Perpustakaan,
Seorang gadis tengah menjelaskan makna sebuah lukisan pada kekasihnya. Dan pria itu terlihat sangat serius. Matanya terus berfokus pada lukisan unik yang terdapat pada sebuah buku cerita. Dan telinganya terus mendengar penjelasan sang kekasih.
Menarik untuk diketahui karena mengisahkan tentang kebebasan kaum Hawa yang tertindas oleh kaum Adam.
"Jadi, keberhasilan kaum Hawa untuk terbebas, dan untuk mewujudkan kesetaraannya seperti kaum Adam bukan hanya perjuangan mereka sendiri. Tapi karena bantuan kaum Adam juga tentunya. Menarik, bukan?" Onya menarik kesimpulan dari buku cerita itu.
"Menarik" sambil manggut-manggut Alka mengucapkannya.
"Sebentar sore kamu sibuk?" Tanya Onya mengubah topik pembicaraan mereka barusan.
"Tidak. Kenapa?" Alka balik bertanya.
"Kamu temenin aku ke pantai, ya? Soalnya aku ingin melukis di sana" ucap Onya. Biasanya dia akan mengajak Frans. Berhubung telah memiliki pacar, akan lebih baik dia mengajak kekasihnya untuk menemani dia melukis di sana.
"Okay. Dengan senang hati, sayang" ucap Alka.
Kini Onya dan Alka sudah bergegas dari perpustakaan menuju parkiran. Keduanya berjalan sambil bergandengan tangan. Hingga tak sengaja mereka melewati dua wanita kupu-kupu. Yang tak lain adalah Mena dan Olin.
"Cie... ada yang sudah jadian, ya?" ucap Mena dengan sengaja meninggikan nada suaranya.
Sementara Onya dan Alka hanya bisa membalas ucapan Mena dengan tersenyum. Tak ada niat untuk menyapa maupun mengobrol, Onya dan Alka terus berjalan meninggalkan dua kupu-kupu.
"Hei, mereka bahkan tak peduli dengan kita. Padahal kita yang jadi tanda tambah di sini" Mena menyahut. Namun di sampingnya hanya bergeming. Tak berniat untuk mengganggu sepasang kekasih itu.
Kini Mena beralih kearah Olin. Wanita itu mendengus kesal, namun kembali tenang melihat sahabat di sampingnya itu menatapnya dengan jengkel. "Ada apa? Kau cemburu, ya?" tanya Mena sembari tersenyum mengejek.
Olin menggeleng kepalanya. "Aku hanya kaget melihat sifat kekanak-kanakan mu tadi" ucap Olin dengan tenang.
"Cih, bilang saja cemburu" Mena terus menggoda Olin.
"Kalau cemburu, mau kemana-kan pacarku?" sahut Olin tak terima.
"Iya, iya. Gitu aja jadi cemberut" ucap Mena mencoba menenangkan Olin yang sudah tak bersahabat. "Sebaiknya kita ke kantin. Kayanya Frans dan Lusi sudah menunggu" tambah Mena kemudian.
Tak ingin berlama-lama dengan wajah jutek Olin, Mena langsung menarik wanita itu menuju kantin. Dimana Lusi dan Frans sudah tiba di sana. Dan mereka pun ikut bergabung.
Kini ketiga kupu-kupu itu mulai mengobrol. Sementara Frans tengah serius menatap layar ponselnya. Sejenak Lusi membiarkan Olin dan Mena berbincang berduaan. Karena dia tahu, Olin tengah marah pada Mena. Maka dia memberi kesempatan kepada mereka untuk menyelesaikan masalah. Sementara mata wanita itu beralih pada sang kekasih. Dia agak penasaran dengan Frans yang masih sibuk menatap layar ponselnya, tanpa mengotak-atiknya.
Lusi mulai mendekati Frans. Matanya berniat melompat untuk melihat layar ponsel pria itu. Namun ketika mengetahui fokus pria itu pada pesannya dengan Onya, seketika senyumannya luntur. Dia tidak marah, namun ada rasa cemburu ketika mengetahui sang kekasih tengah sibuk membaca pesannya sendiri dengan perempuan lain. Dia tahu Onya itu sahabatnya Frans, namun tidak ada yang salah untuk mencurigai hubungan mereka yang sangat dekat.
"Kenapa kamu fokus terus sama pesannya Onya?" tanya Lusi dengan datar, sontak membuat Frans sadar dari lamunannya. Bahkan ucapan wanita itu terdengar oleh kedua sahabatnya. Mereka yang tengah mengobrol tiba-tiba fokus menatap sepasang kekasih didepan mereka itu.
"Memangnya kenapa?" bukannya menjawab, Frans kembali bertanya. "Aku hanya menunggu pesannya. Apa ada masalah?" tanya Frans lagi dengan datar.
"Bukan begitu. Hanya saja, kau membuatku curiga dengan hubungan kalian..." ucap Lusi. Sengaja wanita itu tak melanjutkan kata-katanya. Dia ingin protes, namun mengingat keberadaan kedua sahabatnya, wanita itu langsung menggantung ucapannya.
"Ayo" tiba-tiba Lusi menarik tangan sang kekasih. "Aku pergi dulu. Hari ini kita tidak jadi pergi" ucap Lusi pada kedua sahabatnya. Sementara Mena dan Olin hanya bisa menganggukkan kepala mereka.
Frans yang tengah ditarik oleh sang kekasih hanya bisa mengikuti tanpa protes. Mulutnya malas untuk berdebat. Jadi dia membiarkan wanita itu berbuat sesukanya.
Sesampainya di samping mobil Frans, wanita itu meminta kunci mobil sang kekasih.
"Mau kemana?" tanya Frans sembari menarik salah satu alisnya.
"Aku hanya ingin pulang. Dan aku ingin kamu mengantarku ke rumah" jawab Lusi membuat Frans mendengus. "Kenapa? Mau cari alasan kalau mamanya Onya yang suruh kamu jagain dia? Kamu..."
"Tenanglah. Pelankan suaramu!" ucap Frans sembari menutup mulut wanita itu dengan tangannya. Namun Lusi segera menepisnya.
"Kenapa? Kamu pikir dia anak kecil yang tidak bisa cari jalan sendiri, hah?" bentak Lusi yang tak kuasa menahan emosinya. Dia tak berhenti ketika Frans mencoba menghentikannya. Wanita itu terus melanjutkan pertanyaan-pertanyaan yang janggal di pikirannya selama ini.
"Kau..." Frans menunjuk wajah Lusi dengan jari telunjuknya. "Kau terlalu berlebihan" ucap pria itu kemudian. Sebenarnya dia ingin membalas wanita itu dengan membentaknya balik. Namun dia lebih tak tega untuk menyakiti perasaan sang kekasih.
"Kau berubah, Frans" lirih Lusi pada akhirnya. Bahkan dia tak sadar, jika setetes cairan bening telah jatuh membasahi pipinya.
Sementara Frans langsung memeluk wanita itu. "Maafkan aku" ucap Frans sembari mengusap punggung wanita itu. Frans semakin merasa bersalah, karena membuat sang kekasih menangis. Wanita itu menangis hingga tubuhnya bergetar membuat Frans memeluknya erat. "Maafkan aku, Lusi. Tenanglah" ucap Frans lagi. Dia tak henti minta maaf sambil menenangkan sang kekasih.
"Apa kau mencintainya, Frans?" tanya Lusi dengan lirih. Pertanyaan itu membuat Frans menegang. Pria itu tak langsung menjawab, dia hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Jangan pertanyaan itu lagi, Lusi. Kau membuatku merasa bersalah" ucap Frans membuat Lusi terkejut. Wanita itu tersenyum miring saking tak percayanya.
Kau benar-benar mencintainya, Frans? Kau sungguh membodohi diriku.
Jadi, selama ini aku hanya dijadikan pelampiasan? Dan... apa Onya selama ini tak pernah menjalin hubungan dengan pria lain karena kamu, Frans? Pertanyaan itu terus berputar di kepala wanita itu. Segera dia melepas pelukan Frans darinya.
"Aku mau pulang. Dan kau harus mengantarku, Frans" ucap Lusi kemudian. Wanita itu segera menghapus air matanya ketika sang kekasih kembali memperhatikan ponselnya.
"Biar aku hubungi Onya dulu. Tidak mungkin aku membiarkannya pulang sendiri" ucap Frans tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Lusi semakin muak mendengarnya. Tanpa ingin menunggu, wanita itu langsung bergegas dari tempat itu. Dia meninggalkan Frans yang tengah membelakanginya. Bahkan pria itu tak sadar jika kekasihnya sudah tak berada di dekatnya lagi.
Frans terus berusaha menghubungi ponsel Onya. Namun nihil, gadis itu tak kunjung menjawabnya. Ketika berbalik, Frans mengerutkan keningnya karena tidak mendapati sang kekasih di sana.
"Lusi... Lusi..." panggil Frans di tempat. Hanya matanya saja yang tengah mencari-cari. Sementara tangan dan telinganya berfokus pada nada panggilan yang dia tujukan pada Onya.
"****" umpatnya ketika ponsel Onya sudah tak aktif. Rahangnya mengeras karena emosinya terus meluap-luap. Hanya karena gadis itu, dia menyia-nyiakan sang kekasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
tafi😀😀
salah qm sndri udah punya pcr masih aja posesiv sma shbt
2021-12-26
0
Tini Nara
yekhaaaaann Frans suka sama Onya 🤗
2021-10-02
0