Sakit dan Menyakitkan

Sikap Arka tidak berubah di hari ketiga pernikahan. Sikap tempramental Arka semakin menjadi meskipun Vira masih bisa menghadapi.

Arka memang membenci Vira, tapi entah mengapa pria itu selalu menggauli Vira tanpa lelah. Terkadang Vira juga bingung pada sikap Arka, jika pria itu membencinya mengapa dia terus melakukan hal itu. Sulit sekali memahami Arka. Kemarahan pria itu menjadi momok menakutkan bagi Vira, dia tidak akan segan-segan melakukan kekerasan fisik.

Malam ini terjadi lagi, di mana Arka begitu menikmati permainannya pada tubuh Vira, sedangkan Vira begitu tersiksa dengan permainan Arka. Pria itu tersenyum menyeringai di setiap permohonan Vira untuk berhenti. Sentuhan yang diberikan begitu kasar dan tak mengenal belas kasih.

Rasa sakit menderanya. Perutnya seperti diremas dari dalam, begitu sakit dan Vira tidak dapat menahannya lagi. Ia memegang tangan Arka, mencengkeram menyalurkan rasa sakit yang melanda. Menggigit bibir dengan menggeleng disertai air mata.

"Berhenti, aku mohon berhenti. Aku kesakitan." Wajahnya memelas dibanjiri keringat.

"Memang itu tujuanku." Arka tersenyum bengis.

Vira yang sudah tidak tahan dengan permainan Arka, akhirnya menyerah menutup mata dengan nafas tak beraturan. Tenaganya terkuras banyak menjadikannya lemas tak berdaya.

Arka mengerang marah di tengah permainan dan betapa terkejut Arka saat melepas diri melihat ada darah yang keluar. Arka berdecih membersihkan dirinya. Sekembalinya dari kamar mandi Arka memakaikan baju yang pantas untuk Vira.

Di tengah gelapnya malam Arka diam-diam membawa Vira keluar tanpa sepengetahuan siapapun. Pria itu berteriak memanggil petugas medis. Meletakkan tubuh tak sadarkan diri di atas brankar mengikuti para petugas medis dengan langkah yang lebar.

Arka menunggu dokter yang memeriksa Vira. Bukan karena ia khawatir atau kasihan ia hanya merasa bertanggungjawab dengan kondisi Vira.

"Bisa kita bicara empat mata di ruangan ku," ucap Dokter Tama melihat Arka yang duduk di kursi tunggu.

Dokter muda itu berjalan mendahului Arka. Jas putih dengan kacamata yang digunakan serta wajah seriusnya sungguh gambaran seorang dokter hebat.

"Langsung saja akan aku katakan bagaimana kondisi Vira istrimu." Arka cuek, tapi tetap mengangguk.

"Dia mendapat beberapa jahitan di ****** karena robekan yang terjadi. Sudah aku sarankan bukan agar tidak terlalu kasar, lembutlah sedikit dia istrimu." Tama menghela nafas lirih melihat ketidakpedulian Arka. Sahabatnya itu tidak khawatir sama sekali.

"Kau tidak boleh menyentuh Vira sampai dia benar-benar pulih. Kau juga tidak bisa membawanya pulang dia harus dirawat."

Arka tidak menyimak perkataan Tama ia justru sibuk sendiri dengan benda pipih di tangannya. Tama sungguh tidak menduga reaksi Arka bertolak belakang dengan apa yang dipikirkannya. Tama dibuat berang dengan sikap Arka. Ia kira Arka akan bereaksi seperti kebanyakan suami lain yang akan sangat khawatir mendengar istrinya terluka, tapi Arka berbeda.

"Arka kau dengar apa yang aku katakan." Pria itu mengangguk.

"Aku akan pulang," jawabnya.

"Kau akan meninggalkan istrimu sendirian."

"Dia tidak sendirian ada banyak suster dan dokter yang merawatnya. Aku tidak dibutuhkan di sini." Setelah mengatakan hal tersebut Arka pergi begitu saja. Meninggal Tama dalam ketidakpercayaan.

☘☘☘

Nafasnya memburu dengan pandangan yang buram karena air mata. Tangannya mengepal begitu erat. Melangkah secepat yang ia bisa. Tak memperdulikan berbagai tatapan aneh orang-orang padanya. Firasatnya mengatakan telah terjadi sesuatu yang buruk dan sekarang ia sedang mencari jawabannya.

Lorong-lorong yang dilewati terasa begitu panjang tiada habisnya. Hatinya tersayat sakit mendengar sebuah kabar. Langkahnya berhenti tepat di ruangan yang ia cari. Perlahan tangannya meraih gagang pintu lalu mendorongnya pelan. Air matanya menetes melihat tubuh seseorang terbaring tak sadarkan diri.

"Anda siapa?" tanya seorang suster yang sedang memeriksa infus Vira.

"Aku ibunya," jawab Melisa. Si suster mengangguk dan pergi dari sana memberi ruang untuk ibu dan anak tersebut.

Wanita paruh baya itu mendekati ranjang di mana sang putri sedang terbaring. Menyentuh tangan Vira yang bebas infus. Menciumnya dengan penuh kasih sayang. Melisa mengelus surai hitam Vira, tangisnya tak terbendung melihat keadaan putrinya.

Vira tidak boleh lagi bersedih atau tersiksa karena siapapun. Sudah cukup Vira menderita selama ini. Melisa tidak akan membiarkannya lagi. Dulu ada dirinya yang akan melindungi Vira dan membahagiakan Vira, tapi setelah pernikahan dan Melisa berjauhan dengan Vira, ia tidak tahu bagaimana kehidupan pernikahan sang putri.

Melihat bagaimana kondisi Vira setelah beberapa hari pernikahan. Tekad Melisa semakin kuat ia akan memutuskan hubungan sang putri dan pria jahat itu. Melisa tidak dapat membiarkan Vira menderita atas apa yang tidak dilakukanya.

"Sayang, putri kecil ibu. Bangun sayang. Ayo kita pergi dari sini menjauh dari semua ini. Kamu akan aman jika bersama ibu. Kamu akan bahagia ibu tidak bisa melihatmu seperti ini." Melisa meletakkan telapak tangan Vira di pipinya sesekali menngecupnya. Sakit hati Melisa melihat Vira yang seperti ini. Hati ibu mana yang tidak terluka jika anaknya dalam keadaan yang buruk.

"Tidak ada yang lebih sayang padamu kecuali ibu. Putri kecil ibu harus bangun, buka matamu. Ibu merindukanmu, Sayang." Melisa tidak berhenti bicara.

Beberapa saat lalu ia mendapat panggilan dari pihak rumah sakit. Melisa juga tahu apa penyebab Vira berada di rumah sakit. Namun, yang membuatnya marah adalah Arka yang tidak terlihat di sana. Pria yang sudah membuat kondisi Vira seperti itu tidak terlihat batang hidungnya. Melisa marah akan sikap Arka yang semaunya sendiri. Tidak habis pikir pria seperti Arka begitu tega berbuat sejauh ini. Boleh saja Arka tidak menerima Vira, tapi apa pantas jika Vira harus menderita.

"Begitu kamu bangun kita akan pergi jauh. Ibu akan berusaha keras melindungimu dari semua orang. Kamu harus bahagia sayang kamu berhak bahagia." Melisa mengecup kening Vira lama. Menyalurkan rasa sayang yang teramat besar.

"Semua salah kakakmu jika dari awal Arleta menolak perjodohan maka semua ini tidak akan terjadi. Kita tidak akan berurusan dengan keluarga Zerion. Kenapa Arleta menerima jika pada akhirnya dia menolak menikah. Kenapa dia memintamu menggantikannya. Ibu tidak mengerti semua ini."

"Akan aku beritahu," ucap seseorang di belakang Melisa.

"Kau!" seru Melisa melihat Arka di sana.

"Mau apa kamu kemari tidak puaskah kamu setelah membuat Vira seperti ini. Pergi kamu pergi." Melisa menatap marah pada Arka yang memilih masuk dan menutup pintu.

"Tidak perlu marah padaku ibu mertua. Aku hanya ingin memberi jawaban atas pertanyaanmu tadi," ucapnya.

"Aku tidak ingin mendengar apapun dari mulut kotormu itu!"

"Shuut ... pelankan suaramu, Bu. Tekanan darah ibu bisa naik jika terus berteriak."

Melisa muak, muak sekali melihat Arka yang tidak merasa bersalah sedikit pun. Apa pria itu tidak memiliki hati dan perasaan, apa Arka tidak menggunakan akal sehatnya. Terlepas jika mereka menikah tanpa persetujuan keduanya, tapi setidaknya Vira adalah istrinya kenapa Arka memperlakukan Vira tidak seperti suami memperlakukan istri pada umumnya.

"Vira selalu iri dengan Arleta kan. Dia selalu ingin berada di posisi Arleta demi mendapat kasih sayang ayah, tapi Vira tidak pernah berhasil maka dari itu Vira mengacaukan pikiran Arleta dengan kata-kata manisnya. Akhirnya Arleta terpengaruh dan pergi, Vira pun membuat drama agar dia menggantikan posisi Arleta sebagai pengantin perempuan. Vira berharap setelah merebutku dia akan mendapatkan apa yang diinginkan, tapi rencananya meleset karena sekarang dia semakin dibenci oleh ayahnya."

"Bohong! Vira tidak seperti itu. Kamu tahu apa tentang dia, kamu bukan siapa-siapa. Aku ibunya jadi aku lebih tahu bagaimana Vira dan aku yakin Vira tidak akan melakukan hal seperti itu. Dia putriku yang baik. Semua yang kau katakan tadi hanya sebatas asumsi semata. Kamu bahkan tidak memiliki bukti apapun yang menunjukkan Vira bersalah atas perginya Arleta." Melisa menatap marah pada Arka yang dengan mudahnya menuduh Vira.

"Saat ini aku memang tidak memiliki bukti apapun, tapi kebenaran tidak akan bersembunyi terlalu lama dan selama itu aku tidak akan membiarkan Vira pergi dariku."

"Apa hakmu, aku lebih berhak atas Vira dari pada kamu."

"Aku suaminya jika ibu lupa. Vira sudah menjadi milikku dan tidak ada yang bisa merebutnya."

"Biadab, kejam, apa kamu tidak memiliki perasaan iba sedikitpun. Terbuat dari apa hati nurani-mu."

"Tidak ada rasa kasihan untuk orang yang sudah menghancurkan hidupku." Arka hanya bisa membatin. 

Meninggalkan ruang rawat Vira. Tanpa sepatah katapun untuk membantah perkataan Melisa. Tidak akan mudah melepas Vira dari genggaman Arka.

***

Happy reading

Makasih yang masih baca cerita ini. Mau up lagi gak nih? 🤭

Salam sayang dari aku.

Terpopuler

Comments

Patrish

Patrish

meweek akuu

2024-01-23

0

Isli Herlina

Isli Herlina

vira jng kelamaan di siksa

2024-01-09

0

Liiee

Liiee

tapi pas mau ambil gaun si arleta kan udah kasi tau "kalo nanti aku pergi tolong jaga vira" emang dasar arkanya yg bego,, awas aja sampe bucin! ku sumpahin vira menghilang di telan bumi

2023-11-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!