Disebuah kamar yang terlihat seperti kapal pecah. Beberapa pakaian dilempar dengan asal oleh tangan gadis itu. Dia terus mencoba satu persatu gaunnya. Namun sebuah gaun terakhir yang akan dia pakai membuatnya kembali sadar dengan perkataan dua kupu-kupu.
Seperti biasa, seperti penampilan mu saat ini. Karena pesta yang kita maksud itu sejenis party, you know?
Onya menepuk jidatnya. Hampir saja dia lupa dengan saran dua kupu-kupu itu. Mungkin Onya akan terlihat seperti gadis polos ditempat party. Memang tidak masalah jika dia menggunakan gaun untuk menghadiri pesta Lusi. Namun gaun apa dulu yang akan digunakan? Gadis itu hanya mengoleksi gaun kupu-kupu yang akan membuatnya terlihat seperti anak kecil.
Kini matanya mengarah pada jarum jam yang terpasang pada dinding kamarnya. Seketika matanya membulat. "Telat... telat..." Buru-buru Onya bergegas membersihkan tubuhnya di kamar mandi. Setelah itu, dia langsung mengenakan pakaian seadanya. Seperti biasa, dengan menggunakan jeans panjang dengan atasan *c*asual. Onya kemudian bergegas keluar kamar.
Sebelum berangkat ke rumah Lusi, Onya harus menyelesaikan penghalang besar kebebasannya. Gadis itu mulai mencari kedua orangtuanya di kamar mereka. Dia berhadap kedua orangtuanya ada, agar dia bisa memulai sandiwaranya. Namun nihil, kedua orangtuanya tidak berada di sana. Entah dimana mereka, bertanya pada pelayan di rumah pun percuma saja.
Tidak bisa ditunda lagi, Onya meraih ponselnya. Antara ayah atau ibu, dia harus memilih. Meminta ijin pada seorang ibu memang sedikit sulit. Lebih baik dia merayu sang ayah, pasti gampang terpengaruh.
Tidak mau menunggu lagi, Onya langsung menghubungi sang ayah. Beruntung sekali nasibnya, sang ayah langsung mengangkat panggilannya.
"Papa? Papa dimana?" Tanya Onya basa-basi.
"Baru saja selesai rapat. Kenapa, sayang?" Tanya sang ayah diseberang sana.
"Aku ijin ya, pa? Mau ke pesta di rumah teman" ucapnya dengan jujur. Dia tahu jika sang ayah tidak suka mengekangnya, apalagi over protective seperti sang ibu.
"Sama Frans?" Tanya sang ayah.
"Tidak" Onya menjawabnya dengan spontan. "Papa harus tahu, dia itu suka mengurungku di apartemennya. Jadi aku sangat membencinya" ucapan gadis itu sukses membuat sang ayah membulatkan matanya di sebrang sana.
"Kenapa bisa begitu?" Nada pertanyaan sang ayah masih terdengar tenang.
"Aku hanya melakukan kesalahan kecil. Masa mama kasih dia kepercayaan untuk menjaga aku, pa? Melakukan ini salah, itu salah. Memangnya dia siapa?" Gadis itu mulai memainkan sandiwaranya. Mulutnya melebar sembari mengadu pada sang ayah.
"Kesalahan kecil seperti apa yang kau lakukan sampai-sampai dia mengurung-mu?" Sepertinya sang ayah masih ingin tahu lebih dalam, agar bisa mengambil keputusan yang tepat.
Sementara Onya tengah menggigit jarinya. Otaknya mulai berputar mencari alasan. Sejenak dia diam sembari memikirkan alasan tepat untuk menjawab pertanyaan sang ayah.
"Onya? Apa kau sedang berbohong pada papa?" Sang ayah kembali bersuara karena anak gadisnya tak kunjung menjawab pertanyaannya. Dia mulai mencurigai sang anak. Walaupun sejalan dengan pikiran Onya kalau cara Frans menghukum anak gadisnya salah, namun sang ayah lebih mendukung Frans ketimbang Onya jika kesalahannya fatal.
"Tidak, pa" elaknya. "Aku sedang... (tertahan) tadi aku sedang membaca pesan di ponsel jadi aku tidak menjawab-mu" dusta-nya.
"Kau tahu pa, aku hanya mau ikut ke pesta, bahkan ke pantai dengan teman-teman. Dekat dengan teman pria pun dia marah-marah tak jelas. Kurang beres kan tuh anak?" Aduh-nya kemudian.
Bukannya menanggapi dengan serius ucapan sang anak, ehhh... malah terdengar suara tawa di sebrang sana.
"Kenapa papa ketawa? Aku lagi serius. Pokoknya Onya gak mau dikekang lagi sama mama sama tuh anak. Kata papa, kalau mau sukses harus mandiri. Lah cara mereka buat aku bergantung sama mereka. Bagaimana ini, pa?" Tidak ada cara lain, pokoknya Onya harus berhasil mempengaruhi sang ayah.
"Iya, iya. Kan papa sudah izinin kamu pergi. Tapi ingat, jaga diri baik-baik" ingat sang ayah.
"Tentu saja. Tapi kalau dia mengurungku lagi, papa harus turun tangan, okay?"
"Baiklah" jawab sang ayah membuat Onya tersenyum penuh kemenangan. Ayahnya tidak tahu saja, jika dirinya saat ini tengah menghentakkan kakinya penuh kegirangan.
"Terimakasih pa, aku mencintaimu" ucap Onya langsung memutuskan panggilan teleponnya, tanpa mendengar tanggapan sang ayah selanjutnya.
...*...
Dan disinilah Onya berada. Ada rasa tidak nyaman karena datang seorang diri ke rumah Lusi. Sementara yang lainnya datang berpasangan.
Untung matanya menangkap dua kupu-kupu. Mena dan Olin terlihat melambai kearahnya. Dan dengan percaya diri, Onya melangkah menuju kedua wanita itu.
"Hai!" Mena dan Olin menyapa Onya secara bersamaan. Begitu semangat sembari mengukir ekspresi greget mereka.
"Hai" Onya menjawab mereka setengah gugup. Entahlah, matanya tengah mengincar ke sekitarnya. Walau gadis itu sudah berhasil mempengaruhi sang ayah, namun rasa takut pada Frans masih membekas.
"Kamu kenapa, Onya?" Tanya Mena karena menyadari kegelisahan gadis itu.
"Minum dulu" ucap Olin sembari memberi segelas wine pada gadis itu. Dan dengan senang hati, Onya menerimanya.
"Kamu kenapa sih, Onya?" Tanya Mena lagi. Bukannya menjawab, Onya malah balik bertanya. "Frans dimana?"
Mena dan Onya mendesah secara bersamaan ketika mendengar pertanyaan gadis itu. Tidak tahu saja apa yang disibukkan oleh kedua manusia itu.
"Tahulah, sedang berkencan di kamarnya Lusi" Olin menjawabnya. "Oh iya, bagaimana hubungan mu dengan Alka?" Tanya Olin kemudian.
"Kata Alka, kamu tidak menjawab pesan dan panggilan telponnya" Mena ikut membuka suara.
"Ohhh... Jadi itu nomornya ya? Dia sih, gak kasih tahu dulu namanya. Jadi aku tidak balas pesannya" Onya menjawab sembari mengedikkan bahunya.
"Umur panjang. Dia datang, dia datang..." Bisik Olin dengan gemas. Sementara Mena langsung melambai kearah orang yang dimaksud Olin.
Pria yang dibicarakan kini berada didekat mereka. Dengan santai dia berjalan mendekat sembari tersenyum. Sungguh, senyuman itu membuat Olin meleleh. Mungkin dasar mata lelaki saja, hingga siapapun itu membuat matanya berbinar.
"Hai" sapanya pada mereka.
"Sepertinya aku dan Olin harus ke sana" ucap Mena sembari menarik wanita itu. Olin yang ingin berlama-lama, namun sadar dengan tawaran mereka pada Onya. Jika saja pria itu tak menolaknya, mungkin Onya tak memiliki kesempatan untuk mendapat pria tampan itu.
Kini Onya dan Alka berduaan. Sesekali Alka mencuri pandang wajah cantik milik gadis itu. Sementara Onya masih fokus menghabiskan minumannya.
"Kau tidak terlalu suka minum?" Tanya Alka memecah keheningan diantara keduanya.
"Bukan tidak terlalu suka sih. Lebih tepatnya baru pernah meminumnya, jadi harus butuh waktu untuk menghabiskannya" elak Onya. Gadis itu meminum wine dengan lambat. Mungkin hanya bibirnya saja yang menyentuh minuman itu. Sudah dipastikan, sampai selesai pesta pun, mungkin minumannya tak akan habis.
"Oh iya, tadi aku mengirim pesan dan menelpon kamu, tapi kamu tidak jawab. Maaf kalau mengganggumu" ucap Alka. Sepertinya dia sedang berusaha untuk dekat dengan gadis itu.
"Iya, maaf juga karena tak membalasnya. Mungkin kau menelpon-ku saat aku sedang sibuk baca waktu itu" jawab Onya sembari tersenyum.
Seolah mengerti dengan kesibukan gadis itu, Alka merespon jawabannya dengan tersenyum seraya mengangguk paham.
"Ingin bergoyang?" Tanya Alka sedikit meninggikan suaranya ketika volume musik di tempat itu mulai kencang. Sementara beberapa tamu mulai bergoyang mengikuti irama musik.
Berpesta sembari minum, bahkan bercumbu ditempat itu. Tak terkecuali dengan sepasang kekasih yang jauh dari keberadaan mereka...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Hanifah Ifah
pasti onya kna hukuman nih dr frans
2022-07-01
0
Name N
nanti jadian bareng alka nih
2022-01-11
0