayah tampak tidak sedang ingin memberikan atau melakukan sesuatu.

Sudah menunggu lama, tapi masih belum ada tanda-tanda kalau ayahnya mau memberinya sesuatu, Nina akhirnya marah.

"Ayah! Nina ulang tahun! Kadonya mana?!" teriak Nina marah pada ayahnya.

"Oh, kamu ulang tahun ya? Yah, Ayah lupa. Gimana dong? Ayah nggak punya kado nih. Gimana dong Sayang?" Ayah Nina tampak benar-benar lupa kalau hari ini putrinya sedang berulang tahun.

"Ayah jahat! Nina nggak mau ngomong sama Ayah!" Gadis kecil itu marah dan menangis.

"Adududu... Anak Ayah ngambek. Jangan ngambek dong Sayang." Sang Ayah mengambil sesuatu di lemari pakaian di kamar.

Ternyata ia sudah menyiapkan kado untuk anaknya itu. Sebuah hadiah dengan ukuran yang cukup besar. Berbungkus kertas kado bergambar kartun Hello Kitty, kado itu membuat mood Nina kembali ceria. Wajah sedihnya kembali bersinar melihat Ayahnya tak lupa dengan ulang tahunnya. Apalagi saat melihat kado itu.

"Wah kadooo!!!" Anak itu berlari memeluk ayahnya sambil berteriak, "Makasi Ayah! Nina sayang Ayah!"

"Iya Sayang. Ayah juga sayang sama Nina. Ayo buka dong kadonya." Mendengar perkataan ayahnya, Nina makin semangat untuk membuka dan melihat isi hadiah itu.

Dengan tangan mungilnya, Nina merobek kertas kado itu sembarangan. Ia sangat tidak sabar untuk melihat isi kadonya.

"Tas sekolah! Yeayyyy! Ada Hello Kitty-nya juga! Makasih Ayah!" teriak bocah itu sangat senang. Rupanya Hello Kitty sudah menjadi karakter favoritnya sejak lama. Dipeluknya erat tas sekolah berwarna pink dengan gambar Hello Kitty itu.

"Nina suka tasnya?" tanya Sang Ayah.

"Suka banget! Makasih Ayah!" seru anak itu lagi.

Nina sibuk dengan tas barunya. Begitu juga dengan ayahnya yang terlalu senang melihat anaknya berbunga-bunga dengan tas barunya. Sampai lupa kalau hari ini anak itu masih harus ke sekolah.

Saat dilihatnya jam dinding, waktu sudah menunjuk pukul 6.15 pagi. Itu artinya setengah jam lagi Nina harus masuk sekolah.

"Astaga Tuhan! Udah jam segini! Nina, mandi Nak. Udah siang ini! Taruh dulu tasnya, biar Ayah yang masukin bukunya," seru Sang Ayah panik.

Sekecil itu, Nina sudah menjadi anak yang mandiri. Sepeninggal Ibunya, hanya Ayahnya yang mengurusnya. Tapi Ayahnya juga harus bekerja. Karenanya, anak itu menjadi lebih dewasa dari usianya.

Mendengar seruan ayahnya, anak itu langsung bergegas masuk ke kamar mandi, dan lalu merapikan dirinya. Hanya dalam beberapa menit, anak itu sudah siap dengan seragamnya.

"Ini tasnya. Bukunya udah masuk. Sekarang berangkat. Ayo sayang!" Nina digandeng ayahnya dan langsung naik ke motor untuk langsung bergegas ke sekolahnya.

"Ayah lebih kenceng lagi jalannya!" seru Nina yang duduk di tangki depan motor ayahnya.

"Tunggu dulu Sayang. Ini jalanan kota, nggak boleh ngebut di sini. Sabar ya." Sang Ayah berusaha memberi pengertian pada anaknya.

Melihat mereka berkendara dengan kecepatan tinggi dan berpacu dengan waktu, membuat adrenalin terpacu rasanya. Jantung ikut berdebar, tangan ikut mengepal.

"Ayah! Cepat! Ayo Yah! Nina telat lagi!" seru Nina tak sabaran.

"Iya Nak, bentar lagi nyampe." Motor mereka berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Tapi sayang gerbang sekolah sudah ditutup. Nina terlambat. Terpaksa anak itu harus mendapat poin pelanggaran dari sekolah.

Dengan wajah menggerutu pada Ayahnya dan juga takut pada gurunya, Nina masuk ke sekolah. Ayahnya hanya mengantar sampai di gerbang dan melihatnya masuk ke kelas. Setelah dipastikannya anaknya itu sudah masuk ke kelas, dipacunya motor itu dan pergi dari sekolah itu.

Di kelas, Nina mendapat teguran dari gurunya, "Nina, kamu sering sekali terlambat. Kenapa?"

"Gara-gara Ayah Bu," sahut anak itu.

"Ayah kamu kenapa lagi? Kalau besok kamu terlambat lagi, Ibu akan panggil orang tua kamu kesini. Sekarang kamu duduk." Nina berjalan ke tempat duduknya sambil menunduk.

Sepertinya ini bukan kali pertama anak itu terlambat datang ke sekolah. Gurunya sampai kesal seperti itu. Tapi memang benar kalau alasan keterlambatan anak ini selalu adalah ayahnya.

Ayahnya itu orang yang sangat malas dan tak teratur. Itu sebabnya, Nina sering sekali terlambat datang ke sekolah. Dan karena sudah tak punya Ibu, tak ada yang mengurus Nina dengan baik.

Sejak kecil,Nina sudah harus mengurus dirinya sendiri. Ayahnya memang sangat menyayanginya. Ia juga selalu memberikan apapun yang Nina mau. Tapi kedisiplinan tak pernah Nina dapatkan di rumah. Bagaimana mau mengajari Nina untuk disiplin, kalau ayahnya sendiri sangat cuek dan tak teratur.

"Baik anak-anak. Sekarang keluarkan buku Matematika kalian." Bu Guru meminta para siswa mengeluarkan buku mereka.

Nina membuka tasnya dan mencari buku itu. Tapi ternyata, Ayahnya salah memasukkan jadwal. Buku-buku yang Nina bawa sekarang adalah buku untuk mata pelajaran besok.

Dengan wajah tertunduk dan sangat takut, "Bu, Nina nggak bawa bukunya."

Bu Guru tampak marah, tapi ia berusaha untuk bicara halus pada Nina.

"Nina sayang, sekarang kamu belajar di luar dulu. Yang tidak bawa buku bisa belajar di luar juga." Bu Guru menyuruh Nina belajar di luar, dan lagi-lagi ini semua karena ayahnya.

Dengan wajah kesal. Nina terpaksa keluar dari kelas dan menunggu sampai pelajaran Matematika selesai.

Terpopuler

Comments

Little Peony

Little Peony

Halooo Thor salam kenal dari Crushed by CEO dan Shadow ya

2021-07-29

2

Fiesta _Wulandari29

Fiesta _Wulandari29

mampir

2021-04-30

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!