Tuan Besar

Usai mengantar Killa kembali ke kelas. Vira pun masuk ke ruang guru meletakkan tas yang sedari tadi ia bawa. Beberapa guru yang berada di sana melempar godaan pada Vira yang sudah kembali mengajar. Vira hanya tersenyum menanggapi sesekali menggeleng saat ditanya beberapa hal pribadi.

"Bu Vira udah punya suami tajir gak akan berhenti ngajar, 'kan." Vira berhenti memilah buku di atas mejanya.

"Gak lah, Pak. Belum ada yang gantiin jadi masih bisa ngajar," balas Vira atas pertanyaan Pak Joan guru matematika yang terkenal galak tapi lembut pada seluruh guru. Mungkin pembawaan Pak Joan yang membuat seluruh murid ketakutan saat berhadapan dengannya.

"Jadi kalau ada yang gantiin Bu Vira mau berhenti."

"Saya cuma bercanda, Pak." Menahan gelak tawa yang sudah berada diujung kerongkongan.

"Permisi ya, Pak. mau ngajar dulu. Mari semua," pamit Vira pada beberapa guru.

Waktu terus berputar dan hari beranjak sore. Vira sudah berada di atas motor siap untuk pulang. Netranya menangkap siluet tubuh Killa yang sedang duduk dekat halte. Anehnya saat bus datang Killa melewatinya, dia tidak naik hanya memandang lurus pada sebrang jalan.

Vira bergegas menghampiri Killa. Melepas helm yang bertengger di kepala. Duduk bersama dengan Killa yang belum menyadari kehadiran Vira.

"Kenapa belum pulang." Dapat Vira lihat jika Killa sedikit terkejut mendengar suaranya.

"Menunggu bus," alibi Killa yang jelas-jelas hanya pengalihan. Bagaimana pun Killa sudah melewati bus terakhir.

"Pulang bareng aja gimana, tapi naik motor," ringis Vira. "Hitung-hitung hemat uang saku." Vira terkekeh dengan perkataannya sendiri.

Killa anak berada untuk naik taksi pun dia pasti mampu, apalagi hanya bus. Uang jajannya dalam sebulan pasti melebihi gaji Vira sebagai guru. Betapa bodohnya Vira yang mengajak gadis seperti Killa untuk naik motor, panas-panasan dengan debu di mana-mana. Vira mendesah dengan pikirannya sendiri.

"Kak!" Killa berteriak mengguncang tubuh Killa yang diam bagai patung.

"Iya, kenapa." Vira menoleh melihat Killa yang cemberut.

"Ayo pulang aku udah capek mau mandi dan istirahat." Ucapan Killa membuat Vira mengerjap berkali-kali. Tidak salah dengarkan telinganya. Killa mau pulang bersamanya naik motor. Sungguh tidak dapat diduga.

"Ahh, ya ... ayo tapi helmnya cuma satu kamu mau pakai." Vira menyerahkan helm di tangannya.

"Gak ahh gerah kalau pakai helm. Kakak aja yang pakai."

Terkadang Vira bingung dengan sikap Killa yang berubah-ubah terkadang dingin tak tersentuh, dan di sisi lain hangat dan humble. Apa Killa memiliki kepribadian ganda? Sempat terlintas pertanyaan seperti itu di benak Vira, tapi segera Vira enyahkan. Tidak penting bagaimana Killa cepat berubah, ambil baiknya aja karena Killa sudah mulai terbuka dan mau berbicara lebih banyak.

Motor melaju membelah jalanan yang mulai padat kendaraan. Angin yang menerpa wajah mereka membawa kesejukan tersendiri. Menerbangkan rambut Killa yang terurai berterbangan bersama angin. Berpegangan kuat pada pinggang Vira agar tidak terjatuh sedangkan Vira berusaha sekuat tenaga untuk menahan geli.

Beberapa lampu merah berhasil mereka lewati, berbagai belokan mereka lalui hingga hanya ada jalan lurus yang akan mengantarkan mereka sampai rumah. Motor berhenti tepat di depan gerbang yang menjulang tinggi. Killa turun merapikan rambut yang kusut. Satpam membuka gerbang agar mereka bisa masuk dan disusul mobil yang memasuki pelataran rumah.

"Lain kali hubungi saya Non. Biar saya jemput," Seorang pria yang mengenakan seragam hitam turun dari dalam mobil menghampiri Killa yang masih sibuk dengan rambutnya.

"Hmm." Kembali lagi Killa bersikap dingin.

"Mulai sekarang aku akan pulang bareng kakak ipar jadi gak perlu dijemput." Killa memasuki rumah meninggalkan Vira yang terpaku bingung mendapat lirikan dari pria yang ia duga supir keluarga Zerion.

"Maaf, nyonya saya tidak mengenali Anda." Pria itu membungkuk hormat.

"Ehh, tidak perlu seperti itu, Pak. Kalau gitu saya masuk dulu." Vira sangat tidak suka diperlakukan layaknya orang berpengaruh.

Meskipun hari sudah sore, tapi nyatanya rumah tetaplah sepi. Tidak ada keberadaan mama, papa ataupun Arka. Apa suasana seperti ini yang selalu Killa lalui saat pulang sekolah? Menaiki tangga menuju kamar Vira tidak berhenti memikirkan tentang Killa. Ia merasa ada sesuatu yang belum ia ketahui tentang Killa.

Membersihkan diri dengan air dingin sangat menyegarkan bagi Vira. Memilih baju rumahan yang sekiranya cocok. Menyisir rambutnya, mengumpulkan menjadi satu lalu mengikatnya. Di rasa penampilannya sudah cukup bagus Vira keluar kamar menuju dapur.

Bi Murni mengambil makanan yang sudah siap menyajikannya ke dalam piring. Porsinya tidak banyak meletakkannya pada nampan bersaman dengan air putih.

"Makanan untuk siapa, Bi." Baru dua langkah Bi Murni hendak meninggalkan dapur, tapi suara Vira menghentikannya.

"Anu... ini untuk tuan besar."

Tuan besar? Ahh ya Vira ingat tentang kakek Arka yang dipanggil tuan besar. Ia hampir lupa mengenai hal itu, padahal sudah lama ia ingin bertemu dengan beliau. Apa sekarang kesempatan yang pas, lagipula tidak ada yang mengetahuinya jadi tidak akan ada yang melarang Vira.

"Boleh aku saja yang mengantarnya, Bi. Tolong tunjukkan letak kamar kakek." Mata Bi Murni membulat tak yakin.

Sebelum Bi Murni menolaknya Vira sudah terlebih dahulu menyambar nampan berisi makanan itu, kemudian menarik Bi Murni untuk menunjukkan letak kamar kakek.

Meski ragu Bi Murni menurut. Pintu kamar bercat coklat dengan knop pintu berwarna silver yang letaknya sedikit jauh dari kamar lain.

"Anda yakin mau masuk, Non. Lebih baik jangan, tuan tidak suka dengan orang baru." Vira memberi senyum terbaiknya.

"Jangan khawatir, Bi. Kakek tidak akan menggigitku," canda Vira memutar kunci kamar. Mendorong pelan pintu itu sebelum memasukinya.

Bi Murni hanya memandang dengan raut khawatir yang terlihat jelas. Kedua alisnya hampir menyatu dengan kerutan di dahi. Matanya bergerak gelisah. Ia bahkan belum beranjak dari tempatnya.

Kamar yang begitu gelap tanpa adanya penerangan. Korden jendela yang tertutup rapat tak ada celah untuk cahaya masuk. Vira bergidik ngeri tubuhnya bergetar ketakutan. Ia memang sangat takut dengan gelap. Kegelapan adalah hal yang paling menakutkan untuknya trauma itu kembali muncul membuat dadanya semakin sesak.

Nampan yang berada di tangannya bergetar sama dengan tubuhnya yang menggigil. Keringat bercucuran membasahi wajahnya.

"Siapa." Suara berat dari dalam kamar yang gelap cukup membuat Vira tersadar akan tujuannya memasuki kamar.

Menetralkan degup jantung yang tak beraturan. Vira memusatkan perhatian melihat siapa yang bersuara.

"Kakek," lirih sangat lirih Vira berucap. Ada rasa takut dalam suara Vira, ia bimbang dengan tindakannya.

Apa yang Vira lakukan itu sudah benar atau justru menciptakan masalah untuk dirinya sendiri.

***

Happy reading

Mau kenalan sama kakek gak nih. Kira-kira beliau baik gak ya 🤔

Salam sayang dari aku

Terpopuler

Comments

Wury Ayra

Wury Ayra

bnyk misteri dlm keluatga zerion....

2022-06-25

0

Ady Pulling

Ady Pulling

kesabaran Vira akan berbuah manis

2022-06-23

0

its anna

its anna

keluarga prik

2022-06-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!