Berjanji

Padatnya lalu lintas membuat kedua orang yang berada di dalam mobil mendengus kasar terlebih Arka yang sedari tadi sudah memencet klakson karena mobil di depannya tak kunjung jalan. Arleta menghentikan gerakan tangan Arka.

"Berhenti, telingaku sakit mendengarnya." Menarik tangan Arka dan meletakkannnya di tuas kemudi, tapi ketika Arleta akan melepasnya, Arka dengan sigap menautkan tangan mereka mengelus pelan tangan Arleta dengan ibu jarinya.

"Maaf, sayang membuatmu tidak nyaman." Arka mengecup punggung tangan Arleta. Ia tersenyum bahagia setiap kali memandang wajah gadis yang sebentar lagi akan menjadi miliknya.

"Aku memaafkanmu hari ini karena aku sedang bahagia," ucap Arleta.

"Aku tahu kau sangat bahagia karena kita akan menikah, aku juga bahagia...."

"Bukan karena itu," potong Arleta cepat. Arka mengalihkan atensinya dari mengecup tangan Arleta. Pria itu menatap Arleta seakan meminta penjelasan lebih.

Tiiit!

Sebelum terlealisasikan suara klakson mobil di belakang membuat mereka terhenyak. Arka melajukan mobilnya karena lalu lintas sudah kembali normal. Wajah Arka sudah tidak seceria tadi, ia jadi berpikir apa yang membuat Arleta bahagia selain kabar pernikahan mereka.

"Kau tidak boleh cemburu aku bahagia karena adikku." Arleta seperti tahu apa yang dipikirkan Arka.

"Adik?" heran Arka karena selama mereka dekat, tidak sekalipun Arleta membicarakan tentang adiknya yang ia ketahui bernama Elvira. Gadis yang tadi pagi bertemu dengannya. Arka tidak terlalu peduli karena baginya tidak ada perempuan yang lebih penting dari Arleta setelah ibu tercintanya. Arka rasa mengenal Vira tidak penting karena yang ia cintai ialah Arleta.

"Selama ini aku berpura-pura untuk tidak peduli pada Vira. Setiap kali aku melakukannya ada rasa sesak di hati ini karena melihat Vira yang sangat sedih dan aku bahagia karena pagi ini bisa melihat Vira tersenyum bahagia." Arleta mengulas senyum tipis.

Arka memang tahu jika hubungan Vira dan Pras memang tidak baik sejak dulu itupun ia diberitahu oleh ibunya, tapi Arka cuek dengan itu baginya Arleta

Hatinya gundah setiap kali melihat wajah adiknya, meski Vira selalu tersenyum ketika melihatnya, tapi Arleta tahu Vira tersenyum hanya untuk menutupi rasa sedihnya. Ia selalu menyesali tindakannya karena menuruti ucapan sang ayah. Namun, tidak ada yang bisa ia perbuat. Jika ia tidak menurut maka Vira yang akan menjadi sasaran ayahnya. Meskipun Arleta tahu ada ibu yang akan membela Vira, tapi menuruti ayah tidak ada salahnya demi kebaikan Vira.

Fakta bahwa mereka bersaudara tidak dapat dihapuskan. Mereka memiliki darah yang sama dalam tubuh mereka memiliki ikatan batin yang sangat baik. Arleta tidak dapat memungkiri jika ia sangat sayang pada Vira. Adik kecil yang kini sudah tumbuh dewasa. Banyak tahun sudah berlalu dan ia tahu betul bagaimana Vira melewati semua masalahnya. Walaupun Arleta tidak dekat dengan Vira, tapi ia cukup tahu bagaimana sikap adik kecilnya itu.

"Apa begitu bahagianya hingga kamu menangis." Arleta tersadar dari lamunannya. Ia menyentuh pipinya yang basah. Arleta merutuki pikirannya yang sudah membuatnya sangat cengeng.

"Kamu mau berjanji satu hal padaku."

"Apapun untukmu sayang."

"Aku tidak pernah melaksanakan tugasku sebagai seorang kakak yang seharusnya menyayangi dan menjaga adiknya. Aku mau kamu berjanji untuk menggantikan tugasku."

"Baiklah karena setelah menikah kamu akan jarang bertemu dengan keluargamu. Aku akan mengawasi mereka semua." Arka tidak berkata spesifik, tapi ia berkata secara keseluruhan karena tidak mungkin ia hanya menjaga Vira.

Perjalanan terisi dengan berbincangan kecil di antara mereka. Arka berjanji pada dirinya sendiri untuk membahagiakan Arleta, gadis yang sangat ia cintai. Mereka sudah ditakdirkan untuk bersama, sehidup semati dalam ikatan pernikahan.

☘☘☘

Kakinya menapaki anak tangga satu persatu, di tangannya terdapat buku yang cukup tebal untuk bahan mengajar. Vira menarik nafas lelah setelah berhasil sampai pada lantai tiga gedung sekolah. Lantai yang penuh dengan siswa kelas sembilan. Vira menarik nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia mulai menyusuri lorong menuju kelasnya karena Vira menjadi salah wali kelas sembilan.

Seluruh murid segera duduk ketika Vira memasuki kelas. Vira mengeluarkan kertas hasil ulangan minggu lalu. Memanggil satu persatu anak untuk menerima kertas milik mereka. Pekikan senang terdengan dari murid yang berhasil mendapatkan nilai sempurna, Vira hanya menggeleng melihat tingkah mereka.

Pandanganya jatuh pada gadis yang berjalan ke depan. Vira mendesah melihat wajah datar gadis bernama Killa Namora Z. Murid yang sering dikeluhkan banyak guru karena nilainya yang selalu rendah disetiap pelajaran. Vira menahan kertas yang akan diambil Killa.

Iris matanya menatap tajam pada Vira, sangat tidak sopan untuk ukuran siswa yang bersekolah di sana dan bisa saja Vira bertindak atas kekurangajaran Killa, tapi ia berusaha menahan diri. Ia tidak ingin membuat masalah dengan siswa di tahun terakhir mereka dan menciptakan kenangan buruk, apalagi karena alasan yang sepele.

"Nilai kamu tidak ada peningkatan sama sekali. Bu guru harap kamu mau belajar lebih giat." Vira menatap gusar pada Killa yang sama sekali tidak menunjukkan ekspresi apapun.

"Sudah selesai bicara? Sekarang boleh aku duduk." Killa menyambar kertas hasil ulangannya. Menghiraukan ucapan Vira, berjalan menuju kursinya. Meletakkan kertas di atas meja disusul dengan merebah kepala di atas meja.

Siswa lain tidak berani menegur Killa karena mereka takut membuat masalah dengan gadis dingin itu, bahkan tidak ada yang berteman dengan Killa karena sifat dingin nan misteriusnya.

"Ibu kaya gak tahu Killa aja. Dia kan emang gitu rada-rada gak jelas," sahut siswi yang duduk pojok belakang.

Seluruh siswa pun mengangguk membenarkan ucapan teman mereka. Vira menghembuskan nafas kasar, membuka buku yang ia bawa.

"Baiklah buka buku paket kalian. Ibu akan menjelaskan bab baru," ucap Vira mulai mengajar. Sesekali netranya melihat Killa yang tak kunjung mengangkat kepalanya. Entah bagaimana anak itu bisa bertahan di sekolah ini dengan banyak keluhan dari guru. Bagaimana bisa kepala sekolah tampak acuh dengan sikap Killa yang seenaknya sendiri.

Pelajaran ditutup dengan Vira memberi tugas rumah. Seluruh murid mulai protes karena tugas yang diberikan. Vira pun meninggalkan kelas menuruni tangga menuju ruang guru. Vira merasakan ada seseorang yang menepuk pundaknya dan ketika ia menoleh Vira mendapati Nando yang sudah menyamai langkahnya.

"Pak Nando mau ke ruang guru juga?"

"Tidak. Saya mau mengambil bola basket di ruang olahraga," balasnya.

"Owh sendirian? Dimana anak-anak cowok biasanya mereka yang paling ecxiated kalau sudah menyangkut basket."

"Ada tuh di belakang," tunjuk Nando melalui lirikan matanya.

Vira juga ikut menengok, ia cukup terkejut karena siswa laki-laki berada sangat jauh dari mereka. Ia berdehem cukup keras, kemudian melangkah lebih cepat meninggalkan nando yang kebingungan.

"Pak, Bu Vira cantik loh belum nikah juga," ucap siswa yang sudah berada tepat di belakang Nando.

"Apa? Udah sana ambil bolanya bapak tunggu tunggu di lapangan."

"Lah bapak gak ikut ambil."

"Gak." Nando membelokkan langkahnya menuju lapangan semua siswa yang akan mengambil bola dibuat melompong dengan sikap absurd guru mereka. 

***

Happy reading

Apa yang kalian rasakan tentang Killa, kalau punya adik atau anak kaya Killa kalian akan seperti apa nih.

Salam sayang dari aku.

Terpopuler

Comments

Ukhty Nur Siahaan

Ukhty Nur Siahaan

menyimak dl

2024-04-11

0

Ve

Ve

playing victim ga nehhh 🤔

2024-02-06

1

Saadah Rangkuti

Saadah Rangkuti

lanjut thor

2024-01-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!