Cerita Killa

Perkataan Arka di sekolah tadi masih Vira pikirkan. Vira tidak ingin pulang, maka dari itu ia mengukur waktu dengan berbelanja di supermarket, meskipun hanya beberapa barang yang dibeli. Vira keluar supermarket setelah selesai dengan urusannya.

Tanah yang ia pijak terasa bergetar. Dunia terasa berputar dan kepalanya sakit bagai terhantam batu besar, ia tidak dapat memfokuskan pandangan. Vira tidak dapat meraih sesuatu sebagai sandaran. Pada akhirnya Vira berjongkok memegang kepalanya yang sakit. Memejamkan mata untuk meredakan sedikit rasa sakit. Vira meremas rambutnya karena sakit yang tak tertahan hingga akhirnya semuanya berubah menjadi gelap. Kantung plastik berisi belanjaannya terlepas dari tangan. Beberapa orang yang melihatnya segera membantu Vira. Teriak minta tolong pada orang sekitar.

Bau obat menyeruak memasuki indra penciuman. Dahi mengkerut disertai gerakan kelopak mata yang terbuka. Vira menyesuaikan penglihatannya pada sekeliling, melihat jarum infus yang terdapat di tangannya. Sudah cukup untuk membuktikan jika Vira berada di rumah sakit. Rasa sakit di kepalanya tidak lagi dirasakan oleh Vira. Namun, ia kembali memejamkan mata tak kala pintu kamarnya terbuka. Vira tidak ingin diganggu oleh siapapun untuk saat ini.

"Kakak ipar belum bangun." Vira tahu itu suara Killa, tapi ia tidak sanggup untuk membuka mata apalagi ia belum bisa mengakhiri masa skors Killa.

"Lebih baik dia tidak perlu bangun selamanya." Vira berusaha menahan diri, itu adalah suara Arka yang sangat jelas di pendengarannya.

Vira akan berpura-pura tidak mendengar apa yang dikatakan Arka agar hatinya tak terluka. Lidah memang sangat tajam dan begitu menyakitkan. Vira akan melupakan apa yang didengarnya.

"Kak, apa yang kau katakan." Killa menatap Arka yang berdiri tak jauh darinya.

"Apa! Dia bukan kakak iparmu. Jangan pernah memanggilnya dengan sebutan itu." Arka menatap berang sangat tidak menyukai jika Killa memanggil Vira dengan sebutan yang seharusnya untuk Arleta.

"Kenapa? Aku menyukainya, dia baik tidak seperti wanita yang lari dengan kekasihnya saat pernikahan." Killa mencemooh. Ia tahu apa yang sudah terjadi saat pernikahan kakaknya.

"Jaga ucapanmu!" Arka marah dan hampir menampar Killa.

"Jika kakak melakukannya aku akan melaporkan pada kakek. Beliau tidak akan senang jika melihat kakak seperti ini." Killa tersenyum miring melihat reaksi sang kakak. Mudah mengalahkan Arka karena kelemahan pria itu ada pada kakek.

"Hati-hati dengan ucapanmu." Arka mengacak rambut Killa dan keluar dari kamar rawat Vira. Meninggalkan Killa di sana seorang diri.

Gadis itu menatap Vira yang masih menutup mata. Ia mengambil duduk di dekat Vira. Killa mengulas senyum memandang wajah damai sang kakak ipar.

"Kak, apa tidurmu sangat nyenyak hingga tidak mau bangun. Jika iya, aku ingin tidur sepertimu. Nyenyak tanpa tertekan." Vira bingung dengan apa yang Killa katakan.

"Kehadiranmu bagai anugrah untukku, Aku tidak lagi kesepian seperti biasanya. Ya, meski aku akui sikapku sangat dingin padamu, tapi melihatmu sakit aku pun ikut sakit."

Dalam hati Vira tersenyum atas pengakuan Killa. Ia bahkan tidak pernah mengira jika Killa bisa menerimanya.Vira senang setidaknya orang yang menerimanya bertambah.

"Meski Kak Arka melarang memanggilmu kakak ipar. Aku tidak akan mendengarnya karena bagiku mau kau kakak iparku ataupun bukan tidak akan mengubah apapun." Vira tidak ingin membuka mata karena Killa bercerita begitu lepas mengira Vira belum bangun.

"Aku juga pernah sakit loh, Kak. Mau dengar ceritaku." Vira sekuat tenaga menahan diri untuk tidak tertawa.

Killa bercerita? Tidak salah? Dia kan gadis dingin. Ingin sekali Vira tertawa.

Killa menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan.

"Pernah suatu masa aku sakit hingga dilarikan ke sini ke rumah sakit ini. Tidak ada yang peduli kecuali kakek. Papa dan Mama selalu sibuk bekerja dan tidak ada waktu untukku. Kak Arka sedang menempuh pendidikan di luar negeri saat itu.

Berulang kali aku menanyakan kapan mama dan papa datang pada kakek, tapi kakek selalu mengalihkan pertanyaan. Saat itu aku tahu bahwa tidak ada yang menginginkanku baik mama dan papa mereka tidak ada yang peduli. Mereka kira dengan memberiku uang yang cukup maka kebahagianku tidak ada artinya, padahal yang aku inginkan bukan uang melainkan kasih sayang mereka. Kasih sayang yang tidak pernah aku dapatkan. Mereka selalu sibuk bekerja dan menelantarkan aku.

Aku selalu membuat masalah di sekolah berharap mama dan papa memperhatikanku, tapi tidak justru mereka kecewa padaku. Membolos, berbuat onar, berkelahi selalu aku lakukan, tapi semua sia-sia." Killa menggenggam tangan Vira dengan menunduk. Hatinya sakit mengingat semua masa sulit yang dilalui.

"Maaf karena kakak harus mendengar cerita menyedihkan ini, tapi aku tidak tahan lagi jika harus memendamnya terlalu lama. Hatiku terlalu sakit dan hanya kakak tempat pelarian ku. Tidak mungkin aku bercerita pada kakek. Beliau masih sakit dan aku tidak ingin menambah beban pikiran kakek.

Kak, tetaplah di sisiku untuk selamanya dengan atau tanpa Kak Arka. Aku hanya membutuhkanmu, kau orang baik dan aku mempercayai mu, aku mohon jika suatu saat kau pergi ajak aku bersama mu. Aku tidak ingin hidup bersama keluarga seperti mereka." Killa menangis sesegukan di samping Vira.

Ingin sekali Vira bangun dan mendekap Killa, tapi ia tidak bisa melakukannya. Killa mengira jika Vira belum bangun, maka dari itu dia  bercerita dan bagaimana reaksi Killa jika tahu Vira hanya pura-pura. Killa pasti akan sangat malu dan Vira tidak ingin membuat Killa kembali dingin terhadapnya.

"Mengenai perkelahian kemarin. Aku yang salah aku yang sudah melakukan semua pada Sasa. Itu karena aku marah, dia membawa-bawa namaku dan juga mama dan papa. Dia mengatakan hal yang tidak pantas untuk orang tuaku sehingga memantik amarah dalam diriku untuk memulai perkelahian. Maafkan aku, kakak pasti mengalami hal buruk di sekolah hingga sakit seperti ini. Maaf, maafkan aku." Vira lega sekaligus kecewa. Pengakuan Killa membuat Vira kecewa, tapi setelah mendengar alasannya ia jadi lega karena Killa melakukan demi orang tuanya.

"Huft, aku cengeng sekali ya. Aku bahkan lupa kapan terakhir kali aku menangis dan tertawa aku rasa sudah sangat lama." Killa tersenyum dan menghapus air matanya. Mengatur nafas agar tak terlihat habis menangis.

"Aku pergi, Kak. Aku mau menemui kakek. Cepat bangun ya." Killa merapikan selimut sebelum pergi. Ia juga mengelus tangan Vira memberi semangat melalui elusan tangannya.

Sepeninggal Killa. Vira pun membuka mata menghapus air mata yang menggenang di sudut matanya. Hatinya bagai diremas mendengar cerita hidup Killa. Ternyata bukan hanya dirinya yang merasa dunia tak adil, Killa merasakan hal yang sama. Takdir macam apa yang sudah Tuhan tentukan untuk mereka.

"Aku mengerti bagaimana perasaanmu. Tidak dipedulikan oleh orang tua sendiri memang sangat menyakitkan, tapi kamu hebat masih bertahan." Vira mengingat kembali perlakuan sang ayah yang sangat tidak menyukainya, ia tersenyum pedih, setidaknya Killa tidak mendapat kebencian dari orang tuanya. Hanya saja cara mama dan papa yang salah.

"Cukup, ini belum terlambat aku tidak ingin ada yang bernasib sama seperti ku. Aku akan melakukan sesuatu agar Killa mendapatkan kebahagiaan." Vira  sudah bertekad. Ia tidak akan mundur bagaimanapun perjalanan yang akan ia tempuh.

***

Happy reading

Duh Killa kasihan banget sih kamu. Issh Arka kamu mah jahat banget mulutnya.

Salam sayang dari aku

Terpopuler

Comments

Dewi Nurmalasari

Dewi Nurmalasari

wow,, andai nnt vira koma,, nyesel seumur hidup lu

2023-10-04

0

Mega Nurhayati

Mega Nurhayati

semngat vira

2022-11-10

0

Ady Pulling

Ady Pulling

jangan menyerah Vira.

2022-06-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!