Killa and Problem

Sepanjang lorong sekolah yang dilalui terasa begitu panjang. Suasana sekolah yang sepi karena masih jam mengajar membuat suara ketukan sepatu dan lantai yang saling beradu menjadi pengiring di setiap langkah. Vira terburu-buru menuju menuju ruang yang amat ditakuti siswa, Bimbingan konseling. Vira mendapat telepon dari salah satu guru pengajar di kelasnya bahwa Killa membuat masalah dengan teman sekelas. Begitu menjelaskan apa yang terjadi pada Melisa maka di sinilah sekarang Vira berada di depan ruang bk yang tertutup rapat.

Vira mengangkat tangan mengetuk pintu lalu membukanya. Ia masuk perlahan melihat sudah ada orang tua dari siswi yang berbuat masalah dengan Killa sedangkan gadis itu hanya duduk berdiam diri dengan melipat tangan seolah tidak peduli dengan apa yang sedang guru dan orang tua Sasa diskusikan. Killa memilih memejamkan mata dengan menyenderkan kepalanya pada sofa. Menutup telinga seakan tuli akan pendengaran.

Vira memberanikan diri menghampiri Killa dan duduk di sebelahnya karena tempat itu kosong. Vira memandang wajah Killa sebentar, ia tidak dapat memprediksi apa yang sedang Killa pikirkan.

"Bagaimana Bu Vira saya sudah mendiskusikan dengan wali murid tapi beliau menolak berdamai." Suara Bu Gita selaku guru bk menyentak kesadaran Vira, ia lantas bangkit menuju kursi kosong di samping Bu Gita. Netranya menangkap Sasa yang diapit kedua orang tuanya.

"Atas nama Killa saya minta maaf karena perlakuannya. Ke depannya akan saya awasi sehingga kejadian seperti ini tidak terulang kembali. Saya berharap kesediaan bapak dan ibu untuk memaafkan Killa." Vira berujar lembut menenangkan kedua orang tua Sasa yang masih diliputi amarah.

"Seharusnya ibu mencegah tindakan kekerasan dalam sekolah. Sasa ini murid baik dia tidak pernah menimbulkan masalah. Nilainya juga selalu bagus, seharusnya jangan disatukan dengan anak nakal seperti dia." Ibunda Sasa angkat bicara melirik sinis pada Killa di belakangnya.

"Putri saya terluka dan Anda dengan seenaknya meminta maaf. Anak itu yang seharusnya minta maaf atas kesalahannya." Kini giliran sang ayah yang bicara.

Vira menatap gusar pada wali muridnya. Jika masalah seperti ini tidak selesai dengan jalan damai mereka pasti akan melaporkannya pada komite sekolah.

"Pak, Bu wajar bagi anak-anak bertengkar. Di usia mereka masih terlalu labil untuk mengerti semuanya. Saya harap untuk tidak mempersulit masalah ini. Kesalahan kecil ini tidak akan mempengaruhi suasana kelas dalam proses pembelajaran jika itu yang kalian khawatirkan."

"Masalah kecil," desis ibunda Sasa.

"Putri saya terluka ini loh, Bu. Kalau Sasa trauma bagaimana Anda mau tanggung jawab?"

Sabar-sabar

Vira merapalkan kata itu dalam rongga dadanya. Menetralisir rasa tak nyaman yang hinggap. Ia sempat mencuri pandang pada Killa yang masih memejamkan mata.

"Sebenarnya siapa orang tuanya, bagaimana cara mereka mendidik anak hingga menjadi liar seperti itu," gumam ibunda Sasa yang tidak bisa dianggap gumaman karena terdengar oleh telinga semua orang yang ada di sana, tapi entah dengan Killa, gadis itu juga mendengarnya atau tidak.

"Jadi mau bapak dan ibu bagaimana. Saya akan rundingkan dengan Bu Gita," usul Vira.

"Saya mau anak itu dihukum atau diberi skors selama seminggu. Saya dan istri tidak mungkin memindahkan Sasa ke sekolah lain. Setidaknya Sasa tidak akan bertemu dengan anak itu selama beberapa hari." Putus ayah Sasa.

"Namanya Killa, Pak," geram Vira karena ayah Sasa terus saja memanggil Killa dengan 'anak itu' membuatnya risih saat mendengar.

Namun, tidak ada respon dari orang tua Sasa. Vira hanya menghela nafas dan membuangnya perlahan agar tidak kehabisan stok kesabaran menghadapi orang tua modelan orang tua Sasa yang terlalu membesar-besarkan masalah.

"Baik Pak, Bu akan kami diskusikan. Jadi saya anggap masalah ini sudah selesai dan Sasa kamu bisa kembali ke kelas." Bu Gita berbicara menghentikan kesunyian di antara mereka.

"Tidak. Sasa akan pulang saat ini bersama kami." Tanpa ucapan terima kasih atau perkataan penutup orang tua Sasa keluar ruangan bersama Sasa, menyisahkan kedua guru itu dalam kebimbangan.

"Huh, tak habis pikir ada orang tua yang overprotective sama anaknya. Lecet dikit aja marahnya ampe segitunya," gerutu Bu Gita dengan membereskan mejanya yang berantakan.

"Saya pergi." Suara datar dan dingin memasuki gendang telinga kedua giru. Melihat Killa yang berjalan menuju pintu keluar.

"Killa tunggu," seru Bu Gita menghentikan gerakan tangan Killa yang akan menarik pintu agar terbuka. Dia berbalik menatap sang guru yang menghampirinya.

"Lihat apa yang barusan kamu perbuat. Bahkan kamu tidak meminta maaf sama Sasa, tidak merasa bersalah juga sama Sasa. Kamu ini mau jadi apa dengan sikap dingin dan ketusmu itu. Bersikaplah seperti anak pada umumnya." Bu Gita meluapkan segala amarah, jengah menghadapi Killa yang tidak ada kapoknya keluar masuk ruang bk.

"Sudah? Jika ibu sudah selesai mengomel boleh saya keluar? Saya sudah kebelet buang air." Bu Gita mendelik mendengarnya. Sungguh selama mengajar belum pernah ia menemukan siswa seperti Killa yang dengan berani melawan guru.

"Kamu," geram Bu Gita yang tidak jadi melanjutkan ucapannya karena Killa sudah terburu pergi.

"Sabar Bu Gita biar saya bicara sama Killa," tawar Vira yang diangguki Bu Gita.

Vira keluar menyusul Killa yang belum terlalu jauh. Menarik tangan Killa agar mengikutinya. Killa sempat meronta minta dilepaskan, tapi di hiraukan oleh Vira yang terus berjalan hingga sampai halaman belakang sekolah membawa Killa duduk pada bangku yang tersedia. Panas matahari terhalang pohon yang berada di atas mereka mengantarkan rasa nyaman di sana. Rerumputan yang hijau dengan danau buatan kecil membuat pemandangan begitu indah.

"Saya kebelet, Bu." Killa hendak bangkit tapi dicegah Vira. Gadis itu mendesah kasar.

"Ibu tahu itu cuma akal-akalan kamu aja. Di sini nyaman kali ini kamu boleh bolos jam pelajaran." Killa tidak menganggapi, ia terdiam menatap ujung sepatunya. Rasanya canggung berdekatan dengan Vira yang notabennya guru dan juga kakak iparnya. Killa tidak tahu harus bersikap seperti apa mengartikan tindakan Vira seperti apa.

"Mau bercerita sedikit tentang masalah tadi," pancing Vira, tapi Killa tetap bungkam enggan mengungkapkan suara.

"Jika tidak mau bercerita tidak apa. Aku tidak memaksa, tapi mama dan papa harus tahu tentang ini."

"Tidak perlu repot memberitahu mereka. Nanti aku yang akan mengatakannya sendiri."

"Hey, saat ini lihat aku sebagai kakak jangan pandang aku sebagai seorang guru." Vira meraih wajah Killa untuk memandangnya. "Jika ada masalah jangan sungkan untuk berbagi, aku akan berusaha menyelesaikannya untukmu."

"Kenapa perhatian denganku. Jika karena kasihan terima kasih tapi aku tidak membutuhkannya."

"Siapa bilang aku melakukannya karena kasihan. Aku hanya berpikir perlu melindungimu."

"Lindungi saja dirimu terlebih dahulu sebelum melindungiku." Perkataan telak dari Killa menyadarkan Vira akan masalah apa yang sedang dirinya alami.

"Aku memang tidak dekat dengan kakakku tapi aku tahu sifatnya saat tidak menyukai seseorang. Sebelum memasuki hatiku lebih baik ambil hati kakakku lebih dulu." Setelah mengatakannya Killa pun pergi. Meninggalkan Vira dalam keterdiaman yang membuat hatinya tersentil.

***

Happy reading

Selamat datang Selasa. Semoga lebih baik dari Senin 😆

Salam sayang dari aku.

Terpopuler

Comments

Patrish

Patrish

waahhh... ternyata keluarga keras kepala....

2024-01-23

1

Rynda

Rynda

lah betul pulak si killa

2023-10-14

0

INA

INA

kel iblis telah dimasuki Vira

2022-11-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!